Bagian 20

18 2 0
                                    

Tak terbatas dan tak berakhir.

Hari ini adalah hari kedua di mana perlombaan di mulai. Perlombaan yang dipertandingkan sama seperti kemarin, tetapi ada beberapa tambahan seperti lomba musik dan lomba membaca puisi.

Setelah upacara telah usai, para murid mulai berpencar entah ke mana. Ada yang memilih ke lapangan basket untuk sekadar menonton pertandingan itu, ada yang memutuskan untuk ke aula untuk menyemangati teman-temannya yang akan berlomba, dan ada pula yang memilih untuk berada di kantin saja.

Di aula para peserta lomba musik dan puisi mulai terdengar. Suara petikan gitar hingga beberapa alat musik dan juga suara seseorang yang tengah bernyanyi menggema di ruangan itu. Sepertinya perlombaan pertama diadakan adalah musik setelah itu baru puisi.

Sedangkan di lapangan basket sendiri telah di mulai pertandingan sekitar tiga puluh menit yang lalu. Tidak lupa sorak-sorai terdengar sangat ramai di sana. Dara dan beberapa anggota OSIS memilih untuk berada di aula untuk sekadar mendengarkan serta menyemangati teman kelas mereka yang mengikuti lomba tersebut.

Di kelas Dara ada beberapa temannya yang mengikuti lomba-lomba tersebut, untungnya di kelas gadis itu banyak yang menyukai musik, puisi dan bahkan ada dua orang temannya yang bisa menulis cerita. Suara mereka pun jika saat bernyanyi tak kalah kerennya dari Tiara Andini dan Mahalini.

Dara dan Tiara memilih untuk bergabung bersama teman kelasnya sekadar menyemangati mereka yang akan berlomba hari ini. Terlihat wajah mereka sangat gugup lantaran setelah kelas yang maju itu selesai, maka giliran mereka-lah.

Gugup semakin melanda tak kala perwakilan kelas untuk bagian yang bernyanyi masih belum sampai. Sedangkan waktu mereka tinggal. Murid perwakilan kelas lain yang tengah tampil pun akan usai sebentar lagi.

"Ini Laras masih belum sampe? Ya ampun kita bentar lagi nampil. Coba di telepon dong." Itu suara dari Eza-teman kelas Dara.

"Tadi udah aku telepon, katanya bentar lagi nyampe," ujar Eta-teman sebangku Laras.

"Tenang guys, jangan panik gitu. Nanti kalo kalian panik bakal gagal semuanya, jadi sans aja, ya." Kali ini Dara bersuara. Lantaran mendengar teman kelasnya meributkan Laras yang masih belum menampakkan wujudnya, ia berusaha menenangkan mereka.

"Tenang gimana, Dar? Orang itu kelas lain udah selesai dia tampil. Ini gimana njir? Nah nah kita udah di panggil tuh." Riko mulai panik, nama kelas mereka telah di panggil oleh MC dan Laras masih belum sampai.

Mereka belum naik ke atas panggung, mencari-cari apakah Laras sudah dateng atau belum. Mereka melihat ke arah pintu bersamaan, hingga hitungan ke tiga pun gadis itu masih belum kunjung ada.

"Baik, untuk kedua kalinya kita sambung kelas Xl IPA 2!" Teriakan itu makin membuat mereka kebingungan serta gugup seketika. Mau tak mau, mereka berjalan maju menuju panggung dengan perasaan yang tak menentu.

"Nah itu Laras!" seru Dara ketika ia melihat Laras yang kini sudah berada di depan pintu. Teman-temannya yang tadi sudah berjalan berhenti seketika, hingga akhirnya Riko memanggil Laras untuk masuk ke barisan mereka dan berjalan bersama.

"Lama banget, Ras. Udah degdegan kita, takut lo nggak ada," bisik Eza.

Mereka akhirnya bernapas lega. Sampai menit selanjutnya suara Riko mengheningkan suasana di aula.

LANGIT YANG TERSELIP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang