Bagian 22

13 2 0
                                    

Kali ini, apa benar hanya aku miliknya?

Tidak terasa saat ini sudah memasuki hari ke-empat lomba acara ulang tahun sekolah. Di mana setiap harinya-Dara semakin disibukan dengan hal itu.

Tiga hari selanjutnya adalah hari puncak acara tersebut. Semua dipersiapkan dengan baik oleh anggota OSIS dan anak pramuka. Kedua organisasi itu saling bekerja sama untuk melancarkan acara ini.

Para guru pun sangat antusias dengan acara tersebut. Bahkan mereka sudah memiliki pakaian tersendiri untuk acara itu.

"Dar, untuk persiapan hari H-nya sudah dipersiapkan semua 'kan, Nak?" Salah satu guru bertanya mengenai persiapan yang telah mereka lakukan.

"Sudah, Bu. Persiapannya sudah mateng jadi kita tinggal nunggu hari H-nya saja. Serahkan ke kami saja, Bu," balas Dara.

Rohana-selaku guru Bahasa Indonesia tersenyum mendengar jawaban Dara. Mereka memang tidak salah pilih ketua OSIS. Gadis itu sangat bertanggung jawab atas amanah yang diberikan oleh sekolah. Dara juga bersyukur memiliki anggota yang sangat antusias dan bisa bekerja sama dengannya.

"Sekolah nggak salah pilih kamu jadi ketua OSIS di sekolah kita, Dar. Ya sudah, Ibu ke kantor dulu, ya. Semangat buat kalian!" Setelah mengatakan kalimat tersebut, Ibu Rohana pergi meninggalkan Dara yang kini berada di depan kelasnya. Setelah kepergian Ibu Rohana, Dara lalu masuk ke kelasnya. Di sana tidak ada orang kecuali dirinya saja.

"Sepi bener nih kelas, kayak nggak ada kehidupan," ujar Dara sembari menuju tempat duduknya.

Gadis itu lalu mengambil ranselnya dan mengeluarkan sebuah map berearna biru berisikan berkas penting. Setelah itu, ia kemudian keluar dari kelasnya.

Ketiga sedang berjalan. Dara mendengarkan sebuah suara, retinanya mencari-cari asal suara tersebut, tetapi masih tak kunjung dapat.  Karena tak melihat orang-orang tersebut, Dara langsung melanjutkan langkahnya menuju ruang guru untuk memberikan berkas tadi kepada wali kelasnya.

Namun, beberapa kalimat ucapan orang itu membuat langkahnya terhenti kembali. Tepat di depan toilet cewek, suara itu semakin jelas terdengar.

"Kamu tau 'kan ketua OSIS kita? Itu si Dara, katanya 'kan lagi deket sama si Aldo, ternyata si Aldo nggak beneran suka sama Dara," ujarnya salah satu gadis di sana.

Dara berniat untuk melanjutkan mengupingnya setelah mendengar namanya dengan Aldo diucapkan oleh salah satu gadis di sana.

"Maksud kamu gimana? Aldo nggak suka sama Dara? Terus kalo nggak suka sama Dara kenapa dia deketin si Dara?" tanya gadis satu lagi.

"Jadi sebenarnya si Aldo ini dia deketin Dara karena sebuah taruhan bersama tim basketnya,  nah kenapa harus Dara dijadikan target? Jawbaannya karena pertama, Dara suka sama Aldo terus kedua, Dara ketua OSIS di sekolah kita dan ketiga, Dara anak terkaya yang ada di sekolah kita, ini aku denger dari teman se-tim Aldo yang sekelas sama aku," jelasnya.

Terlihat jelas raut wajah Dara berubah seketika. Senyumnya kian luntur mendengar setiap bait kata yang diucapkan oleh kedua gadis itu.

"Terus katanya juga, Aldo dari keluarga miskin sebenarnya. Nah saat kemarin dia nerima taruhan itu karena untuk mengobati bokapnya yang kritis karena kecelakaan," ujar gadis itu lagi.

"Taruhan mereka berapa memangnya sampai Aldo mau?" tanya gadis satunya lagi.

"Katanya dua puluh juta kalau Aldo bisa benar-benar pacaran dengan Dara dan bisa membuat gadis itu sakit hati banget," jawabnya.

Dara sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Kalimat-kalimat menyakitkan itu terdengar jelas oleh indera pendengarnya. Bagaimana bisa Aldo menjadikan dirinya sebagai taruhan? Jadi sebenarnya cowok itu memang tidak memiliki hati untuk Dara? Jadi semuanya hanya kepalsuan belaka? Tetapi Dara sudah sangat mencintai cowok itu.

Sebuah kalimat selanjutnya membuat ribuan jarum pentul menusuk bagian hatinya. Napasnya tersengal-seng mendengar hal itu.

"Dan yang lebih bikin kagetnya, ternyata si Aldo pacaran dengan Tiara-sahabat Dara sendiri," ujar gadis itu kembali.

Kalimat terakhir dan menyakitkan membuat Dara lemas tidak berdaya di sana. Tiara? Sahabatnya? Bagaimana bisa? Kenapa mereka sejahat itu dengan dia? Apa salahnya? Dan kenapa? Kenapa bisa seperti ini?

Berbagai pertanyaan terlintas di kepala Dara. Ia bingung, ia lingling dengan apa yang ada dipikirannya.

Tiara-sahabatnya sendiri ternyata adalah pacar Aldo, dan kenapa gadis itu tidak memberitahu tentang ini? Dara mendengarnya dari mulut orang lain.

Dara mengingat-ingat kembali kebersamaannya dengan Aldo serta Tiara. Senyum kedua remaja itu tidak pudar, tetapi seakan mengejek dirinya.

"Sudah beberapa lama, Ra? Kenapa kamu nggak ngasih tau aku?" tanya Dara kepada dirinya sendiri.

Gadis itu berusaha pergi dari tempat itu. Ia tidak kuat mendengar rangkaian kalimat yang menyakiti hatinya. Dengan langkah gontainya, gadis itu tetap melangkah. Entah saat ini tujuannya ke mana.

Namun, ia tidak lupa dengan map yang tengah dirinya pegang. Gadis itu berusaha biasa saja dan pergi menuju ruang guru untuk memberikan map ini kepada wali kelasnya.  Dengan napas yang naik turun menahan amarah, ia memasuki ruang itu dan berusaha menahannya agar tidak ada yang tahu.

Dara mencari meja wali kelasnya dan setelah menemukan itu, gadis tersebut lalu menyimpan map berwarna biru  dan keluar dari sana.

"Eh Dar, habis dari mana?" Suara itu membuatnya mengalihkan pandangan. Entah mengapa matanya berair secara tiba-tiba.

Ini sangat menyakitkan untuknya. Karena menyadari matanya mengeluarkan air, gadis itu dengan cepat menghapusnya agar seseorang di depannya ini tidak menyadari jika ia menangis.

"Oh itu, Ren. Habis nyimpen map di meja Bu Risa," balas Dara dengan berusaha untuk tersenyum. Agar Daren tidak menyadari kelakuan aneh dirinya, gadis itu lalu mengatakan, "Ya sudah, Ren. Aku pergi dulu, ya ada urusan soalnya," sambung gadis itu.

Tanpa menunggu jawaban dari Daren, Dara lalu bergegas meninggalkan cowok itu dengan tampang bingungnya.

Untuk kedua kalinya, air mata itu dengan lolos keluar dari netranya. Kini Dara benar-benar menangis. Ia tidak tau kenapa bisa sesakit ini. Kedua orang yang membuatnya selalu tersenyum kini malah bikin sesak di hatinya.

Untungnya di sekitar gadis itu tidak ada orang. Ia sendirian di sana. Dara memilih duduk sendirian di taman belakang sekolahnya. Tidak ingin bertemu Tiara maupun Aldo untuk saat ini atau bahkan seterusnya.

Dua hari yang lalu Aldo mengatakan bahwa Dara-lah sang pemilik hatinya dan ternyata itu semua tidak benar adanya. Aldo hanya membodohi Dara.

Gadis itu menangis seorang diri di tempat ini. Air matanya berair, hatinya sakit. Mengapa bisa kedua remaja itu memberikan luka sedalam ini untuknya? Dan kenapa Dara yang harus merakan hal ini?

Tiara adalah sahabatnya dan Aldo adalah pemilik hatinya, tetapi keduanya adalah orang-orang yang menancapkan ribuan pedang tepat di hatinya.
























Senin, 6 Juni 2022

LANGIT YANG TERSELIP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang