Halohai!
Asmara; dalam cinta.
Jangan lupa vote sama komentar yang banyak, ya, karena komentar kalian yang bikin aku semangat nulis. Ngga ada cuap-cuap manja, silakan kalian baca dulu part ini baru baca cuap-cuap manja di akhir part, ya.
Selamat membaca!
—
20.00
Sekitar pukul delapan malam Bian dan Nara sudah sampai di rumah. Sepulangnya dari tempat yang keduanya singgahi untuk membeli makanan kecil di streetfood, Bian mengajak Nara untuk menunaikan salat magrib di masjid besar terdekat. Setelahnya, Bian membelikan pesanan putri kecil kesayangannya yang tidak lain dan tidak bukan adalah cupcakes bluberry Bittersweet bakery.
Walaupun Hanna tak memesan apapun namun Nara berinisiatif untuk membelikan martabak untuk mama mertuanya. Pun dengan Mbok Nah, Ncus, dan Mang Ujang yang juga sama-sama dibelikan makanan ringan oleh keduanya.
Saat ini Bian tengah membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Berbeda dengan Nara yang justru tengah duduk sambil menggerak-gerakan kedua kakinya. Nara merasakan sedikit pegal, namun jika boleh berkata jujur rasa itu kalah dengan rasa bahagia yang Nara rasakan hari ini. Membahagiakan putri kecilnya memang suatu hal yang sederhana, tapi bisa membuat Kaila tersenyum bahkan tertawa setiap hari itu adalah sebuah tanggung jawab yang harus diembannya mulai dari sepuluh bulan lalu.
Pun dengan hari jadi pernikahannya. Sederhana saja, tak ada perayaan meriah, namun dalam lubuk hati Nara yang terdalam semua ini lebih dari cukup.
Nara mengusap perutnya yang semakin membesar. Hari ini, putranya ini sesekali menendang secara berkala membuatnya merasakan geli karena ada pergerakan di dalam sana. Jika kata Ibunya, itu adalah naluri anak dan Ibu karena hari ini Nara merasa bahagia maka anak yang sedang dikandungnya pun demikian.
Baru saja menyandarkan punggung di sandaran kasur, ponselnya berbunyi menandakan ada notifikasi masuk.
Rumah Sakit Atmajaya.
"Oh, iya, besok jadwal periksa kandungan," ujar Nara bermonolog.
Nara baru teringat akan satu hal, esok hari adalah jadwal rutinnya untuk check up kandungan. Setelah membalas pesan, selang beberapa saat Bian keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah berganti dengan piyama berwarna biru.
"Cape, ya?" tanya Bian.
Nara mengangguk.
"Mau langsung tidur?"
"Engga. Mau bersih-bersih dulu," kata Nara sambil meletakkan ponselnya di nakas.
Bian yang tengah berdiri di depan kamar mandi pun berjalan menuju lemari pakaian. Nara mengerutkan kening heran. Pasalnya, Bian sudah mengenakan piyama, namun entah mengapa suaminya itu membuka lemari kembali.
"Mau pake piyama yang mana?" tanya Bian.
"Ngga usah, Mas, biar aku cari sendiri. Kamu istirahat aja," kata Nara.
Pandangan Bian menuju pada tumpukan piyama yang berada di tengah lemari. Nara pun lekas turun dari ranjang dan hendak memakai sandalnya. Belum sempat memakai, Bian sudah berbalik badan dan menunjukkan sesuatu.
"Ini?" tanya Bian sambil menunjukkan.
Bulu kuduk Nara seketika meremang dan kedua netranya membulat sempurna. Lingerie berwarna hitam.
"Mas!" pekik Nara.
Dengan terseok-seok Nara pun berjalan menuju samping Bian. "Udah, udah, udah, ngaco kamu. Nanti aku pilih sendiri aja. Udah, ya, udah, kamu istirahat," ujar Nara sambil merebut pakaian setengah jadi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amerta - [SELESAI]
ChickLit"Amerta. Amerta itu tidak dapat mati, abadi. Aku berharap cintaku dan cinta Mas Bian juga demikian. Walau umur kami sudah habis, namun perasaan kita berdua bisa selayaknya amerta, yang tidak dapat mati." -Nara Menikah dengan sedikit rasa cinta. Buka...