Mereka semua menatap Khanza bingung, dan malu. Bayangkan saja, gaya bak seorang ratu berteriak di depan umum layaknya orang gila. Astaga, benar-benar memalukan.
"Lo nggak malu?" tanya Carlos dengan kepala tertunduk malu.
"Semua orang liatin kamu sayang." bisik Gibran pelan.
Seketika Khanza menyadari kesalahannya, wanita itu kemudian duduk dan memeluk Gibran, menyembunyikan wajahnya di dada bidang Gibran yang dilapisi kemeja dan jas.
"Malu bangettt sumpah kak,,," bisiknya tertahan.
Carlos dan Gibran menatap semua orang seolah meminta maaf. Dan setelah suasana kembali seperti semula, Carlos dan Gibran langsung berdiri, jangan lupakan Khanza yang mereka tarik dengan lembut.
Hahaha
Tawa Carlos dan Gibran pecah saat mereka sudah sampai di taman belakang, di mana hanya ada pelayan di tempat ini.
"Jangan ketawa ih!" ketusnya dengan wajah yang sudah merah.
"Hahaha perut gue sakit kak, hahaha."
"Hahaha muka kamu lucu banget sumpah hahaha."
Khanza membuang muka, dia benar-benar malu.
"Nangis nih!" ancamnya.
Seketika Carlos dan Gibran menghentikan tawanya karena ancaman itu.
"Jangan dong!" kompak mereka.
"Yaudah, beliin motor!" kata Khanza.
"Motor mulu Cha!"
"Matre lo Za!"
"BUBU, CARLOS BILANG ACHA MATRE! BURUNGNYA MAU DI POTONG DEH!"
---
Taman depan rumah.
Khanza berdecak kesal, pasalnya, setelah acara akad, seluruh keluarga di panggil untuk bersalaman, karena dirinya, Gibran dan Carlos dari bermain di taman belakang, jadilah mereka yang terakhir bersalaman dengan kedua pasangan baru itu.
"Lo yang duluan deh Za!" kata Carlos lagi.
"Nggak! Kakak aja!" suruhnya.
"Kamu aja Cha, kamu yang paling cantik di sini." ujar Gibran memohon.
"Kok kalian nyuruh Acha sih?" sewotnya.
Seluruh pasang mata kini menatap mereka terang-terangan, bagaimana tidak, ketiganya adu mulut di dekat panggung, tidak ada yang ingin menaiki panggung terlebih dahulu.
"Karna kamu yang paling cantik." jawab Gibran dengan senyum jailnya.
"Karna lo yang paling cantik." jawab Carlos dengan nada mengejek, membuat Khanza mengendus sebal.
"Gini aja deh, kita suit." katanya sok bijak, membuat Gibran dan Carlos memutas bola mata malas.
"Kalian harus mau! Kalo nggak, burung kalian di potong sama pengawal Acha!"
Gibran dan Carlos membulatkan mata kaget, omongan Khanza tidak pernah main-main, apapun yang keluar dari bibir mungil wanita itu pasti akan terwujudkan, kecuali satu hal. Boleh Acha panggil om dengan sebutan Ayah?
"Iya-iya," keduanya mengangguk pasrah, kemudian bersiap untuk bersiut, tapi suara Khanza kembali terdengar lagi.
"Yang kalah bakal maju paling dulu, dan nyanyi pas resepsi, oke! Satu lagi, bakalan ditemenin sama yang menang kok, tenang aja."
"Hmm."
"Sok dingin!" cetus Khanza.
Ketiganya kemudian bersuit, dan yang menang adalah Carlos, tentu saja itu membuat Khanza dan Gibran berdecak sebal. Kedua manusia yang berbeda genre itu saling melempar tatapan tajam, kemudian bersuit.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHANZA -END-
Fiksi RemajaKebahagiaan Menuju Kematian. Khanza Albbiyanca A. Gadis cantik yang menyandang marga A, tapi sayangnya dia tidak mengetahui apa itu kata A. Hidup dengan kemewahan, kebahagiaan dan kasih sayang tidak akan bertahan sampai akhir. Sama halnya seperti ya...