22. "Flashback Masa Lalu Wildan."

185 39 0
                                    

FLASHBACK ON

Beberapa tahun yang lalu, Caca dan Wildan masih kanak-kanak. Mungkin Wildan masih berumur 7 tahun. Sedangkan Caca berumur 8 tahun. Mereka berdua hanya berbeda setahun. Wildan bermain sepeda seperti anak biasanya. Karena Wildan benar-benar nakal, banyak sekali anak-anak yang seringkali mengajaknya bergulat dan bertarung. Karena beberapa perkataan Shiwa, Wildan bahkan tak berani untuk melawan anak-anak yang sudah merudungnya. Karena dia tak mau dimarahi Papanya karena sudah bertindak layaknya Preman.

Wildan menjatuhkan sepedanya di bawah pohon besar. Ia melirik sekeliling pohon besar itu untuk mencari beberapa daun dan bunga. Namun dia tak menemukan apa yang ingin ia cari. Ketika kembali ke atas, ia melirik sepedanya sudah di terjang oleh anak-anak nakal komplek sebelah yang benar-benar takut kalah saing dengan Wildan. Wildan yang melihat itu segera berlari mendekati mereka dan mengatakan: "Hey, kalian benar-benar gila. Bagaimana bisa sepedaku dihancurkan begini! Aku akan mengadukan kalian pada Ayah kalian."

Mereka bertiga hanya tertawa melihat Wildan yang hobbynya mengadu. "Dasar anak Mama Papa, hobbynya cuman ngadu dan ngadu. Cemen huuu." Ejek salah satu dari ketiga anak nakal itu. Mereka bertiga adalah Andre, Dedi, dan Naufal.

Wildan yang kesal dengan ucapan lelaki itu segera memukul lelaki itu. Lelaki yang bernama Andre itu tak terima dengan perlakuan Wildan. Ia segera memukul kepala Wildan dengan tinjuannya hingga Wildan menangis.

"Uuu, Wildan. Sekarang hari kamis, ayah Wildan jualan kumis." Ejek Dedi yang membuat Wildan semakin menangis.

Ya memang benar. Wildan memang melawan sewaktu kecil, ia adalah preman di komplek RT 02 namun dia juga mudah menangis. Mudah marah dan mudah menangis. Itulah deskripsi Wildan ketika berumur 7 tahun.

Tiba-tiba seorang wanita berlarian mendekat kearah Wildan. Ia adalah Caca. Caca segera berlari mendekati Wildan dan membersihkan air mata yang berjatuhan.

"Apa ini? Siapa gadis jelek ini?" ejek Naufal dengan ketawa mengejeknya yang khas sekali.

Caca yang dikatakan jelek tersebut langsung memberikan respon. Ia mencari kayu disekeliling tempat dia berdiri. Akhirnya dia menemukan nya. Ia segera berlari hendak memukul Naufal. Namun, Gedebug. Naufal sudah terjatuh sambil memegang kepalanya. Caca yang melihat itu langsung kaget. "WILDAN!" teriak Caca dengan kesal yang membuat Wildan semakin menangis kencang sambil menjatuhkan batu yang dia pegang.

Caca segera berlari mendekati Naufal. Naufal sudah meneteskan banyak darah dibagian kepalanya. Caca segera menutup lukanya dengan menyatukan kulitnya yang terbuka. Caca menyuruh anak lainnya untuk membawa Naufal ke tempat Bidan untuk diberikan jahitan atau pertolongan utama.

Belum sampai di tempat Bidan. Ali sudah berada dilokasi. Ali merupakan ayah kandung dari Naufal. Ia segera menolong Naufal. "Nak, kamu kenapa?"

Caca kaget dan takut. Ia menoleh kearah Wildan. Wildan sudah gemeteran dan ketakutan. "SIAPA YANG MEMBUAT ANAK SAYA BERDARAH!" terdengar suara Ali menggelegar dan membuat Caca tersentak kaget. Caca langsung mengambil batu yang dipegang oleh Wildan tadi dan menyembunyikan nya dibelakang badannya.

"Kamu bocah ingusan?" tanya Ali ke Wildan yang masih menangis. Caca masih membela adiknya.

"Saya."

Ali menoleh ke asal suara. Gadis pendek dan jelek itu ternyata Caca. Caca yang membuat anaknya terluka? Yang benar saja, masa anaknya kalah sama seorang wanita? Ali hanya tertawa geli. "Ini benar-benar konyol. Bagaimana bisa bocah ingusan ini membuat anak saya terluka?!"

Shiwa sudah berjalan mendekat ke lokasi karena sudah diberitahu soal masalah ini. Naufal segera dibawa ke Bidan. Mereka semua sudah berdiri diluar rumah Bidan Desy.

"Anakmu benar-benar kurang ajar, bagaimana bisa?! Bagaimana bisa anak mu ini tidak punya tata krama dan diajarkan yang tidak benar semua." Ujar Ali penuh kebencian dengan Caca.

"Namanya juga anak-anak. Seharusnya tanyakan lagi kepada anaknya, kenapa bisa anak saya melakukan hal itu? Mereka tidak akan melakukan hal itu secara percuma. Pasti ada alasan disetiap tindakan yang dilakukan oleh anak-anak." Jawab Shiwa.

"Makanya ajarkan anakmu buat nggak melakukan hal yang bisa menyakiti orang sekitar. Jika ingin melihat bagaimana sikap orangtuanya, lihatlah sikap anaknya. Jika anaknya sudah melakukan yang buruk, artinya mereka sudah diajarkan dengan sangat buruk." Ali emang sangat suka sekali untuk menjatuhkan tetangga ataupun warga disekitarnya. Ali terbilang tak mau disalahkan. Begitupula Shiwa, ia memilih lawan yang salah.

"Ajarkan anakmu agar tidak memancing keributan seperti dirimu." Jawab Shiwa dengan ketus yang kemudian mendekati Wildan. Ia membersihkan kotoran diwajah Wildan. Tatapannya masih tertuju ke Caca, baginya ini semua adalah ulah Caca. Wildan tak mungkin melakukan hal itu.

"Kamu pulang dulu ya, Nak. Papa masih ada urusan disini." Shiwa tersenyum sambil mengelus kepala Wildan lembut.

Wildan pun pulang bersama dengan Caca. Shiwa masih menunggu hingga proses penjahitan luka dikepala Naufal selesai. Setelah selesai, Shiwa sudah berada dirumahnya. Ia duduk disofa dengan begitu kesal. Seandainya terjadi sesuatu yang lebih terhadap Naufal. Bisa-bisa riwayat karir dan wibawa dirinya hilang begitu saja.

Caca masih belajar didalam kamarnya, sedangkan Wildan masih mengintip apa yang sedang Papanya lakukan. Wildan ingin mengatakan bahwa segala penyebab kekacauan ini adalah ulah dirinya. Namun, langkahnya terus saja terhenti.

Tiba-tiba Caca dipanggil keruang tengah, Wildan masih mengintip dari balik pintu kamarnya sedikit. Shiwa sudah memegang rotan. Ia juga menyuruh Caca untuk berdiri didepannya dengan menarik roknya sedikit sampai keatas lutut. Shiwa sudah memukul kaki Caca dengan rotan tadi, Wildan yang melihat itu langsung ketakutan setengah mati. Ia juga mendengar Shiwa berteriak ke Caca. Ia juga sampai memukul Caca dengan sapu hingga patah. Caca hanya menangis. "Pa, Caca nggak akan melakukan hal ini lagi. Caca berjanji, Caca janji nggak akan melakukan hal ini lagi."

Shiwa masih memukuli Caca dengan meneteskan air matanya. "Papa tidak pernah mengajarkanmu untuk melukai orang lain. Tapi, kenapa? Kenapa kamu melukai orang lain? Kenapa? Ayo jawab! Kenapa?" Caca tak bisa menjawab karena ini semua adalah kesalahan yang dilakukan Wildan. Dia tak mau membuat Wildan dipukul, dimarahi dan tidak dimanja seperti biasa. Itu adalah alasan Caca mengatakan ini semua kesalahan dirinya.

Caca masuk kedalam kamarnya dengan kaki yang penuh dengan memar kemerahan. Ia masih menangis sesegukan. Caca kecil menutup pintu kamarnya perlahan dan dia segera berjalan menuju ranjangnya. Tak lama kemudian matanya terlelap karena sudah terlalu lelah untuk menangis.

FLASHBACK OFF

Caca tersenyum sembari memeluk erat Wildan. Ia mencoba untuk tetap tegar walaupun ia benar-benar tak mau membuat adik lelakinya itu tersakiti.

-----

ALEANO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang