🦋 Halohai! 🦋
Rajin banget update, ya? Aku aja heran kenapa aku rajin nulis. Kayaknya gara-gara kalian juga, sih, yang masih amat sangat semangat menunggu Amerta. 🥰
Makasih banyak, yaaa!
Maaf bosen banget dengerin makasih terus, tapi ngga tahu lagi harus ngomong apa sama kalian. Intinya..., sayang banyak-banyak! ❤️
⚠️ Oh, iya, latar waktu di part ini agak cepet, ya. Ada flashback juga, jadi pastikan kalian bacanya yang fokus biar ngga rancu. ⚠️
Selamat membaca, ya. Ditunggu komentarnya yang banyak juga.
Nitya; tidak ada putusnya.
—
04.30
Azan subuh yang berkumandang berhasil menggugah tidur panjang Nara. Nara pun merutuki kebodohannya yang tertidur dengan posisi setengah duduk itu. Bahkan punggungnya masih bersandar di sandaran kasur persis seperti semalam saat posisinya sedang membaca buku.
Perempuan yang sedang merasa punggungnya tidak baik-baik saja itu pun mengerjapkan matanya beberapa saat sebelum akhirnya dia membuka ponsel yang tergeletak di samping kanannya. Sudah pukul setengah lima dan dia memutuskan untuk mengambil air wudu untuk melaksanakan salat subuh terlebih dahulu.
Setelahnya Nara duduk di tepi ranjang dan berpikir tentang kejadian semalam. Sepertinya benar, dirinya ketiduran. Nara yakin semalam secara tidak sadar dia tertidur. Pun dia tidak ingat apakah sudah membalas pesan suaminya atau belum. Dengan cepat Nara membuka ponselnya dan benar saja, pesan semalam belum dibalas bahkan sudah ada beberapa pesan baru berderet di sana.
Nara tersenyum. Semalam dia menangis sejenak karena benar-benar merasa rindu. Terlelap pukul berapa saja dia tidak tahu. Yang jelas setelah menangis, melanjutkan membaca sebentar, lalu setelahnya dia benar-benar hilang kesadaran.
Akhirnya Nara membalas pesan dari suaminya tentang dirinya yang tidak membalas pesan semalam karena ketiduran. Baru membalas beberapa pesan, sebuah panggilan suara masuk ke ponselnya. Suaminya meneleponnya pagi-pagi buta. Nara pun hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum.
"Assalamualaikum. Selamat pagi," suara Bian memulai percakapan.
Hati Nara menghangat. Walaupun tak bersua, namun setidaknya bisa mendengarkan suaranya. "Waalaikumsalam, pagi. Kamu lagi ngapain, Mas?" tanya Nara.
"Baru selesai mandi, baru selesai salat subuh juga. Kamu lagi ngapain?"
"Sama. Hari ini mau ngapain aja?"
Hening sejenak, sepertinya Bian mengingat-ingat agenda hari ini. "Meeting sama client dari sini, terus nanti cek proyek yang ada di Gunung Kidul, terus sore baru ke kota lagi," jelas Bian.
Nara hanya mengangguk-angguk mengerti. "Hari ini berarti sibuk banget?"
"Iya. Nanti kalau saya slow respon, saya minta maaf, ya."
"Iya."
"Kamu semalam bisa tidur? Kok, bisa sampai ketiduran juga?" tanya Bian sambil terkekeh.
Jarang sekali seorang Denara Ayudia itu bisa merasakan ketiduran. Ada Bian saja hampir tidak pernah, apalagi tidak ada? Seharusnya perempuan tersebut juga akan sulit sekali tertidur.
"Ngga tahu, kenapa, ya?"
Bukannya menjawab, Nara justru bertanya kembali.
"Kamu lagi ngga kenapa-napa, kan? Soalnya kalau kamu ketiduran biasanya baru selesai nangis, kalau engga emang kecapean," jelas Bian tepat sasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amerta - [SELESAI]
ChickLit"Amerta. Amerta itu tidak dapat mati, abadi. Aku berharap cintaku dan cinta Mas Bian juga demikian. Walau umur kami sudah habis, namun perasaan kita berdua bisa selayaknya amerta, yang tidak dapat mati." -Nara Menikah dengan sedikit rasa cinta. Buka...