Bagian 17

12 3 13
                                    

Orang baik akan selalu bertemu dengan orang baik, bukan?

Tidak terasa, besok adalah pembukaan acara ulang tahun sekolah Dara. Perlombaan yang pertama dilombakan adalah basket. Jadwal setiap kelas sudah dibagikan oleh bidang media OSIS di mading sekolah. Di sana mereka bisa melihat siapa yang akan tanding di hari pertama besok.

Sedari bel pulang sekolah tiga puluh menit yang lalu berbunyi, mereka masih berada di lapangan basket agar mempersiapkan segala hal untuk perlombaan besok. Lapangan tersebut yang akan digunakan besok sudah mereka atur sedemikian rupa. Saat ini, seluruh anggota OSIS berada di lapangan tersebut. Persiapan demi persiapan sudah para anggota OSIS kerahkan.

Untuk jadwal kelas siapa yang akan bertanding besok adalah kelas Dara melawan kelas Aldo. Entah harus apa yang gadis itu akan lakukan besok saat pertandingan. Apakah harus mendukung kelasnya atau mendukung sang pujaan hati?

Namun, besok ia akan sangat sibuk bahkan mungkin dirinya tidak bisa melihat pertandingan besok.

"Baik teman-teman, untuk segala persiapannya aku sangat berterima kasih kepada kalian semua, tanpa bantuan kalian acara ini tidak akan berjalan lancar, jadi aku mohon kerja keras kalian sampai acara puncak selesai," ujar Dara sembari tersenyum melihat teman-temannya yang kini tengah duduk berlingkar yang di mana seluruh pasang mata memperhatikannya.

"Oh iya, untuk jadwal perlombaan yang lain sudah di tempel di mading?" tanya Dara kepada bidang media.

"Sudah, Dar. Semua jadwal perlombaan sudah di tempel di mading dan untuk lomba essay, puisi dan cerpennya sudah di posting di berbagai sosial media sekolah kita, jadi kita tinggal nunggu siapa aja yang ikut," balas ketua bidang media.

"Baik terima kasih, Gio. Oke karena sudah sangat sore, jadi untuk hari ini sampai sini saja. Untuk besok semangatt semua! Besok tenaga kita akan dikuras, jadi tetap semangat dan jaga kesehatan kalian," jelas Dara.

Semua yang berada di tempat itu menepuk tangan dan saling menyemangati. Solidaritas dalam organisasi sangat diuji ketika saat acara-acara besar diadakan. Satu persatu mulai meninggalkan tempat tersebut, tinggal hanya Dara, Daren, Serly, Tiara dan Gio selaku ketua inti acara ini.

"Kalian belum pulang? Udah sore lho ini," balas Dara.

"Ya udah, yuk kita pulang. Untuk besok semangat semua!" Seruan itu berasal dari Gio.

Lima remaja tersebut bertos ria sembari tersenyum. Berusaha meyakinkan diri masing-masing untuk menyelasaikan acara besar ini.

Mereka pun berjalan bersamaan menuju parkiran sekolah. Hari ini Dara tidak membawa motornya dan ia akan menebeng Tiara. Mereka mulai meninggalkan parkiran satu persatu.

"Kamu yang bawa, ya," ujar Tiara sembari memberikan kunci motornya kepada Dara.

Dara otomatis menangkap kunci tersebut dengan sangat pas, ia kemudian mengangguk dan mengambil motor Tiara yang berada dua meter di depannya.

"Ayo naik!" seru Dara. Setelah Tiara naik, Dara mulai melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata.

Jarak antara rumah Dara dengan sekolah sekitar sepuluh menitan. Di perjalanan kedua gadis itu tidak berbicara apa-apa. Dara fokus membawa motor dan Tiara sibuk bermain ponselnya.

"Dar, besok kamu nonton pertandingannya, nggak? Kan besok kelas kita sama kelas Aldo tanding." Tiara mulai membuka percakapan ketika mengingat jadwal tanding besok adalah kelasnya dengan kelas Aldo sembari menyimpan ponselnya ke dalam saku baju sekolahnya.

"Kayaknya sih enggak nonton, soalnya besok aku sama Daren ada urusan penting," balas Dara yang masih setia fokus ke depan.

"Yah, kamu nggak nonton pujaan hati dong, ya. Kasihan Aldo nggak bakal semangat, sih nggak ada kamu," ujar Tiara sembari terkekeh pelan di akhir ucapannya.

"Ya mau gimana lagi, Ra. Tapi, menurut kamu kelas kita atau kelas Aldo yang bakal lolos besok?" tanya Dara. Di dalam pikirannya kelas Aldo-lah yang akan menang, bagaimana tidak? Sembilan puluh lima persen yang menjadi pemain basket tetap sekolahnya adalah kelas Aldo. Bukannya ia tidak percaya dengan teman kelasnya, tetapi memang begitu adanya, bukan?

Namun, semoga besok, kelasnya bisa menang dan ia bisa menyombongkan diri kepada Aldo. Tidak disadari oleh keduanya karena keasikan ngomong, mereka akhirnya telah sampai di depan gerbang kediaman rumah Dara.

Dara berhenti tepat di depan gerbang rumahnya, tidak lupa mengucapkan terima kasih terhadap sahabat tercintanya. Sampai akhirnya, Tiara berpamitan. Setelah gadis itu menghilang dari pandangannya, Dara langsung membuka pintu gerbangnya.

Namun, ia baru menyadari jika di sana terdapat sebuah motor yang sangat familiar di mata dan pikiran Dara. Ya, itu adalah kendaraan Aldo. Jadi, apakah cowok itu tengah berada di sini?

Senyum Dara mengembang ketika menyadari hal tersebut. Ia dengan cepat berjalan menuju pintu rumah. Seharian ini memang ia tidak bertemu sama sekali dengan Aldo.

"Aldo! Sejak kapan di sini?" Karena saking semangatnya bertemu dengan cowok itu, Dara bahkan lupa untuk membawa salam terlebih dahulu.

"Aduh, Sayang. Salam dulu dong baru masuk, kok langsung cariin Aldo, sih." Itu suara milik Lalita. Wanita paruh baya itu kini tengah berada di ruang tamu bersama dengan Adnan dan Aldo.

"Hehe maaf, Ma, lupa. Assalamualaikum, Semua!" serunya sembari melangkah menuju ketika manusia tersebut.

Gadis itu lalu menyalami kedua orang tuanya. Senyum di wajahnya kian mengembang melihat Aldo yang kini tengah tersenyum juga kepadanya.

"Iya iya, tau kalau orang kangen mah gini, ya." Kali ini suara itu milik Adnan. Kedua orang tua itu selalu saja suka menggoda sang putri kesayangan.

"Ih apasih, Pa. Bikin Dara malu tau!" serunya, wajah gadis itu kian memerah. "Sejak kapan, Do di sini?" sambungnya.

"Dari tadi, kamu lama banget pulangnya, liat nih aku bawain apa buat kamu." Aldo menjawab sembari menunjukkan sebuah kotak yang di baluti dengan kertas kado. Dara tersenyum melihat itu. Ia kemudian mendekati Aldo dan mengambil dengan senang hati pemberian cowok itu.

"Aaaa terima kasih, Do!"

"Sama-sama, Dar."

"Liat deh, Dar. Aku dibeliin ini dong sama Papa," ujar Aldo sembari menunjukkan kotak sepatu kepada gadis itu.

"Wah, ih Papa buat Dara manaa? Masa cuma Aldo aja yang di kasih, sih," ujar Dara.

"Kan kamu selalu Papa kasih, Sayang. Jadi kali ini Papa kasih Aldo dulu, masa kamu terus, sih," balas Adnan sembari mengacak pelan rambut sang putri gemes.

"Eum iya deh iya," ujar Dara. Melihat kegemesan gadis itu membuat Aldo refleks mengacak rambut gadis tersebut dan mencubit pipi Dara sehingga membuat pipi gadis itu tambah memerah dibuatnya.

"Kamu makin hari makin bikin gemes tau, Dar," bisik Aldo. Bisikan itu membuat deru napas Dara tidak beraturan. Untung saja Adnan dan Lalita tidak mendengar ucapan dari cowok itu dan semoga saja mereka tidak mendengar detakan jantungnya yang kini tidak beraturan.

















Kamis, 19 Mei 2022

LANGIT YANG TERSELIP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang