19. "Caca yang dighosting, Pa"

208 39 0
                                    

Tiba-tiba ada telepon masuk dari “Wildan” namun Icha tak bisa mengangkatnya. Ia masih menatap telepon itu. Ia mencoba untuk mengangkatnya. Namun, tangannya licin akibat membersihkan air matanya. Handphonenya terjatuh kembali ke tanah.

“Nggak ada hal benar yang bisa ku lakukan, ha.” Icha menangis sambil melirik handphonenya yang terjatuh. Disisi lain Wildan mendengar tangisan Icha.

“Icha kamu nggak papa?” tanya Wildan dengan sedikit khawatir. Namun, pertanyaan Wildan dari teleponnya tidak terdengar oleh Icha. Ia masih sibuk menangis sambil terduduk ditanah.

“Ku kira ini nggak sakit, ku kira ini benar-benar ngga sakit. Tapi, ini benar-benar menyakitkan hatiku. Sakit, sakit banget. Sakit sampai aku nggak sanggup untuk merasakan ini.” Icha menangis tersedu-sedu tanpa paham bahwa Wildan mendengar segala percakapan yang ia lontarkan. Padahal Wildan berniat menelpon karena beberapa alasan mengenai hal kampus yang dibicarakannya bersama Pak Eko sebelumnya.

“Wildan, ah.. ini menyakitkan.” Icha masih memanggil nama Wildan disela-sela tangisannya. Wildan hanya tertegun mendengar penuturan Icha. Ia tak bisa mendengarkan itu lebih lama lagi. Hatinya ikut terbesit dan menyakitkan.

Maaf, Cha. Saya terpaksa begini juga untuk kamu. Demi kamu, kamu tahu kenapa kita selalu bertengkar? Karena kita tak cocok. Kita tak pernah berada di posisi yang baik. Kita selalu bertengkar dan bertengkar. Cha, jangan terus menerus menangis karena saya. Saya harus apa jika kamu masih menangis karena saya? Lakukan hal yang bisa kamu lakukan. Jangan terus menerus memikirkan saya yang gila dan brengsek ini. Kamu harus bisa bahagia, Hasan jawabannya.” Wildan membatin menjawab segala hal yang diucapkan Icha.

“Dan, lelaki gila. Lelaki gila yang benar-benar gila. Bagaimana bisa kamu masih terngiang dikepala saya? Kamu masih berkeliling di kepala saya. Ha, apa yang kau lakukan pada saya? Kamu tidak berminat untuk pergi dari saya?” Icha masih sesegukan dengan menangis didepan halaman rumahnya. Ia tak perduli dengan anak komplek yang keluar dan lewat. Ia kemudian mencoba masuk kedalam rumahnya.

------ 

“Saya batal nikah,” Pungkas Caca sambil duduk di sofa sembari dilirik oleh seluruh keluarganya. Ditambah didengar oleh Wildan yang baru saja turun dari kamarnya.

“Kenapa? Padahal nggak ada masalah? Undangan sudah disebar, segala sudah dipersiapkan. Bagaimana bisa kamu batal nikah? Membatalkan menikah apakah seperti membatalkan melamar pekerjaan? Jangan memalukan keluarga Baskara.” Tegas Shiwa yang menaruh koran yang tengah ia baca demi mendengarkan apa yang anak gadisnya itu ucapkan.

“Saya, saya yang membatalkan pernikahan ini dengan Rey. Saya yang membatalkan segalanya tadi, saya yang memutuskan segalanya tadi.” Ucap Caca tanpa rasa bersalah. Pandangan nya masih ke arah depan. Bagaimana bisa wanita yang selalu bucin ini langsung membatalkan segala pernikahannya dengan tiba-tiba?

Ameena yang begitu kesal, langsung memukuli Caca menggunakan bantal. Sementara Shiwa yang kesal langsung membanting koran itu diatas meja dan pergi meninggalkan lokasi yang ada Cacanya.

Semuanya bubaran. Sedangkan Caca masih terduduk diatas sofa dengan berdiam diri. Ia menonton acara televisi anak-anak Spongebob Squarepants. Ia tersenyum sambil meneteskan beberapa air mata.

“Kau tak bermasalah pasti. Pasti ada alasan lain kenapa kamu mencampakannya,” Ujar Wildan yang duduk disebelah Caca sambil memberikan Tteokbokki pedas yang ia beli di K-Shop.

“Tidak ada, ini semua salahku.” Ucap Caca sambil tersenyum. Ia masih menonton tanpa melirik Wildan yang masih berdiri disampingnya. Tak lama kemudian Wildan masuk kedalam kamarnya. Caca berjalan ke arah dapur, ia masih memakan Tteokbokki pedas yang diberikan Wildan tadi kepadanya. Ia menangis karena baginya makanan itu benar-benar pedas baginya.

ALEANO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang