Sebentar Lagi Berakhir

18 2 0
                                    

Dan nyatanya berusaha untuk baik-baik saja sangat sulit.

Setelah tiga bulan yang lalu Aldo dan Tiara meminta maaf, kini mereka semakin erat saja. Satu bulan kemarin ketiga teman Dara itu sudah mendaftar di beberapa Universitas yang ada di seluruh Indonesia. Sebenarnya, Orang tua Daren menyuruh anak cowoknya tersebut untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri. Namun, cowok itu menolak karena ingin berkuliah di Indonesia saja.

Bulan depan adalah pengumuman kelulusan mereka yang di mana, Daren mengambil jurusan hukum, Tiara dan Aldo mengambil jurusan yang sama yaitu manajemen.

Kini ketiga remaja tersebut tengah berada di rumah Dara.

"Dar, ayo kita ke mall. Udah lama nih nggak healing ke sana," ajak Tiara.

Sebenarnya setelah kejadian saat ia dan Daren ke mall, gadis itu sudah tidak ke sana lagi-takut jika hal itu terjadi lagi.

"Kalian tahu 'kan kalau aku takut buat ke tempat itu lagi," balas Dara sembari meraba gelas yang berisi susu di hadapannya.

Tiara yang melihat gadis itu yang kesulitan lalu membantunya dan mengatakan, "Tahu, Dar. Tapi kita ke sana rame, kok. Jadi nggak bakal terjadi apa-apa, Dar. Yakin sama aku!"

Dara mengambil gelas tersebut yang diberikan oleh Tiara. Meminumnya beberapa tegukan lalu membalas kembali ucapan gadis itu," Aku takut, Ra. Takut kejadian itu terulang lagi. Aku malu kalo ke sana, Ra."

Daren, Aldo dan Tiara yang mendengar ucapan gadis itu menghela napas pelan. Daren memegang kedua pundak gadis itu.

"Dar, kali ini tidak akan terjadi apa-apa, kok. Kami di sini buat kamu dan kamu tidak perlu takut," ujar Daren.

"Benar, Ra. Kami di sini selalu ada buat kamu, kamu tidak akan pernah sendirian lagi, Ra." Kali ini Aldo yang bersuara.

"Nah, denger tuh. Nggak bakal ada yang ganggu kamu, kami ada di sini sampai kapan pun itu, Ra. Jadi ayok kita ke sana, kamu juga butuh hiburan 'kan?" tanya Tiara.

"Aku tahu, tapi aku ke sana cuma sia-siain waktu kalian buat ngurus orang buta kayak aku, lagian aku nggak bakal bisa ngeliat kayak biasa." Entah mengapa, mereka tidak suka jika mendengar kalimat itu. Dara selalu saja merendahkan dirinya.

"Cukup, Dar. Cukup buat ngerendahin diri kamu, kami nggak suka dengar kalimat itu!" pinta Tiara dengan napas yang memburu.

"Aku bukan ngerendahin diri aku, Ra. Ini memang nyatanya," balas Dara.

"Dar, cukup! Jangan kayak gini! Kamu nggak sendirian dan nggak pernah sendirian!" Suara Daren terdengar sangat ketus dengan mata yang menatap gadis itu dengan tajam.

Dara hanya diam saja. Mendengar teman-temannya yang selalu ada buat ia-membuat gadis itu bersyukur. Namun, ucapan yang ia lontarkan tadi itu memang nyata adanya, bukan? Sang author kali ini memang tidak ingin dirinya terlihat selalu sempurna.

"Ya sudah, kita ke mall." Karena takut teman-temannya marah gadis itu terpaksa untuk ikut mereka ke sana.

Dara berusaha meyakinkan dirinya bahwa tidak akan terjadi apa-apa lagi seperti sebelumnya. Ia akan baik-baik saja nanti.

*****

Berada di keramaian membuatnya terasa dikucilkan. Kesepian yang kini menjadi bagian dari dirinya terlihat begitu menyenangkan. Berada di tempat ini hanya membuatnya merasa tidak percaya diri. Bayangkan saja, mata yang begitu indah, kini berubah dan membuatnya terjebak seorang diri. Tidak akan ada yang bisa baik-baik saja saat kehilangan sesuatu, bukan? Hal yang paling sulit adalah menerima kenyataan.

Sebenarnya tak perlu menghindar dari keramaian. Namun, begitulah manusia yang merasa tidak cocok ia akan berusaha untuk menghindarinya. Memang, untuk menerima dan mencintai diri sendiri sangat sulit dibandingkan mencinta orang lain. Itu adalah hal utama yang tak pernah bisa direkayasa.

Dara tidak tahu, ke mana mereka pergi. Yang jelas gadis itu hanya menyadari jika mereka justru sekadar cuma mengelilingi mall itu saja. Setiba keempat remeja itu lima belas menit yang lalu, entah mengapa tidak pergi ke time zone atau tempat lainnya yang berada di sana.

"Ini kita ngapain cuma keliling aja, sih?" tanya Dara dengan nada kesalnya. Ketiga temannya menghentikan langkah karena melihat ia yang diam di tempat sembari mengomel. "Ayo, kita pulang aja, kalo kayak gini bikin capek!" lanjut gadis itu lagi.

"Eeh ... jangan gitu dong, Dar. Biar nggak cape aja, meh dah kita beli minuman atau makan .... " ujar Tiara.

Dara terlihat jengah dengan semuanya. Sudah dua tahun lamanya ia menyandang sebagai seseorang yang tak bisa melihat. Kesulitan sudah menjadi bagian hidupnya. Tak bisa dipungkiri bahwa ia adalah gadis lemah yang hanya ingin dimengerti.

"Pliss kalian tahu nggak, sih? Yang kalian lakukan sekarang malah bikin aku ngerasa lemah banget!" Dara berteriak di tempat itu. Ia sudah muak dengan semuanya.

Gadis itu capek. Tiap malam yang ia habiskan hanya menangis saja, tak seorang pun tahu bagaimana rasanya menjadi ia. Kehilangan orang tua yang begitu menyayangi dirinya adalah sesuatu paling menyakitkan. Hidupnya memang sangat sempurna dari awal dan entah kenapa di part-part terakhir--semestanya malah terlihat buruk.

Dara memang terlihat seperti menerima dirinya yang sekarang. Namun, apa kalian tahu sebagaimana ia melewati semua hal mengerikan itu? Tidak, bukan?

"Tahu nggak, sih? Aku capek sama semua hal yang ada di diri aku. Aku nggak mau hidup kayak gini, a ... aku mau hidup aku normal kayak kalian." Entah mengapa kalimat itu membuat air matanya jatuh tiba-tiba. Untuk ke sekian kalinya-- gadis itu menangis di depan mereka. Terlebih ini di tempat umum, tetapi masa bodoh dengan semuanya.

Ketiga temannya hanya mendengarkan saja. Seperti memberi peluang kepada gadis itu untuk mengeluarkan unek-unek yang ada di hatinya. Tidak apa-apa jika sedang berada di tengah keramaian mall yang terpenting mereka tahu apa yang gadis itu inginkan dan tidak. Berbagai kalimat yang mengganjal di hati ia keluarkan. Mendengar helaan napas Dara ketika selesai berkeluh--mereka lalu mendekati gadis itu dan memeluknya erat.

"Dar, kamu tahu? Udah sering 'kan kami bilang kalau kamu tidak akan pernah sendirian? Itu memang benar, Dar. Kamu tidak akan pernah sendirian," bisik Daren pelan ketika masih berada di pelukan Dara dan kedua temannya.

"Daren benar, Dar. Kami mengucapkan kalimat itu benar adanya, kami selalu ada buat kamu, aku nggak suka ketika kamu selalu bilang bahwa kamu sendirian, Dar." Kali ini yang berbisik adalah Aldo.

"Kali ini giliran aku yang ngomong, Dar. Kamu masih menjadi sosok sempurna di mata kami, mau kamu capek atau tidak, kami minta tolong untuk terbuka sama kami, apapun itu, Dar," bisik Tiara.

Mereka semakin berpelukan dengan erat tanpa sadar bahwa setiap pasang mata yang melewati kini mengarah ke arah mereka.

"Dar, untuk ke sekian kalinya, kamu tidak pernah sendiri dan tak akan pernah sendiri," ujar Daren.























Kamis, 7 Juli 2022

LANGIT YANG TERSELIP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang