40. End.

411 51 3
                                    

[ Untuk mencapai detik ini, sungguh penuh perjuangan. Sungguh melelahkan karena melewati rintangan demi rintangan. Cha, saya harap kau bahkan bisa tidur dengan nyenyak. Al-fatihah akan selalu teruntai untukmu. ]

Hai. Saya tidak berharap banyak. Ini hanyalah kisah yang tertutup rapat sejak lama. Bahkan sampai detik ini saya masih mengabadikan namanya di seluruh karya saya. Saya tidak meminta banyak hal. Tolong bantu saya menjadi lebih baik lagi. Minimal mohon bantu saya untuk membangun apa yang ingin saya bangun. The Truth Official.

Saya sangat berterima kasih kepada Bapak Faisal yang sudah mengizinkan saya untuk post cerita tentang anaknya. Kepada jajaran teman saya yang tidak masalah namanya diabadikan dalam sebuah buku/cerita.

Saya juga berterima kasih kepada Papa dan Mama yang mendukung saya penuh. Hingga saya tidak terlalu berlembur.

Saya sangat berterima kasih kepada Teteh saya, Teh Caca yang mampu bertahan dan membantu saya sampai proses cerita ini berakhir selesai.

______

Wildan POV

Setelah Teteh pergi. Aku bersiap-siap untuk menuju ke lokasi pemakaman. Memakai setelan yang serba hitam, memasang arloji dipergelangan tanganku. Memastikan semuanya sudah rapi.

"Mochi mau ikut ke tempat nonamu?"

Mochi hanya memutar-mutar dan mengelus wajahnya di sekitar kakiku. Aku tertawa geli melihat tingkahnya. Ia adalah kucing jenius yang paham dengan perkataan manusia. Tapi kenapa manusia bahkan tak pernah paham jika diberitahu ya? Aku menggelengkan kepalaku tak mengerti dengan jalan kerja dunia.

"Ayo Mochi. Kita pergi."

Aku sudah masuk kedalam mobil milikku. Mochi sudah anteng duduk disebelahku sambil memperhatikan sekeliling kaca mobil. "Kau gugup?"

Aku melajukan mobilku untuk segera menuju ke lokasi pemakaman umum itu. Dijalan aku berhenti sebentar untuk membeli bucket bunga dan beberapa bunga tabur.

"Berapa total?" Tanyaku.

"200 Mas."

"Mahal banget 200 Emas." Aku pura-pura kebingungan.

"Eh maksudnya 200 ribu, Mas."

"Hahahaha. Ambil saja lebihnya untuk donasi." Aku memberikan 250k. Kemudian segera masuk kembali ke dalam mobil. Namun, "Mochi?"

Mochi hilang. Sungguh, dia tadi didalam mobil.

"Mochi?" Aku turun kembali dari mobil dan mencari sekeliling. Aku tak melihatnya lagi. Kemana dia?

"Cari apa mas?" Tanya seorang wanita. Aku langsung melirik ke asal suara.

"Hah, Alhamdulillah kamu disini." Jawabku seketika ketika melihat Mochi sudah berada digendongan orang. Aku menatapnya. "Kamu?"

"Ini kucingnya." Jawab wanita itu sembari memberikan kucing itu kepadaku.

"Kabar baik?" Tanya nya.

"Alhamdulillah." Jawabku. "Ada hal apa disini?"

Dia menggeleng dan mengatakan bahwa tak ada yang dia lakukan disini. Hanya sekedar refreshing.

"Mas mau kemana?"

"Saya ada urusan, Sakinah."

"Oalah. Silakan lanjutkan Mas." Dia mempersilakan.

Saya pun langsung menggendong Mochi masuk kedalam mobil. "Mochi jangan aneh-aneh, kamu tau saya keliling mencarimu hah?"

"Yaongg.." Mochi hanya baring dibangku yang sudah disediakan untuk kucing didalam mobil. Ia memejamkan matanya.

"Saya pergi ya Sakinah. Wassalamualaikum." Pamitku pada Sakinah. Iya, dia sakinah. Guru baru yang kupekerjakan di pesantren milikku. Ia menjawab salamku dan aku segera menginjak pedal gas menuju lokasi utama.

ALEANO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang