Katanya Berteman dengan Sunyi?, Ini Bagian Dua Puluh Tujuh

17 2 0
                                    

Ikhlas itu sulit, ikhlas itu ga mudah, ikhlas itu butuh proses.

Kau terlalu baik, Matahari
Selalu menjanjikan sinar untuk fajar,
Selalu menjanjikan jingga untuk senja.

Kau terlalu baik, Matahari
Memeluk erat Bumi yang terkungkung gelap,
Memberikan hangat yang tak pernah lenyap.

Sesuatu yang bahkan tak pernah ia bayangkan, sesuatu yang tidak pernah terpikirkan.
Sesuatu yang kini menjadi bagian hidupnya.
Ia harus bagaimana sekarang? Tolong beri tahu ia tentang bagaimana caranya terbiasa untuk tak bisa melihat semesta? Kini keindahan tak bisa ia agungkan kembali, pun hanya kegelapan yang selalu terlihat.

Sudah berjalan dua bulan setelah Dara dinyatakan buta oleh seorang dokter. Kini gadis itu sudah berada di rumah milik orang tuanya bersama kakek dan neneknya. Jangan tanyakan bagaimana kondisi Dara saat ini. Gadis itu terlihat sangat berbeda, rambut yang telah dipotong serta tongkat yang menjadi pengarah saat ia ingin melakukan sesuatu. Senyum yang selalu ia tampilkan, entah hilang ke mana.

Mau tak mau, suka tidak suka, ikhlas tidak ikhlas, harus gadis itu rasakan. Mata indah miliknya kini sudah tak lagi berfungsi. Hanya kegelapan yang selalu dilihat. Sakit sekali. Terlebih suport sistem yang ia miliki sedari kecil kini meninggalkan dirinya sendirian menanggung rasa sakit itu.

Kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya dan membuat ia kehilangan indera penglihat adalah sebuah peristiwa yang ingin sekali Dara hilangkan dipikirannya. Ikhlas memang sangat sulit, terlebih di waktu akhir kedua orang tuanya, gadis itu tidak melihat bagaimana rupa mereka, belum ia memeluk mereka untuk terakhir. Karena saat orang tuanya di makamkan, Dara masih koma.

Dua bulan belakangan ini juga, Dara sudah tidak melanjutkan sekolahnya. Ia tidak yakin dengan dirinya sendiri. Tidak bisa melihat adalah kekurangannya saat ini. Cita-cita di masa depan yang sudah ia rancang berakhir begitu saja. Daren-wakil ketua OSISnya sesekali dateng sekadar menjenguk. Gadis itu juga sudah benar-benar melupakan tentang Tiara dan Aldo yang pernah berada di dalam hidupnya.

Lepaskan apa yang seharusnya dilepas. Itulah ucapan Daren dua minggu yang lalu saat ia dateng melihat kondisi Dara. Setelah memikirkan apa yang diucapkan oleh cowok itu, Dara berusaha sekuat tenaga untuk merelakan apa yang memang bukan untuknya.

Hari ini, Daren datang menjenguk lagi. Tidak seperti beberapa hari yang lalu, kondisi Dara lumayan membaik. Gadis itu juga mulai terbiasa akan dirinya yang kini menggunakan tongkat sebagai pengarah. Walau terkadang merasa kesal dengan semuanya.

"Dar, ayo ke mall. Udah lama 'kan kamu nggak ke sana? Lagian pasti di rumah kamu bosan banget," ajak Daren.

"Eum, tapi aku 'kan buta. Aku juga belum terlalu terbiasa dengan semua ini, Ren," jawab Dara. Gadis itu masih merasa tidak mampu dengan keadaannya saat ini.

"Jangan bilang gitu, dong, Dar. Aku 'kan ada di sini, jadi ntar aku yang jagain kamu," ujar Daren. "Ntar kamu beli apa aja deh, aku yang traktir," lanjutnya sembari merayu Dara. Dara tersenyum ketika mendengar kata traktir. Siapa sih yang tidak mau ditraktir? Dara yang anak orang kaya saja senang jika ada seseorang yang berkata hal demikian.

"Yaudah ayo. Tapi kamu harus izin ke kakek dan nenek aku dulu," pinta Dara. Daren mengangguk mengiyakan.

Cowok itu kemudian pergi menemui pasangan yang sudah memasuki usia lanjut tersebut. "Nek, Kek, aku boleh ajak Dara ke mall, nggak? Lagian Dara juga udah setuju, kasihan dia pasti bosen banget di rumah terus, biar sesekali jalan-jalan gitu. Tenang ada aku kok yang jaga," jelas Daren.

LANGIT YANG TERSELIP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang