Siang ini aku dan Fadhil sudah janjian untuk hangout ke mall. Kebetulan minggu ini jatahku untuk libur. Dan saat ini aku sedang mematut berulangkali keseluruhan penampilan di depan cermin sembari menunggu Fadhil datang menjemput, hingga suara bunyi klakson motor dari luar sana mengalihkan perhatianku.
Kusambar cepat tas selempang yang sudah kusiapkan di atas ranjang lalu bergegas keluar.
"Gak masuk dulu?"
Fadhil tersenyum dan mengedikkan kedua bahu sebagai bentuk penolakan.
"Dara mana?"
"Dinas pagi di IGD," jawabku dan Fadhil hanya ber-Oh ria. Sudut bibirku tertarik penuh membentuk senyuman lebar melihatnya tetap bergeming di atas motor. Bahkan mesin motornya tetap menyala.
"Takut amat masuk," sindirku dengan memberinya raut wajah mengejek. Lagi-lagi Fadhil hanya tersenyum sambil menggeleng-geleng. Yah, begitulah Fadhil, sangat irit bicara.
"Dhil, naik mobil saja yah. Panas. Motornya taruh di sini saja."
Fadhil mengangkat kedua alis, lalu menengadahkan kepala memandangi langit. Matanya memicing karena Matahari memang sedang panas-panasnya.
Tanpa berucap Fadhil mengikuti saranku. Mematikan mesin motor dan mendorongnya masuk ke garasi. Memarkirkannya tepat di samping mobil Honda Brio merahku.
"Nih ...." Aku melempar kunci mobil ke depannya yang langsung ditangkap dengan lincah.
"Aku yang nyetir?"
"Memangnya mau disupirin sama cewek?"
Fadhil terkekeh, membuka jaket kemudian masuk ke dalam mobil dan menghidupkan mesinnya.
Aku bergabung masuk ke dalam mobil di kursi penumpang depan setelah mengunci pintu rumah. Dan sejurus kemudian kami sudah membelah jalan kota Makassar.
Sebuah Mall yang cukup besar di kawasan Panakkukang menjadi pilihanku bersama Fadhil. Kami bergegas turun dan masuk ke dalam mall setelah lama berputar-putar mencari parkiran.
Fadhil meraih tanganku, menggenggamnya, dan menarikku ke sampingnya untuk jalan beriringan bersama. Mataku tak bosan-bosannya memandanginya. Apalagi saat ini ia tampak begitu keren dengan kaos oblong berwarna hitam dipadukan jeans berwarna Navi, sneakers putih dan juga topi berwarna hitam. Jangan lupakan lesung pipinya bila tersenyum. Manis, sangat manis. Selalu sukses membuatku meleleh.
"Kemana dulu?" tanyanya membuyarkan pandanganku yang tak berkedip memandanginya.
"Nonton yuk," jawabku yang langsung ditanggapinya dengan anggukan kepala.
Aku menggamit lengannya, lalu berjalan beriringan menuju bioskop di lantai teratas Mall itu. Pilihan kami selalu jatuh pada film horor yang jauh dari unsur romantis.
"Minum?" tawarku padanya yang begitu serius pada layar di depan sana.
Fadhil mengangguk sambil memasukkan popcorn ke mulutku tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar. Iseng aku menggigit jarinya yang menyodorkan popcorn itu ke bibirku.
"Aww ..." pekiknya. Akhirnya menoleh dan melirik kesal padaku, namun sedetik kemudian menarik ujung hidungku dan terkekeh. "Dasar usil, aku balas gigit tahu rasa!"
"Coba gigit, ayo mau gigit dimana?" godaku memajukan wajah.
Fadhil kembali menarik ujung hidungku.
"Maunya!"
Aku tertawa kecil menanggapinya. Tanganku yang memegang Cup softdrink lalu bergerak mengarahkan sedotan ke bibirnya, setelahnya aku juga menyeruput minuman itu masih dengan sedotan yang sama. Terus seperti itu hingga semuanya tandas dan Film pun selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARENA MAHAR (Sudah Terbit Cetak)
RandomSebuah paradigma dan tradisi turun temurun yang mendarah daging membuat impian dan cita-cita dari sepasang anak manusia yang saling mencintai menjadi kandas. Dialah Andi Tenri Bulan dan Fadhil Alfiansyah, yang harus terpisahkan karena penghalang yan...