021

610 60 35
                                    

Buah duren buah dukuuu

Cakep!

Makasih hehe.

***DEATH REUNION***

Echa memisahkan diri saat Rangga dan yang lain mengobati Nurna di tenda. Ia meremas kepalanya yang mendadak sakit. Mengerang, dengan gemetar ia meraba hidungnya saat dirasa mengalirkan suatu cairan.

Darah.

Echa terbatuk-batuk perih dan ambruk tepat di kayu gelondong itu. Netranya berpendar mencari sesuatu yang membuatnya merasa lebih baik.

Air. Ia butuh air. Namun mengingat semua persediaan air dipakai untuk Nurna, Echa berusaha memutar otak.

Danau atau toilet?

Jika ia memilih danau, kalau ia pingsan mendadak bisa saja tubuhnya masuk ke dalam air. Kemungkinan terburuknya ia tenggelam, kehabisan napas, lalu mati. Itu terlalu konyol mati oleh sesuatu yang dibutuhkan. Meskipun hanya pemikiran berlebihannya saja.

Meminta bantuan temannya? Echa tak mau merepotkan apalagi mereka sedang kerepotan dengan Nurna.

Dengan langkah tertatih, Echa beranjak menuju toilet. Sesekali gadis itu berhenti untuk menetralkan dirinya saat dirasa akan limbung. Sesampainya di sebuah bangunan sederhana berbahan dasar triplek, Echa memasukinya.

Echa terlonjak saat netranya mendapati sesuatu yang tak diinginkannya. Gadis itu teriak dan keluar dari sana dengan ketakutan.

"A-alex?" Echa memfokuskan penglihatannya kembali ke dalam. Tubuh temannya itu tergeletak dengan kepala tersandar ke bilik toilet. Jaket warna cerahnya berubah merah darah di beberapa bagian karena tusukan, memanjang ke bawah dan merembasi tanah. Tak lupa pisau tertancap gagah di rusuk bagian kanan lagi, tepat di hati.

"Cha, lo apain Alex?!"

Echa menolehkan kepalanya ke sumber suara. Di belakangnya Nurna tampak dipapah Rangga. Di sampingnya, Syifa dan Selvi menatap dengan raut tegang.

"A-aku gak sesuai apa yang kamu pikirin, Nur...."

Rangga melangkah memasuki toilet untuk memeriksa kondisi Alex. Lelaki itu menekan nadi di pergelangan, leher, napas, membalikkan kepala belakangnya yang bocor.

Rangga menunduk lama, lalu menggeleng.

Rangga buru-buru menubruk Syifa yang hendak memasuki toilet dengan raut tak keruan.

"Nggak mungkin, Ngga. Dia belum mati! Kita harus cek ulang barangkali dia masih idup," kata Syifa dengan suara bergetar.

"Tenang, Syif. Lo harus nerima kenyataan bahwa Alex udah gak ada," ujar Rangga. "Kita balik ke tenda," ajaknya.

Syifa menggeleng lemah. "Gue mau liat dia dari deket, Ngga," ucapnya parau.

Rangga merebahkan kepala Syifa di dadanya. Ia membawa Syifa masuk ke dalam toilet, namun Selvi lebih dulu menerobos berhenti di dekat kaki Alex. Membuat keduanya memundurkan langkah.

Selvi menyingkirkan kaki laki-laki itu, mengambil sesuatu di sana. Sebuah kalung berliontin R.

"Ini punya siapa?" tanyanya dingin. Netranya menelisik satu-persatu wajah temannya dengan tajam.

"Itu..." Syifa kehabisan kata-kata.

"Gue yakin pembunuhnya ninggalin ini. Siapapun pemiliknya dia pasti-"

"Itu kalung Syifa. Gue kasih beberapa hari lalu sebagai tanda kita jadian," potong Rangga, membuat semua orang sontak memandanginya. "Tapi gue berani jamin, bukan dia pelakunya."

Death ReunionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang