Bagian 24

18 2 0
                                    


Terangmu menahan rintikku, sedangkan derasku merampas cahayamu.
Aku terhempas ke bumi, sedangkan engkau melesat kelangit.

"Iya aku sudah tau semua, tau jika Aldo tidak mencintai aku dan tau bahwa kalian berpacaran."

Skatmat

Kedua remaja itu terdiam membisu ketika Dara tiba-tiba masuk ke dalam perbincangan mereka. Perkataan gadis itu seakan sebuah bencana.

"Kenapa diam? Takut? Hahahaha, aku kira kamu sahabat terbaik aku, Ra," ujar Dara sembari terkekeh kecil.

Entah apa yang harus mereka jawab, diam mungkin adalah salah satu solusi terbaik untuk saat ini, tetapi harus ada yang menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, bukan? Dara menginginkan itu.

Namun, diamnya kedua remaja di depannya ini adalah sebuah jawaban yang dapat disimpulkan oleh gadis itu bahwa apa yang telah ia dengar itu benar-benar nyata.

"Dar, ak ... "

"Apa? Mau ngejelasin? Halah, aku udah tau semuanya. Kalian berdua pacaran 'kan? Dan kamu, Aldo. Kamu cuma jadiin aku sebagai bahan taruhan 'kan buat bisa dapat uang dan nyembuhin bokap kamu? Iya kan? Eh tapi, kamu pernah bilang kalau ayah kamu sudah meninggal, bukan?" tanya Dara. Gadis itu sempat lupa ketika saat berada di rumahnya, Aldo pernah mengatakan bahwa ayahnya sudah meninggal sejak lama, lalu kemarin ia mendengar bahwa ayahnya Aldo tengah kritis, jadi yang benar itu yang mana?

"Ayah aku sudah meninggal sebulan yang lalu ... "

"Terus?" Belum sempat Aldo meneruskan ucapannya. Dara langsung memotong pembicaraan cowok itu.

"Dengerin penjelasan aku dulu, Dar," balas Aldo.

"Oke."

"Ayah aku meninggal sebulan yang lalu. Berita tentang ayah aku kritis itu emang benar cuma itu sebulan yang lalu, terus untuk aku jadiin kamu taruhan, itu benar dan tentang hubungan aku sama Tiara itu benar juga." Seakan jutaan pedang tajam menancap tepat di sasaran. Dara merasakan sakit yang amat dalam ketika mendengar kalimat terakhir ucapan Aldo.

Gadis itu mengepalkan kedua tangannya. Sekujur tubuh seakan merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan oleh hatinya. Entah mengapa, kedua netranya merasa panas setelah mendengar penjelasan dari cowok itu.

"Kenapa?" tanya Dara dengan nada suara lemahnya.

"Aku menyukai Aldo, Dar."

Dara tertawa mendengar jawaban dari Tiara. Bagaimana bisa? Bukannya gadis itu juga tahu bahwa Dara sudah lama menyukai Aldo?

"Bukannya kamu tahu bahwa aku menyukai Aldo juga, Ra?" Pertanyaan itu membuat Tiara terdiam. Ia tidak mampu menjawabnya.

"Sudahlah, tidak apa-apa, mungkin ini menjadi salah satu yang bikin aku sedih karena hidupku selalu bahagia. Terima kasih untuk kalian, semoga bahagia dan langgeng, ya," ujar Dara, setelah mengatakan kalimat itu, Dara lalu berjalan meninggalkan kedua remaja tersebut.

Setelah beberapa langkah menjauh dari Tiara dan Aldo. Tidak terasa jika air matanya keluar secara tiba-tiba. Dadanya sesak, sangat sesak. Jemarinya meremas kuat di bagian dada.

"Kenapa bisa sesakit ini? Aku baru merasakan kebahagian sama kamu, Do, tapi kenapa tiba-tiba seperti ini?"

Di sisi lain, Aldo dan Tiara masih tidak ada yang bersuara. Kedua remaja itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Merasa bersalah atas apa yang telah dilakukan kepada Dara. Entah mengapa hati Aldo sakit melihat kepergian Dara yang kian menjauh. Tiara merasa menghianati sahabat satu-satu miliknya tersebut. Mulai hari ini mereka tidak akan bisa lagi bertemu dan melihat senyum gadis itu.

Maafin aku, Dar, batin Aldo.

Dar, maafin aku. Aku bukan sahabat terbaik buat kamu. Maafin aku, Dar, batin Tiara. Kedua netranya tiba-tiba mengeluarkan air mata.

Bahkan sampai Dara menghilang dari pandangan, keduanya masih saja terdiam. Tidak ada yang ingin mulai berbicara. Rasanya canggung sekali.

Dara tidak habis pikir dengar semuanya. Entah alasan yang membuat Tiara enggan untuk memberitahunya bahwa gadis itu berpacaran dengan Aldo. Apa selama ini gadis itu cemburu melihat Dara yang selalu saja bersama Aldo?

Sudahlah, ia ingin beristirahat saat ini. Pikiran, hati, dan tubuhnya merasa tidak berdaya.

******

Dua hari setelah waktu di mana Dara mengetahui secara langsung tentang semuanyang tidak ia ketahui, gadis itu sekarang enggan untuk menegur sapa Tiara dan Aldo. Gadis itu benar-benar tidak akan menganggu kedua remaja tersebut.

Jangan ditanya bagaimana perasaannya. Tidak akan ada seorang yang baik-baik saja ketika dikhianati. Jika ada, orang itu pandai menyembunyikannya.

Hari ini adalah hari terakhir untuk perlombaan yang diadakan dan besok adalah acara puncak ulang tahun sekolah. Dara berusaha profesional dengan tanggung jawabnya. Gadis itu berusaha baik-baik saja agar pikirannya tidak terganggu untuk acara besar besok. Ia tidak ingin jika acaranya besok tidak berjalan dengan lancar diakibatkan pikirannya.

"Ra, minta tolong dong kasiin ini ke Dara." Itu suara dari Daren yang kini tengah memberikan sebuah map berwarna biru kepada Tiara.

Awalnya gadis itu ingin menolak permintaan Daren, tetapi tidak bisa karen cowok itu terlebih dahulu memberikan map itu kepada Tiara dan mau tidak mau gadis itu harus tetap melakukannya.

Tiara kemudian mengambil map itu dan berjalan pelan menuju Dara. Terlihat Dara yang tengah sibuk dengan apa yang dilakukannya di sana, sedangkan Tiara sudah merasa tidak enak karena harus bertemu dengan Dara yang sudah dua hari ini tidak berbicara dengan dirinya.

Tiara menarik napas lalu membuangnya pelan. Lalu melanjutkan langkahnya menuju Dara yang jaraknya tidak jauh dari tempat ia berdiri. Hingga menit selanjutnya, gadis itu sudah berada di depan Dara.

Dara tidak langsung melirik siapa yang kini berada di depannya. Gadis itu masih setia dengan laptop yang ia pegang. Tangannya yang lihai menari di atas keyboard dan matanya fokus ke layar.

Beberapa menit selanjutnya, Tiara yang berusaha menguatkan diri dan hatinya lalu memanggil Dara dengan pelan sembari memegang bahu gadis itu.

"Dar," panggilnya.

Dara yang merasa bahunya dipegang lalu bergeser sedikit sehingga tangan Tiara jatuh begitu saja. Dara tidak melirik gadis itu sama sekali bahkan enggan untuk menyautnya.

"Dar, aku mau ngasih ini," ujar Tiara ketika tidak ada respon dari Dara sembari menyimpan map itu di meja yang Dara gunakan.

"Terima kasih," balas Dara.

Ingin sekali Tiara memeluk Dara saat ini. Dua hari adalah waktu yang sangat lama menurutnya berpisah dengan Dara, tetapi harus bagaimana? Ini salahnya, bukan?

"Maafin aku, Dar," lirih Tiara pelan yang hanya didengar oleh Dara sendiri.









Ujung-ujungnya, kami cuma ketakutan akan luka-lukanya. Dan akhirnya, kami hanya bisa berdiam tanpa tahu cara menjelaskan. Dan saling menyalahkan demi kedamaiannya sendiri sendiri. Karena tak mampu mengatakan apa-apa, hingga akhirnya saling menyalahkan untuk sebuah akhir yang damai. Hanya karena tak ada yang berucap, bukan berarti harus ada kata akhir di sebuah hubungan. Namun, akhirnya memang demikian, sebuah hubungan tidak bisa diselamatkan, walau segimana inginnya untuk mempertahankan. Sudahlah, kami kali ini enggan untuk menjelaskan apa yang dirasa.














Kamis, 9 Juni 2022

LANGIT YANG TERSELIP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang