Penghujung Senja, Bagian Tujuh

36 9 67
                                    

Teruntuk laki-laki di penghujung senja,
Kau adalah kerumitan rasa yang bergelimang makna,
Yang akan saya rangkum dengan kata paling sederhana.
"Semoga"

Matahari mulai meredup di langit biru. Menghilang dan memberi waktu untuk sang bulan memulai. Angin sore hari dengan pemandangan sunset di depan mata membuat siapa saja pasti akan jatuh cinta.

Beristirahat sejenak dihabiskan keduanya untuk sekadar menyaksikan sang mentari menghilang.

"Kamu tahu sebenarnya aku tidak suka pantai." Dara memulai pembicaraan ketika keduanya sudah lama terdiam.

Aldo melirik Dara, seakan menunggu kelanjutan dari ucapan gadis itu. "Iya, sejak kejadian lima tahun yang lalu, aku jadi enggan untuk ke sini. Namun, entah kenapa, aku merasa nyaman berada di tempat yang membuatku trauma," sambungnya.

"Trauma?" beo Aldo.

"Sebenarnya aku memiliki seorang adik perempuan, saat itu aku dan keluargaku piknik di salah satu pantai yang berada di Bandung. Tapi naasnya saat itu aku dan adikku berenang di pantai tersebut, dan dia tenggelam di sana," lirih Dara. Jika mengingat kenangan pahit itu membuatnya merasa sangat bersalah. Coba saat itu ia bisa menyelematkan adiknya, pasti Dara tidak akan merasa sendiri.

"Berarti itu tandanya, Tuhan lebih menyayangi adik kamu, jadi jangan merasa dia meninggalkanmu karena kesalahan kamu," tutur Aldo.

Ucapan Aldo sama seperti ucapan kedua prang tuanya. Apa benar ia tidak bersalah? Namun, ia kehilangan adiknya dikarenakan tidak bisa menyelamatkan adiknya. Itu sebuah masa lalu yang sangat menyakitkan jika diingat. Tetapi, hari ini, Dara jujur terhadap Aldo, mengatakan sesuatu yang bahkan Tiara tidak tahu.

Senyum di wajah Aldo membuat Dara mulai merasa nyaman. Entah desiran aneh apa yang ia rasakan di sekujur tubuhnya. Desiran yang selalu ia rasakan ketika sedang bersama cowok itu. Cowok itu selalu saja bisa memahaminya.

"Aldo," panggil Dara.

Aldo mengangkat satu alisnya, seolah ingin mendengar ucapan selanjutnya dari sang gadis tersebut.

"Kamu tahu tidak?" tanya Dara.

"Enggak, kan kamu belum ngasih tahu aku." Kekehan Dara terdengar.

"Eh, bener juga, sih."

"Aldo," panggil Dara lagi. Reaksi Aldo tetap sama seperti sebelumnya. Menunggu ucapan selanjutnya dari gadis itu.

"Aku disambut gulana, saat senyummu rekah tanpa suara, benar saja aku terpanah, melihat ciptaan Tuhan yang begitu luar biasa." Ucapan Dara membuat Aldo diam mendengarkan.

Cowok itu terlihat salah tingkah di tempatnya dan Dara pun juga seperti itu. Ucapan yang tiba-tiba keluar dari mulutnya membuat Dara merasa malu kepada Aldo.

"Kamu tahu, Dar? Ketika aku melihat senyummu, sungguh duniaku begitu sangat sempurna." Dara ternganga mendengar tuturan dari Aldo. Apa itu balasan dari ucapannya tadi?

Dara menutup mulutnya. Ia terlihat sangat bodoh sedari tadi, bagaimana tidak? Ia menahan dirinya untuk tidak salah tingkah di depan Aldo. Namun, ucapan cowok itu langsung membuat pipinya bersemu merah.

"Itu pipi kamu kenapa merah, Dar?" Pertanyaan Aldo semakin membuatnya malu. Ia harus bagaimana sekarang? Dirinya tidak bisa menahan diri untuk tidak salah tingkah.

"Ih nggak merah, itu pipi kamu juga kenapa merah?" tanya Dara balik. Benar saja pipi cowok itu juga bersemu merah.

"Oh ini gara-gara nyamuk," balas Aldo sembari pura-pura menepuk ke arah langit seakan ada nyamuk di sana.

"Huu, Aldo salah tingkah!" seru Dara.

Tak ingin kalah dari Dara, Aldo pun mengatakan hal yang sama, "huu, Dara salah tingkah!"

Setelah itu keduanya sama-sama tertawa melihat apa yang telah mereka lakukan. Tak lama dari itu, Aldo melirik jam tangannya, di sana telah menunjukkan pukul setengah enam sore dan sepertinya mereka harus pulang sekarang.

"Udah mau jam enam, nih. Yuk kita pulang," ajak Aldo. Dara melirik jam tangannya terlebih dahulu sebelum mengiyakan ucapan Aldo.

"Yuk, udah sore banget, nih," ucap Dara.

Keduanya pun pergi meninggalkan pantai dan berjalan menuju parkiran yang tak jauh dari tempat mereka.

Setelah sampai di parkiran. Aldo mengambil motornya dan menyuruh Dara mendekat untuk memakaikan gadis itu helm. Perlakuan Aldo membuat gadis itu tersenyum.

"Pegang erat, ya," ujar Aldo ketika Dara telah naik di atas motornya.

*****

Diperjalanan pulang, Dara tidak hentinya tersenyum karena masih membayangkan kejadian tadi. Aldo yang tak sengaja melirik gadis itu lewat spion merasa heran melihat gadis itu.

"Dar, kenapa senyum terus? Ada sesuatu yang lucu'kah?" tanya Aldo dengan suara yang lumayan keras karena beradu dengan suara angin.

"Eh, nggak papa, Do, hehe," balas Dara.

"Beneran nggak papa?" tanya Aldo memastikan. Dara mengangguk sebagai jawabannya.

Tak terasa keduanya telah sampai di depan gerbang rumah Dara. Gadis itu melihat ada mobil terparkir di dalam sana, papanya sudah pulang.

"Ya udah aku pulang dulu, ya," pamit Aldo. Dara mengangguk.

"Terima kasih, ya, Do. Hati-hati jangan ngebut," pesan gadis itu.

Setelah melihat Aldo yang sudah menjauh. Gadis itu lalu masuk ke dalam rumahnya. Ia terlihat senang karena sang papa telah pulang. Rasa ingin memeluk Dara semakin menjadi ketika ia membuka pintu rumahnya.

"Papa, aku kangen banget!" seru Dara ketika melihat kedua orang tuanya yang berada di ruang tamu sedang menonton televisi.

"Salam dulu dong, Sayang," balas sang Papa sambil berjalan mendekati Dara.

"Eh, lupa hehe. Assalamualaikum, Papa, Mama," salam Dara sambil mencium tangan sang papa.

"Walaikumussalam, Sayang. Papa juga kangen banget sama kamu!" seru Adnan sambil memeluk sang putri kesayangan. "Kok baru pulang, Sayang? Tadi ke mana memangnya?" sambung Adnan.

"Itu anakmu habis ngedate, Pa." Suara itu bersumber dari sang mama. Wanita paruh baya itu berjalan mendengari suami dan anaknya.

"Beneran, nih anak Papa habis ngencan?" tanya Adnan diringi dengan kekehan kecilnya ketika menggoda sang putri.

"Ih Papa, enggak. Mama kok gitu," ujar Dara sambil melepas pelukan dari Adnan dan berpura-pura marah kepada sang mama.

"Tadi pulang sama siapa?" tanya Adnan. Dara bingung harus mengatakan apa. Malu jika nanti digoda oleh Adnan dan Lalita.

"Em itu, Pah. Aku pulang sama ... " Sebelum Dara melanjutkan ucapannya, Lalita terlebih dahulu memotongnya.

"Dara pulang sama pacarnya, Pah," tutur Lalita dengan sedikit menggoda sang putri.

"Anak Papa punya pacar, nih?" tanya Adnan.

"Ih enggak, Pa. Beneran tadi cuma teman aja, Dara nggak boong kok," sanggah Dara berusaha membela dirinya dari godaan Lalita dan Adnan.

Terlihat kedua orang tuanya tertawa secara bersamaan. Melihat pipi sang putri merah merona, semakin membuat Adnan menggodanya. Karena tak kuat menahan malu, Dara bergegas ke kamarnya.

"Beneran loh, Pa. Aku nggak pacaran, ih!" seru Dara sembari meninggalkan kedua orang tuanya yang masih terkekeh melihat kelakuan anaknya.
















Kamis, 7 April 2022

LANGIT YANG TERSELIP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang