21. Jalan-jalan?

195 17 2
                                    

Selamat membaca

Vote dan komen

✍️✍️

"Siapa disini yang tidak sabar pelajaran matematika?"

"Saya Bu!" sorak semangat murid-muridnya.

"Wah bagus, coba siapa disini yang sudah hapal perkalian?!"

"Saya Bu!" Sorak semuanya kembali sambil mengacungkan jari telunjuknya.

"Pada hebat, Alhamdulillah. Siapa yang mau maju duluan?" Lirikan semua murid saling pandang satu sama lain. Seketika kontak batin di mulai.

"Kenapa ini, katanya sudah hapal kenapa sekarang engga mau maju."

Ciyut engga tuh. Semangat membara tapi malu melanda, hahaha.

"Bu guru saya mau ke kamar mandi dulu ya," izin Fatir.

"Alasan lama," batinya.

Sorot matanya langsung tertuju pada Fatir, ia melihat Fatir sangat gugup sampai kakinya bergetar hebat. Baiklah kita balas perbuatan Fatir selama ini. Jarang-jarang dirinya jahil pada Fatir. Biasanya dirinya lah bahan bercandaan Fatir.

"Mau ke toilet? Tapi----" Fatir mengangguk.

"Maju dulu ke depan, baru Ibu guru kasih izin. Gimana?" Alisnya naik turun.

"Ibu! Tapi kan?" Wajahnya seketika pucat pasi. "Tidak ada penolakan, yasudah kalau tidak mau, engga usah ke toilet."

Seketika Fatir mendadak lesuh dan sorot matanya tertuju pada ibunya yang sedang mengintip di jendela luar, seakan-akan meminta pertolongan, tapi Alhamdulillah ya Ibunya hanya acuh menyebabkan Arumi tertawa senang.

"Bagaimana Fatir?"

"Bunda! Tolong bantu Fatir, rasanya pengen hilang dari sini."

"Kenapa Fatir, apa kamu masih mendengar Ibu?"

"Mendengar Bu!"

Hentakan demi hentakan kaki Fatir melangkah ke depan. Menghampiri Arumi yang sedang cengegesan membuat Fatir kesal terhadap gurunya. "Awas kau Bu! Akan ku balas perbuatan Ibu," gerutunya.

"Baiklah kasih tepuk tangan semuanya untuk Fatir."

Hore...

Hore...

"Hmm, baiklah akan kutunjukkan kepintaran ku," sombongnya dalam hati.

Semua pasang mata tertuju padanya. Ya jelaslah wong dia di depan, hahhaha.

Sedangkan ibunya Fatir hanya cengengesan tidak lupa merekam kejadian tersebut.

"Semangat Fatir!" sorak Fadillah, cewek cantik yang sering di goda oleh Fatir. Asik asik.

Arumi menyenggol bahu Fatir. "Ekhem! Udah di semangatin tuh, masa engga semangat," bisiknya.

"Ibu!"

Arumi cengengesan. "Baiklah anak-anak kita dengarkan temen kita Fatir, yang akan menghitung perkalian tiga."

"Ibu, itu kan belum di ajarin," lirihnya pilu.

"Sengaja, hahaha."

Arumi mundur, meninggalkan Fatir di depan lalu merekam dengan ponselnya di meja paling belakang.

Tertutup Gengsi (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang