Bagian 23

18 2 0
                                    

Nyatanya ia bukan tuanku.

Setelah mengetahui semua itu, Dara enggan untuk menemui Tiara yang tadi sudah berjanji dengannya untuk menunggu di aula. Dara tidak kuat untuk bertemu dengan Tiara maupun Aldo. Mereka adalah penyebab hatinya terluka saat ini. Terlebih ia mendengar semuanya dari mulut orang lain.

Aldo hanya menjadikan dirinya sebagai taruhan dan Tiara tidak memberitahu bahwa mereka berpacaran.

Suara notif di ponselnya mengalihkan pandangan Dara. Gadis itu membuka benda berbentuk pipih tersebut dengan suasana hati yang berantakan. Di sana terdapat nama Aldo, gadis itu membaca apa isi pesannya tanpa berniat untuk membuka room chat mereka.

Isi dari chat tersebut adalah, Dar di mana? Dari tadi aku cari aku nggak nemuin kamu, bisa ke kantin, nggak sekarang ada yang ingin aku omongin ke kamu. Dara membaca pesan itu dalam hati. Gadis itu tersenyum setelah membaca pesan tersebut, tetapi senyumannya berbeda seperti biasanya.

"Kenapa rasanya sakit sekali, Do? Salah aku ke kamu apa sehingga buat aku jadi kayak gini? Apa aku semurah itu buat kamu sehingga menjadikan aku sebagai taruhan? Apa cinta ke kamu se-sakit ini, Do?" lirih gadis itu. Lagi dan lagi, air matanya keluar tanpa meminta izin terhadap dirinya.

"Tidak apa-apa, Dar. Mungkin ini menjadi sebuah ujian buat kamu," lirih Dara sembari menghapus sisa air matanya.

Gadis itu mulai mempersiapkan hatinya untuk bisa bertanya tentang hal ini. Ia ingin mendengar langsung jawaban dati Tiara serta Aldo. Jika memang itu benar adanya, maka bisa dipastikan ia tidak akan bisa berteman lagi dengan Tiara dan tidak berhubungan dengan Aldo. Cukup sampai di sana, ia akan melupakan perasaannya kepada cowok tersebut.

Dara bangun dari kursi panjang yang berada di taman tersebut. Gadis itu lalu pergi meninggalkan tempat itu dengan suasana yang sudah lumayan baik walau tidak sepenuhnya baik-baik saja. Pertanyaan banyak sekali di kepala Dara yang ingin ia tanyakan langsung kepada kedua remaja yang dekat dengannya itu.

Ia berjalan menyusuri koridor seorang diri. Tidak ada yang berlalu lalang saat ini seakan mendukung Dara untuk menyendiri. Beberapa menit selanjutnya, gadis itu sudah sampai di depan aula.

Dara mengepalkan tangannya. Berusaha menenangkan diri untuk terlihat biasa saja. Ia tidak boleh seperti ini, walau semestanya sedang tidak baik-baik saja, ia harus terlihat seperti biasa.

Gadis itu memaksakan senyumnya, hingga detik selanjutnya ia membuka pintu aula. Suara yang dibuat olehnya membuat beberapa yang ada di tempat itu meliriknya dengan senyuman. Dara membalas dengan ramah walau terlihat terpaksa.

"Hai, Dar." Sapaan orang di sana. Dara menanggapi dengan senyuman saja sembari berjalan menuju ke depan. Tiba di depan. Gadis itu termenung sebentar, hari ini ada lomba penulisan cerpen. Hingga menit selanjutnya seseorang menepuk bahu Dara sehingga membuat gadis itu terkejut.

Dara melirik ke arah kanan. Di sana terlihat Tiara yang tengah tersenyum kepada dirinya. Sedangkan raut wajah Dara yang tadinya terkejut kini terlihat datar. Tidak seperti biasanya.

"Ke mana aja, Dar? Dari tadi aku nungguin. Katanya tadi ke kelas sebentar," ujar Tiara.

Dara mengepalkan tangannya berusaha menguatkan diri serta hatinya yang tengah pedih melihat wajah Tiara yang tidak merasa bersalah sekalipun. "Ada urusan tadi," balas Dara singkat. Tiara hanya beroh ria saja menanggapi jawaban dari Dara. Hingga menit selanjutnya tidak ada lagi yang membuka suara. Mereka fokus melihat bagaimana sibuknya peserta yang tengah mengikuti lomba menulis cerpen itu.

LANGIT YANG TERSELIP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang