empat | kucing

45.2K 5.6K 97
                                    

Chapter empat, jangan lupa tinggalin jejak

Selamat membaca

"Woi" Varel kaget saat seseorang meneriakinya dari belakang. Saat Varel berbalik, wajahnya langsung masam.

Alaskar, cowo itu entah kenapa berada di depan pintu toilet. Tadi, Alaskar baru aja keluar dari toilet.

"Napa Lo?" Ujar Varel dengan sinis.

Alaskar melihat Varel cukup lama, kemudian mulai angkat bicara.

"Lo- pelihara kucing?" Ucapan Alaskar membuat tubuh Varel merinding.

"Kok dia bisa tau, gawattt gawatttt kalo sampe dia Cepu ke mami, bisa-bisa gue di marahin habis-habisan" batin Varel sambil meremas celana seragamnya.

Lama tak menjawab, Varel lalu mengatur nada bicaranya agar tidak gugup.

"Kaga, dan lagi ini bukan urusan Lo" setelah berkata begitu, Varel langsung pergi meninggalkan Alaskar yang masih melihatnya.

Akhirnya varel menghilang dari pandangan Alaskar dan Alaskar lalu masuk ke toilet, Tanpa berucap sepatah kata pun.




"Hampir aja gue ketahuan" ujar Varel sambil mengelus dadanya. Kalau tadi dia keceplosan atau kelepasan ngomong, bisa-bisa gawat.

Setelah mengatur detak jantung dan nafasnya, Varel lalu kembali ke kelas.

"Lama amat Lo" bisik Bima saat Varel duduk di sebelahnya. Varel dan Bima memang duduk bersebelahan.

"Ada masalah dikit tadi" ujar Varel pelan. Bima hanya mengangguk. Tak lama, mereka kembali fokus dengan pelajaran yang sedang berlangsung.

Bel istirahat berbunyi, Varel dan bintang segera membereskan buku-buku nya. Namun, saat mereka berdua akan ke kantin Varel tiba-tiba di panggil ke ruang guru.

"Varel kan? Lo di panggil ke ruang guru sama Bu Desi" ujar seorang murid cewe. Varel mengangguk dan cewe itu langsung pergi.

"Mau gue temenin?" Tanya Bima. Varel menggeleng kan kepalanya.

"Ga usah, gue sendiri aja. Lo ke kantin aja duluan" Bima mengangguk mereka lalu berjalan ke depan dan berpisah.

Varel mengetok pintu ruang guru dan langsung masuk berjalan ke meja Bu Desi. Wali kelasnya.

"Ada apa Bu?" Tanya Varel di depan meja Bu Desi.

"Ah, Varel. Duduk di sini" ujar Bu Desi sambil menunjuk kursi di sampingnya.

Varel duduk lalu, mulai berbicara dengan Bu Desi.

"Jadi begini Varel, nilai kamu untuk matematika dan bahasa Indonesia sangat kurang. Belum cukup agar kamu bisa naik kelas. Kamu tau kan, di sekolah ini jika nilai tidak mencukupi maka tetap tidak naik kelas dan tidak ada pengampunan. Saya sangat berharap kamu lebih giat lagi belajar" jelas Bu Desi panjang lebar.

Yah, Varel tak terlalu pintar dalam bidang akademik. Varel selalu saja pusing Dengan matematika dan merasa di permainan oleh bahasa Indonesia. Maka dari itu, sekali-kali dia membolos saat dua jam itu di mulai.

AlVa [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang