38. "Aku kacau tanpamu, Cha."

293 43 0
                                    

Hasan meletakkan bunga tersebut disebuah kuburan dengan tulisan nama 'Annisa Asyifa Bakhrie' itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hasan meletakkan bunga tersebut disebuah kuburan dengan tulisan nama 'Annisa Asyifa Bakhrie' itu. Wildan sudah tidak berada dilokasi. Ia bisa menangis bebas di lokasi pemakaman. Tak ada siapa-siapa disana, selain dia dan Icha. "Kamu kesepian ya?" Hasan tersenyum. Ia mulai berdiri sambil menatap batu nisan itu dengan perasaan sedikit menghela nafas.

"Hari ini, lelaki yang sangat kau cintai itu menangis melihat kepergianmu. Kau memberikan hadiah kepergianmu berupa hujan? Kau tidak ingin memberikan bintang sebagai kado spesial darimu untuk Dan?"

"Icha,"

"Kau pasti tengah tersenyum diatas sana. Saya kehilangan arah hidup saya, tidak bisakah kau memberikanku juga kado spesial untuk hidup saya?" Hasan melamun. Ia mengeluarkan bungkus rokok. Ia ingin merokok disana tapi dia sadar bahwa Icha tak menyukai bau rokok ataupun dia merokok.

Hasan menghela nafas panjang.

"Cha,"

"Hah," Hasan menghela nafas berat.

"Saya mencintaimu."

Kata-kata itu keluar dari mulut Hasan. Ia masih menatap batu nisan itu dengan perasaan yang sangat kacau, matanya berkaca-kaca. Bisa dipastikan saat ini Ia tengah berduka dan merindukan tunangannya itu.

----

Kukuruyukkkk! Kukuruyukkk!

Suara ayam sudah membangunkanku. Aku tertidur begitu pulas, hingga tanpa sadar tak ada satu pun orang di rumah. Aku terduduk sembari tertawa kesal. "Hahaha, mimpinya kembali terulang."

Aku tak bisa mengalihkan pandanganku. Aku segera bangkit dari sofa, terasa badanku begitu pegal setelah tertidur di sofa cukup lama. Melihat sekeliling sembari membereskan baju dan botol minuman yang tengah berserakan.

Kuperhatikan ada 5 tumpuk buku yang sudah berada di atas meja rumahku. Ya, buku-buku itu adalah buku yang sudah ku selesaikan. Aku mengambil satu buku yang berada paling atas diantara tumpukan-tumpukan buku itu. "Bintang untuk Wildan," Aku bergumam sembari berjalan ke arah sofa. Membawa segelas teh hangat yang sudah disiapkan oleh bibi yang suka membersihkan bagian dapur sekali sehari.

Aku menaruh gelas teh ku dengan begitu perlahan. Kuhidupkan televisi yang tak pernah ada siaran bagus, cukup lama ku pandangi foto yang berada di atas televisi. "Kau senang kan bertemu dengan Baginda Rasulullah?" Aku tertawa geli, seharusnya aku yang menemui Nya lebih dulu.

Aku menggelengkan kedua kepalaku sambil menghela nafas. Mulai perlahan duduk di sofa. Kuperhatikan kearah luar rumah, untungnya rumahku memiliki dinding kaca. Jadi, Aku bisa melihat halaman yang sudah rusak merusak oleh rombongan teman gila yang pernah kerumahku.

"Senang ya? Sudah tidak merasakan jantung yang sakit lagi," Aku mengucapkan hal itu dengan begitu sendu. Mataku tak bisa ku buka dengan besar, aku benar-benar merasa lelah saat ini.

ALEANO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang