Part 27

236 30 1
                                    

Aiden melirik Aisyah. Namun, matanya langsung menatap ke depan, ketika Aisyah menatap Aiden balik.

"Jangan curi-curi pandang kayak gitu, kamu mau bilang apa?" tanya Aisyah, yang lelah melihat sikap Aiden sedari tadi.

Aiden terkekeh. "Gapapa, gue suka aja ngelihat wajah lo."

Aisyah berdecak kesal. "Jangan lihatin, kita belum sah! Nanti aku ikut dosa."

Sudut bibir Aiden berkedut. "Yaudah, nanti bakalan gue pinang, tenang aja."

Aisyah memukul pundak Aiden, membuat laki-laki itu terkejut. "Hei, kenapa?"

"Jangan buat aku berharap terlalu tinggi ya," ujar Aisyah sedikit kesal.

Aiden terkekeh kecil. "Bisa kok, kalau gue pindah ke Agama lo--"

"Gak! Jangan pindah ke Agama aku, hanya karena kamu cinta sama aku," jawab Aisyah cepat.

Aiden langsung bungkam, dengan kata-kata Aisyah.

"Udah deh, jangan bahas itu lagi," lirih Aisyah.

"Harus dong, ini tentang masa depan kita, Syah."

Aisyah menghembuskan napas, dia tau apa maksud perkataan Aiden barusan. Tapi, jika membahas tentang hubungan mereka, itu bisa membuat hati Aisyah tidak baik-baik saja.

"Syah, kalau gue dan lo gak bisa bersama. Gue ikhlas kok, lo sama Aska," ujar Aiden.

Aisyah tersentak kaget dengan kata-kata Aiden, dia langsung menoleh kepada Aiden. Aiden tersenyum tipis, dia ikut menatap Aisyah.

"Kamu menyerah gitu aja, gak ada niatan buat perjuangin aku?" tanya Aisyah lirih.

Aiden menjadi gelagapan, dia langsung menggeleng dengan keras. "Gak lah, gue sama sekali nggak bilang bakalan nyerah, gue bakal berusaha buat berjuang. Tapi, seandainya kita memang gak bisa, gue harap lo bisa bersatu sama Aska."

Aisyah menghembuskan napas dalam-dalam, sebenarnya ada rasa tidak suka di hati Aisyah, ketika Aiden berkata seperti itu.

"Aska juga lagi berjuang Den, dia berjuang buat meluluhkan hati aku kembali," gumam Aisyah.

Aiden tersenyum simpul. "Gue juga lagi berusaha, gue bahkan melibatkan Tuhan gue, di perjuangan ini. Tapi, gue gak yakin ini bakalan berhasil--"

"Kenapa kamu gak yakin?"

Aiden mengalihkan wajahnya ke arah lain, laki-laki itu menatap sendu langit yang berwarna biru cerah. "Gue gak yakin aja," lirih Aiden.

Aisyah menunduk dalam, kenapa rasanya semenyakitkan ini, mengingat mereka tidak akan bisa bersatu.

"Perasaan kita memang sama. Tapi, sampai kapanpun, kalung Rosaria gue, gak bakalan bisa bersatu dengan tasbih lo."

Aisyah menarik napas dalam-dalam, merasakan goresan luka di hatinya, mendengar penuturan Aiden barusan.

"Lo sangat mencintai Tuhan lo. Begitu juga dengan gue. Dan mustahil buat kita meninggalkan Tuhan kita, hanya untuk dapat bersatu."

Aisyah berdiri dari duduknya, dia tersenyum lebar kepada Aiden. "Udah, jangan bahas itu lagi, hari ini mau bersenang-senang kan."

Aiden tersenyum kecut, dia mengangguk pelan.

"Yuk, kita pulang!" seru Aisyah.

****
"Darimana aja, Syah?"

Baru saja Aisyah hendak masuk ke kamar, suara Ummi sudah terdengar jelas. Aisyah menoleh ke arah Umminya, disana Ummi sidah berdiri dengan Al-Qur'an yang dia pegang.

"Dari taman," jawab Aisyah.

"Ketemu Aiden?" tanya Ummi lagi.

Aisyah mengangguk, Ummi menghela napas kasar. "Aisyah sekarang nggak nurut lagi ya, nggak mendengarkan perkataan Ummi lagi," ujar Ummi.

Aisyah terkejut, gadis itu langsung menggeleng. "Gak gitu Um--"

"Ummi udah bilang kemarin, jauhin Aiden. Nyatanya, Aisyah nggak mendengarkan perkataan Ummi, Aisyah tetap jalan sama Aiden."

Aisyah menghampiri Umminya, gadis itu memeluk wanita paruh baya itu. "Beri Aisyah waktu Ummi, Aisyah pelan-pelan bakalan menjauh dari Aiden," bisik Aisyah.

Ummi melepaskan pelukan Aisyah, wanita itu menyerahkan Al-Qur'an yang dia pegang, kepada Aisyah. Aisyah yang bingung, mengambil Al-Qur'an itu.

"Ingatlah satu hal, Aisyah. Sampai kapan pun, Al-Qur'an tidak akan bisa bersatu dengan Kitab Injil."

Kembali hati Aisyah tergores, kata-kata yang semua orang ucapkan terlalu menyakiti dirinya, banyak orang yang menasehatinya dengan kata-kata menyakitkan itu. Dan sekarang, dia juga kembali medengarkan kata-kata menyakitkan itu dari Umminya.

Aisyah mengangguk-angguk, bibirnya tersenyum tipis. "Aisyah tau kok Ummi, Ummi tenang aja. Aisyah sama sekali tidak ada niatan untuk menikah dengan Aiden."

"A--"

"Aisyah masuk kamar dulu, Ummi istirahat ya." Aisyah langsung berlari memasuki kamarnya.

Tubuh Aisyah, langsung terduduk lemas di lantai, air mata yang sedari tadi dia tahan, akhirnya meluncur bebas. Gadis itu membekap mulutnya, ketika suara isakan itu terdengar jelas.

Lelehen air mata Aisyah, mengalir deras. "Sangat menyakitkan, tolong jangan pernah berkata seperti itu lagi, aku tau dan sadar, tidak perlu sampai mengatakannya berkali-kali," racau Aisyah.

****
Aska menengadahkan tangannya, air mata turun membasahi pipinya. "Ya Allah, engkau adalah maha pengasih lagi maha penyayang, engkau adalah Tuhan yang membolak-balikkan perasaan. Ya Allah Ya Rabb, sesungguhnya Hamba sangat mencintai seorang gadis, bernama Aisyah Hadirah Nazifa. Hamba meminta kepadamu Ya Allah, tolong kembalikan perasaan Aisyah yang hilang, tolong isi kembali hatinya dengan Nama Hamba, maafkan Hamba yang terlalu memaksa, Hamba berharap, engkau tidak murka terhadap Hamba," lirih Aska.

Air mata masih mengalir dengan deras, di pipi Aska. Doa yang dia panjatkan kali ini, benar-benar terasa menyakitkan. Aska takut, Allah tidak ridho dengannya, karena meminta gadis sebaik Aisyah, untuk menjadi Makmumnya kelak. Namun, Aska bersungguh-sungguh mencintai Aisyah, sangat mencintai gadis itu, itu sebabnya, Aska berani meminta kepada penciptanya.

Sunyi, hanya terdengar isakan Aska. Di sepertiga malam ini, Aska berulang kali berdoa dengan ucapan yang sama seperti sebelumnya. Tidak lupa juga, laki-laki itu mengirimkan surah Al-Fatihah untuk Aisyah.

Aska mengusap air matanya. "Maaf Ya Allah, Hamba terlalu meminta banyak kepadamu, sesungguhnya Hamba sangat malu memintanya kepadamu," lirih Aska.

"Abang." Suara lembut terdengar di telinga Aska.

Pintu kamar Aska dibuka, Aska tidak berbalik, laki-laki itu mengusap air matanya, dengan sorban yang ada di bahunya.

Grep...

Pergerakan Aska terhenti seketika, ketika pelukan hangat terasa jelas di punggungnya.

"Bunda," lirih Aska.

Elusan di rambut Aska, membuat laki-laki itu tersenyum tipis.

"Bunda dengar suara tangisan Abang, Abang kenapa?" tanya wanita itu dengan lembut.

Aska memejamkan matanya, menikmati elusan lembut di kepalanya. "Aska lagi meminta dia, Bund."

Wanita itu langsung mengerti, apa yang di bicarakan Aska. Wanita itu mengecup kepala Putranya. "Terus berjuang ya Bang, Bunda juga ikut bantu doa, biar Aisyah bisa menjadi bagian dari Keluarga ini."

Aska mengangguk. "Terima kasih Bund, terus di sisi Aska ya, temanin Aska buat berjuang."

"Pasti, Bunda bakalan selalu ada di sisi Abang. Bunda cuman bisa berpesan sama Abang, jangan mudah menyerah, teruslah maju, sampai Abang bisa mendapatkan Aisyah."

Aska terkekeh. "Siap Bund!"

****

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN










Tasbih Dan Salib(END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang