"Apa El harus benci sama Princess dan Rafa karna udah bunuh Mommy?"
"No!" tegas Carlos.
"Why? Mereka udah bunuh Mommy hiks."
"Nggak sayang, nggak ada yang bunuh Mommy, mereka lagi main, terus nggak sengaja celakain Mommy."
"Tapi tadi Inces cerita sama uncle itu, katanya dia mau celakain Mommy, apa itu namanya main?" kata El seraya menunjuk Gibran yang berjalan dengan pelan mendekati sang ibu.
"Dad, anggil okter!" (Dad, panggil dokter!) seru Aish tanpa melepas pelukannya pada sang Mommy.
Carlos hanya mengangguk, menekan tombol yang berada di samping brangkar istrinya. Beberapa menit kemudian akhirnya dokter dan beberapa suster datang.
"Adek sama uncle itu dulu, Mommynya mau di periksa." kata Carlos tanpa ingin menatap sang putri yang masih setia memeluk istrinya.
"Oke Dad."
Carlos menatap ke arah lain, pandangannya mulai mengabur karena air mata yang dia tahan agar tak keluar, pelukannya pada El bahkan semakin erat.
"Daddy takut?" bisik El.
"Ya."
"Apa Daddy merasa jika Daddy adalah laki-laki terlemah sekarang?"
"Ya."
"Why?"
"Karna Daddy nggak bisa jagain Mommy, Daddy bahkan belum bisa buat Mommy bahagia El hiks. Maafin Daddy yah El."
El tak menjawab, dia sibuk dengan pemikirannya sendiri. Tatapan anak itu tertuju pada dokter yang sedang memeriksa Khanza, karena sang Daddy membelakangi dokter itu, jadi El lebih leluasa melihatnya.
Mata El sibuk menatap dokter itu yang mulai mengambil alat yang El sendiri tidak tahu itu alat apa. Mata tajam El sedikit membulat saat dokter itu mulai menggosok kedua alat itu dan menempelkannya di dada sang ibu.
Tiga kali dokter tersebut mengulangi percobaan itu, tapi hanya helaan nafas yang El liat dari wajah dokter laki-laki itu.
"Mommy El kenapa dok?" tanya El pada dokter itu. El sudah berusaha menahan air matanya agar tidak keluar, walaupun dia sudah tahu apa yang akan dikatakan oleh dokter itu.
El merasa jika dia adalah anak yang paling bodoh, sudah tahu ibunya telah tiada masih saja bertanya.
"Mommy El udah di surga."
"Surga?" beonya tak mengerti.
"Mommy udah sama Eyang boy." bisik Carlos.
Tangannya yang memeluk leher sang Daddy seketika merenggang, bocah laki-laki itu lemas, Mommynya pergi yah?
"No!" tegasnya. El menggelengkan kepalanya, air matanya turun memasahi pipinya, mata dan hidungnya memerah karena menangis.
"Dokter itu salah Dad, alatnya pasti rusakkan?" El memberontak di pelukan Daddy-nya.
Ntah kenapa saat dokter yang mengatakan itu, dia seperti ingin menyusul sang Mommy. Awalnya dia tidak percaya, El mengira, jika Daddynya tadi hanya salah prediksi, tapi saat dokter itu yang mengatakannya, semuanya hancur.
"El mau peluk Mommy hiks."
Carlos membawa El ke arah Khanza, kemudian menurunkan putranya di brankar istrinya. Sementara El, dia langsung memeluk Mommy-nya sangat erat. Bocah laki-laki itu menangis, menangis dalam diam di ceruk leher sang ibu.
Carlos mengalihkan pandangannya, pria itu menatap dokter yang memeriksa istrinya. "Terimakasih dok."
"Sama-sama, saya permisi."
KAMU SEDANG MEMBACA
KHANZA -END-
Teen FictionKebahagiaan Menuju Kematian. Khanza Albbiyanca A. Gadis cantik yang menyandang marga A, tapi sayangnya dia tidak mengetahui apa itu kata A. Hidup dengan kemewahan, kebahagiaan dan kasih sayang tidak akan bertahan sampai akhir. Sama halnya seperti ya...