32. "Iya, aku mencintaimu, Hasan Darmawan. Puas?"

231 45 1
                                    

2 Januari 2019.

Hasan sudah mondar-mandir didepan kamarnya. Farhan yang melihat hal itu hanya menggeleng. "Sudah bersih lantai kau sapu dengan kakimu."

Hasan menoleh ke asal suara. Ia segera bertanya ke Farhan. "Apa kau tau Icha dimana saat ini?"

"Mbak Icha? Siapa?"

"Ah iya, kamu nggak kenal. Yaudah. Terima kasih." Jawab Hasan yang langsung berlari keluar rumah.

Farhan hanya menggeleng tak paham dengan apa yang terjadi. Ia melihat Wildan baru keluar dari kamar mandi. "Oh iya Mas. Mas tau dimana Mbak Icha saat ini?" Wildan yang mendengar itu kebingungan. Dia bahkan tak pernah chattingan dengan Icha. Bagaimana dia bisa tahu dimana Icha? Dia bahkan bukan cenayang. "Mungkin dirumahnya. Lagian ini liburan. Mau dimana lagi dia?"

Sementara ditempat lain, Hasan sudah berjalan menuju ke lokasi perumahan Icha. Ia tak melihat Icha keluar. Rumahnya tampak sepi. Bahkan handphone milik Icha mati. Ia hanya takutnya Icha masuk rumah sakit sejak terakhir kali nomornya tak aktif.

Hasan ingin menarik gigi mobilnya, namun. Icha keluar dari rumahnya bersama anak-anak. Bisa dipastikan ia habis mengajar anak-anak tajwid atau mengaji.

Hasan berjalan masuk kedalam pekarangan rumah Icha perlahan. Anak-anak menyadari itu. Mereka semua berlari mendekati Hasan. "Mas.."

"Acan?" tanya Icha pelan. Ia menatap Hasan dengan kebingungan. Sungguh hal yang tak terduga bisa melihat Hasan dihari libur. Ada apa gerangan?

"Saya hanya mampir. Lagian, kenapa handphonemu mati. Kan saya jadi khawatir." Ucap Hasan menghela nafas. Ia sudah berada didekat Icha dengan ditarik anak-anak.

"Saya hanya ingin fokus mengajar. Makanya handphone saya matiin sejak pagi. Maaf jika itu malah membuatmu khawatir." Jawab Icha.

"Tidak apa-apa." Jawab Hasan. Ia kewalahan karena anak-anak sudah menariknya untuk bermain. Mau tak mau Hasan bermain bersama anak-anak. Ia menendang bola dan melempar bola ke arah anak-anak. Icha dan Elina membereskan bekas makanan anak-anak.

"Itu Nak Hasan, kan?" Tanya Faisal.

Icha hanya mengangguk.

"Melihat dia bermain dengan anak-anak terlihat ia begitu baik. Anak baik-baik." Ujar Elina.

"Icha, kalau kamu dilamar oleh dia, apa kamu menerimanya?" tanya Faisal tiba-tiba.

Icha belum menjawab. Hatinya masih bingung, antara Hasan atau Wildan? Mana yang benar-benar dia inginkan. "Jangan menunda lagi. Kamu sudah dewasa dan bisa menentukan."

"Nanti akan Icha pikirkan hingga harinya tiba," jawab Icha masih membereskan barang-barang bekas dia mengajar mengaji anak-anak.

----

Jam sudah menunjukkan Pukul 20.00 Wib. Sedangkan Hasan masih berada dirumah Icha. Ia tampak kelelahan akibat mengajak anak-anak bermain. Ia juga membantu Faisal memotong beberapa kayu sore tadi. Hasan sudah terbaring di sofa milik Icha sambil memijit kakinya. Icha membawa kan teh hangat ke Hasan.

"Lagian, kamu kenapa harus kerumah saya? Sudah tau kalau akhir liburan setiap rumah pasti akan sibuk. Sibuk mengejar target, sibuk membenarkan sesuatu dan sibuk Istirahat." Jawab Icha.

Hasan hanya tertawa, Ia tak merasakan hal-hal yang diucapkan oleh Icha.
"Saya bahkan tak tahu bagaimana rasanya itu semua. Saya dari umur 8 tahun sudah mandiri."

Icha mulai duduk di sofa. "Apa yang terjadi?" Icha tiba-tiba refleks bertanya. "Eh, maaf. Maaf, saya tak akan menanyakan hal pribadi jika kamu tidak nyaman."

ALEANO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang