Seorang laki-laki sedang duduk dengan gelisah disebuah kursi tunggal terbuat dari kayu yang sudah di cat dengan warna putih. Kaki-kakinya terus menghentak lantai dengan tidak tenang dan sesekali menggigiti jari. Ia sampai tidak sadar bahwa dahinya sudah dipenuhi peluh karena ia benar-benar gugup sekarang.
BRAK.
Suara bantingan pintu itu benar-benar membuatnya terlonjak dari kursi tempatnya duduk. Hampir terjatuh karena pantatnya tidak mendarat sempurna kembali setelah berjengkit karena terkejut.
Ia menoleh kesamping dan mendapati pria berjalan dengan cepat kearahnya dengan peluh membanjiri tubuhnya dan tatapan begitu tajam tepat pada kedua iris matanya.
GREP.
Tubuhnya diangkat begitu sigap bangkit dari kursi yang ia duduki sebelumnya. Pria itu kini menduduki kursinya dan mendongak menatapnya.
“Nunggu apa lagi?”GLEK.
Ia benar-benar bisa merasakan darahnya yang mendesir cepat dan suara debaran jantungnya yang menggila.“Seokjin, lo tahu kalau gue lagi dikejar waktu? Cuma setengah jam sebelum gue balik lagi ke panggung!” suaranya meninggi dan tatapannya berkilat marah.
Seokjin menautkan kedua tangannya dibawah perut dengan perasaan takut menyelimuti dirinya, “Ta-tapi gue nggak pernah jadi make-up artis, Jungkook,” sekali lagi ia mencoba meyakinkan Jungkook setelah dua minggu pria itu terus saja memintanya melakukan double job untuknya. Menjadi staylist sekaligus make-up artis untuknya.
Ck!
Jungkook berdecak kesal. Ia membalikkan tubuhnya. Menatap cermin panjang didepan mereka berdua. Cahaya remang-remang hanya menghiasi area cermin itu saja. Berwarna kuning cerah dan hanya beberapa. “Lo pengen keluar dari industri ini? Lo yakin bakal keterima kerja dimana kalau resign dari gue?” terdengar seperti sebuah ejekan daripada pertanyaan bagi kedua telinga Seokjin yang semakin merasa sesak berada berdua di ruangan itu bersama Jungkook.
Seokjin menatap wajah Jungkook dari pantulan cermin didepannya. Ia tak menyangka teman yang ia miliki sedari sekolah menengah pertama itu akan berubah begitu drastis setelah karirnya gemilang dan namanya selalu dielu-elukan para remaja hingga dewasa.
“Nanti hasil make-upnya kalau jelek gimana?” ia hanya tak ingin merusak penampilan Jungkook karena pengalaman make-up miliknya yang nol besar.
Tatapannya nanar, tetapi pria selain dirinya di ruangan itu tak kasihan. “Gue bisa bilang Yoongi kalau lo mau resign sekarang,” tangannya dengan cepat meraih ponsel di saku celana hitam miliknya.
“Tunggu dulu! Tolong jangan lakuin itu, Kook!” Dengan cepat Seokjin merampas ponsel Jungkook dan menggenggamnya erat.
Jungkook berbalik dan menatapnya begitu tajam dengan sedikit mendongak, “Lo udah ngebuang waktu 10 menit berharga gue! Sebentar lagi show bakal dimulai. Fans gue bakal kecewa kalau acaranya ngaret karena lo doang yang lagi ngeluh kayak bocah,” ucapannya begitu tajam hingga mampu menusuk hati Seokjin sampai dalam.
Seokjin menggerakkan kedua bola matanya resah. Ia benar-benar dilema sekarang, ia tak bisa resign sekarang karena tuntutan keuangan yang berada di punggungnya begitu banyak. Ia tidak bisa egois karena harus menghidupi adik dan Ayahnya yang sakit parah dirumah. Mencari pekerjaan akan sangat membutuhkan waktu, apalagi ia yakin sekali jika Jungkook tidak akan membiarkannya mendapatkan pekerjaan dengan mudah karena pria itu bersiap untuk memberikan penilaian buruk nantinya untuk portofolionya.
Seokjin meletakkan ponsel Jungkook dengan hati-hati diatas meja, tepat disamping bahu kanan Jungkook. “Tapi kalau hasilnya nggak memuaskan jangan salahin gue ya,” akhirnya ia menyerah. Dengan keadaan. Dengan kewajiban. Dengan tanggung jawab atas keluarganya. Dan dengan Jungkook yang sangat keras kepala.
YOU ARE READING
Another You And Me
RomantikAnother universe untuk couple kita Jeon Jungkook dan Kim Seokjin dalam dunia kecil mereka. Short. Simple. Not Continues Part.