023

541 50 15
                                    

Lom repisi. Ak mager. Ak jg ga bwat meme. Seadanya aja y.

Timaciie.

Hepi ridings.

***DEATH REUNION***

"Apa motif Fadil bunuh kita semua?" tanya Nurna to the point.

Baru saja Echa sumringah karena sahabatnya itu seakan hendak meloloskannya dari berbagai tuduhan, pertanyaan itu membuatnya kehilangan secercah harapan di wajahnya.

Echa menundukkan kepalanya, lantas menghela napas berat. "Kalau aku bilang aku gatau, apa aku tetap jadi seseorang yang tertuduh?" katanya seraya mengulas senyum tipis.

Nurna memicingkan matanya. Ia tak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan Echa sekarang. Gadis itu bisa merasakan Echa mulai pasrah dengan tuduhan-tuduhan yang melekat padanya.

"Nur," panggil Echa sendu. "Aku dari dulu sering berpikir pertemanan kita gak cukup kokoh. Terlepas dari masalah yang kita hadapi sekarang, kita seolah gak kenal dan percaya satu sama lain. Itu bagian terburuk dari sebuah pertemanan."

Nurna hanya membisu.

"Aku gak masalah menjadi seseorang yang tertuduh, tapi aku sakit jika yang menuduhku adalah kalian, temanku. Bahkan di saat kalian tau umurku gak lama lagi." Echa mendongak menatap Nurna tepat di matanya. "Apa aku gak pantas untuk dipercayai?"

Nurna tak sanggup melihat Echa jika sudah begini. Ia membuang mukanya dan menatap ke satu arah. Ke pohon itu lagi.

Kali ini pohon itu sudah tak menampakkan bayangan memanjang seseorang.

Nurna berhambur memeluk Echa dan mengelus pundaknya dengan lembut.

"Cha, gue minta maaf. Gue percaya lo bukan pelakunya. Maaf karena gue gak minta persetujuan lo. Selama ini, gue cuma berpura-pura nuduh lo agar pelaku sebenarnya terpancing," beber Nurna membuat Echa terhenyak.

"Sekarang dengerin gue baik-baik, Cha." Nurna melepaskan pelukannya, lantas memegang pundak Echa dan menatapnya serius. "Lo harus nurut semua perintah gue—"

"Sebentar Nur, aku gak ngerti kenapa kamu mendadak berubah kayak gini? Apa yang kamu rencanakan?" tanya Echa kebingungan setengah mati.

Nurna mengeluarkan potongan kertas clue terakhir yang ditinggalkan si pembunuh, lalu memperlihatkannya sekilas kepada Echa.

"Sekali lagi maaf karena gue udah rahasiain ini dari lo sejak awal," ucap Nurna tulus. "Gue dan Rangga selama ini bekerjasama mencari pembunuhnya. Clue itu adalah clue terakhir yang Rangga temuin di sekitar lokasi kematian Alex. Setelah kita berhasil pecahin clue itu, kita dapat satu nama yang berkemungkinan besar pembunuhnya."

Echa mendengarkan penjelasan Nurna dengan saksama.

"Selvi," beritahunya. "Dia pelakunya."

Echa membelalak tak percaya. "Kamu yakin?!"

Nurna mengangguk.

"Fadil?" tanya Echa memastikan.

"Gue yang minta Rangga pindahin dia ke tempat yang lebih layak beberapa hari lalu. Bukan Fadil, tapi Selvi. Coba lo liat." Nurna membimbing Echa untuk mengarahkan sepotong clue itu ke arah matahari

Samar-samar mereka bisa melihat tulisan yang ditulis menggunakan pulpen transparan yang hanya bisa dilihat menggunakan cahaya. Kurang lebih sama seperti metode yang Rangga dan dirinya pakai semalam dengan mengarahkan senter ke kertas berisi clue tersebut.

Echa melihat angka 53771 tertulis di sana yang jika diotak-atik membentuk nama Selvi.

"Di sana," kata Nurna menunjuk pohon yang dia ketahui sebagai tempat Selvi menguping pembicaraan mereka sedari tadi. "Dia nguping kita sejak tadi di sana. Gue bersyukur dia teledor dan bayangannya ketahuan,"

Death ReunionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang