Bagian 26

22 2 0
                                    

Kau tahu apa yang lebih sakit dari kehilangan? Itu adalah disaat kita tidak bisa melihat wajah mereka untuk terakhir kalinya.

"Aku bahkan tidak tahu bagaimana raut wajah orang tuaku untuk terakhir kalinya, mataku direngut oleh-Nya dan keluargaku pun begitu." Ucapan Dara membuat semua orang berada di rumah sakit itu merasa tertohok.

Sudah satu minggu setelah kejadian itu, Dara masih saja berada di rumah sakit. Kini penyebab ia tersenyum meninggalkan dirinya sendirian. Kedua netra indah miliknya kini sudah tidak berfungsi lagi. Senyum yang selalu ia tampilkan kini berubah menjadi kesedihan semata. Kini ia tidak bisa melihat keindahan semesta baik miliknya maupun milik orang lain.

Semestanya kini meredup. Tidak akan ada lagi Dara yang ceria. Semuanya akan merasa kehilangan.

"Kakek, Dara harus gimana sekarang? Dara udah nggak bisa ngeliat. Mama sama Papa udah ninggalin, Dara juga. Aku harus gimana? Aku takut sendirian, Kek." Siapa yang tidak terenyuh hatinya mendengar kalimat itu.

"Sayang, jangan bilang gitu. Kakek sama Nenek ada untuk, Dara. Semua orang ada untuk Dara," jawab Irsal-Kakek Dara.

Entah mengapa, awal yang sangat bahagia kini di akhiri dengan hal yang menyedihkan. Semua yang ada pada gadis itu, menghilang begitu saja. Ini tidak adil, bukan? Kenapa pergi secara bersamaan?

Air mata yang kian turun membasahi pipi, sudah diabaikan oleh gadis itu. Kedua orang yang sangat ia sayangi telah pergi untuk selamanya. Pikiran Dara kini kembali saat ia berumur sepuluh tahun. Senyum tulus dari kedua orang tuanya dapat gadis itu lihat dengan baik, tetapi kini semua telah hilang dalam sekejap. Ia bahkan tidak sempat mengucapkan selamat tinggal kepada kedua orang tuanya. Semestanya kian meredup.

"Dar, kami ada di sini untuk kamu kok." Itu suara milik Daren.

"Ren, aku cuma bisa denger suara kamu, mulai saat ini aku nggak bakal bisa liat tingkah laku kamu, Ren. Nggak bisa ngeliat senyum kamu lagi," ujar Dara.

Bagai kesambar oleh petir, hati Daren sakit mendengar tuturan perkataan dari gadis yang kini terbaring lemah di atas brankar. Cowok itu kemudian mendekat, mengelus pelan bahu Dara seakan memberikan kekuatan kepada gadis itu.

"Jangan bilang gitu, Dar. Semua akan baik-baik saja," pinta Daren.

"Ren, yang berada di sini siapa aja?" tanya Dara.

"Aku, Kakek dan Nenek kamu, Serly, Aldo, Tiara, Riko, Angga, Eza, Laras. Ada banyak yang sayang sama kamu di sini, Dar," balas cowok itu. Dara terlihat terdiam ketika mendengar nama Aldo dan Tiara disebutkan oleh Daren tadi.

"Kenapa dateng?" Pertanyaan dari Dara membuat semua yang berada di sana kebingungan hingga kalimat selanjutnya membuat Aldo dan Tiara terdiam. "Kenapa Aldo dan Tiara ke sini? Kalian berdua mau ketawain aku?" tanya Dara.

"Kalian senang 'kan ngeliat aku kayak gini? Hahaha!" Seruan dari Dara membuat air mata Tiara turun kembali.

Segitunya kamu benci sama aku, Dar? batin Tiara.

"Sayang, kok ngomong gitu?" Kali ini Siska-nenek Dara yang berbicara.

"Nek, aku mohon keluarin Aldo dan Tiara dari sini, mereka jahat, Nek. Aku mohon." Kalimat itu semakin membuat hati Tiara sakit. Dara benar-benar membenci dirinya. Bahkan sangat membencinya.

Isyarat dari Siska membuat Tiara dan Aldo mau tidak mau harus keluar dari ruangan tersebut. Siska tidak ingin melihat cucunya semakin terpuruk.

"Dar, maafin kami." Setelah mengucapkan itu, kedua remaja tersebut keluar dari ruangan.

"Sayang, kamu istirahat dulu, ya. Kasihan tubuh kamu," ujar Siska. Dara hanya mengangguk saja, Siska lalu membantu cucinya untuk membaringkan tubuh.

*****

Di luar ruangan Aldo dan Tiara berada. Kedua remaja itu tengah terdiam sembari memikirkan sesuatu yang entah apa itu. Mata Tiara bengkak sebab menangis. Ia sangat sakit hati melihat kondisi Dara yang begitu parah serta kebencian gadis itu untuknya.

Tidak ada lagi sahabat yang selalu ceria, tidak ada lagi Dara yang banyak bicara. Semua sudah menghilang dalam sekejap. Kondisi sahabatnya saat ini membuat Tiara ingin sekali memeluknya. Dara telah kehilangan dirinya, kedua orang tuanya, serta kedua netra indah miliknya. Semesta gadis itu perlahan-lahan meredup. Tidak akan ada sinar di setiap wajahnya.

"Maafin aku, Dar. Maafin aku," lirih Tiara. Air matanya kini keluar lagi. Aldo yang berada di samping memeluk gadis itu seolah memberikan kekuatan. Keduanya terbuai dengan kesedihan yang mendalam. Hingga suara pintu terbuka pun tidak mereka dengar. Di sana, Daren melihat mereka tengah berpelukan.

Awalnya Daren tidak mengerti dengan semuanya. Ia bahkan merasa bingung melihat Dara dan Tiara yang semakin menjauh serta tidak melihat Aldo dan Dara dekat lagi. Sampai akhirnya, Daren mengerti akan semua hal bahwa teman-temannya tengah memiliki masalah satu sama lain.

Daren mengerti sekarang bahwa Aldo dan Tiara berpacaran. Namun, cowok itu baru tahu bahwa Aldo mendekati Dara hanya karena taruhan semata dan Tiara yang menghianati gadis itu. Entag mengapa cowok itu merasa sakit hati melihat semua hal yang Dara rasakan.

Dara menyembunyikan semuanya dengan rapi. Hingga akhirnya Daren tahu bahwa gadis itu tengah berpura-pura baik-baik saja. Namun, seminggu yang lalu-semua kebahagiaan milik Dara telah hilang dan tak akan pernah kembali. Semesta memang sejahat itu.

Daren bukannya menyalahkan takdir. Namun, itu tidak adil, bukan? Seorang Dara yang hidupnya sempurna kini berada di titik paling rendah di hidupnya. Entah apa yang akan gadis itu lakukan ketika kondisinya mulai membaik, tetapi dengan mata yang tidak bisa melihat indahnya semesta lagi.

Daren tidak bisa membayakan betapa pedihnya kehidupan Dara saat ini. Kehilangan kedua orang tua adalah sebuah ketidakinginan seorang anak. Apa gadis itu akan baik-baik saja nantinya? Cowok itu tidak yakin.

Dara memang bisa menyembunyikan sakitnya. Namun, apakah kali ini ia bisa? Ini terlalu sulit untuk semuanya. Hidupnya tidak akan berjalan dengan lancar mulai saat ini.

Kembali di dalam ruangan, Irsal dan Siska tengah memandangi Dara yang kini berbaring lemah di atas brankar dengan mata yang ditutup. Sudah semenjak kejadian satu minggu yang lalu, kondisi Dara memang semakin hari semakin membaik. Namun, untuk mentalnya ia tidak baik-baik saja.

Bayangkan, hidup yang awalnya sangat sempurna, dipenuhi oleh kasih sayang dan kebahagiaan, kini di akhiri dengan sesuatu yang menyedihkan. Kehilangan kedua orang tua adalah sesuatu yang bahkan tidak ingin dipikirkan oleh dirinya. Bukan hanya itu, ia juga kehilangan kedua mata indahnya, ia tidak akan bisa melihat betapa sempurnanya semesta.

Cita-cita untuk menjadi seorang dokter tidak akan pernah bisa ia gapai. Semoga di kehidupan selanjutnya atau di semesta lainnya hidup ia tidak semenyedihkan ini.
















Senin, 20 juni 2022

LANGIT YANG TERSELIP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang