18

159 29 7
                                    


"Lemes banget, udah kayak mau ke medan perang aja." Yoziel melotot tak terima ke arah Nathan yang kini asik tertawa sembari menepuk lututnya. Sepertinya pemuda itu senang sekali melihat wajah pucat pasi Yoziel. Wajahnya yang sudah pucat, membuatnya kini terlihat seperti vampire kekurangan darah.

"Santai aja, kak. Gak usah dipikirin," ucap Nathan sembari menepuk bahu yang lebih tua. "kamu gak bakal mati, kok," lanjutnya dengan cengiran lebar.

Saat ini, dua bersaudara itu sedang melangkah menuju tempat pertemuan yang sudah di janjikan Nathan kepada teman-temannya. Awalnya Yoziel melarang Nathan untuk ikut, berkata bahwa Yoziel saja yang akan menjelaskan keadaan Nathan pada yang lain. Namun Nathan menolak, katanya lebih baik dia saja yang menjelaskan.

"Pake yang bener hoodienya," Yoziel menarik tudung hoodie yang dikenakan Nathan. Menutup wajah pemuda itu dari pandangan orang. "Kalo ada yang ngenalin kamu, gimana?"

"Ya, tinggal sapa aja, 'Hai, namaku Jonathan Ecklart. Senang bertemu denganmu!' gitu," ucap Nathan dengan intonasi suara yang dibuat-buat.

Yoziel merotasikan matanya, lalu tangannya menarik tali tudung hoodie Nathan. Membuat wajah tampan adiknya itu tertutup sempurna.

"Aduh! Kak, gelap! Lepasin, ih!"

Bukannya melepaskan, Yoziel malah mengunci kepala besar itu pada lengannya. Dengan tak beperasaan, yang lebih tua menarik kepala Nathan mengikutinya. Membuat Nathan berjalan dengan kepala tertunduk.

"Kak Yo!" serunya kesal. Yoziel yang mendengarnya seketika tertawa karena suara Nathan yang teredam tudung hoodienya. "Makanya lo jangan macem-macem sama gue."

Setelah hampir 5 menit, barulah Yoziel melepaskan kepala Nathan. Tentunya selama 5 menit itu Nathan harus berjalan dengan kepala tertutup tudung hoodienya. Nathan menatap Yoziel jengkel dengan wajah merah padam.

Mengacuhkan Yoziel, Nathan melangkah mendahului kakaknya. Sedangkan Yoziel, ia hanya tersenyum melihat tingkah merajuk adiknya. Lucu sekali.

Tak lama kemudian, dua saudara itu berhasil sampai di tempat tujuan. Sebuah restoran cepat saji yang terletak di tempat yang tidak terlalu ramai. Nathan yang pertama kali masuk, membuat empat pasang mata yang sudah menunggu sedari tadi langsung terarah kearahnya.

Asta hampir saja berteriak memanggil namanya sebelum Eden, yang nampaknya paham jika Nathan masih dalam mode sembunyi, menutup mulut pemuda itu. Sedangkan Niel, pemuda yang mengaku sebagai teman Nathan itu, sudah berdiri dan memeluk tubuh yang lebih muda dengan erat.

"Are you okay?" tanya Niel saat ia sudah melepaskan pelukannya. Matanya menelisik ke seluruh tubuh Nathan, memastikan bahwa yang lebih muda baik-baik saja. "I'm totally okay."

"Really? Yoyo gak ngapa-ngapain kamu, kan? Gak mukulin? Gak nyiksa? Gak-"

"Stop, stop! I'm not a psychopath. You actually need to ask my mental health, I'm so stress right now because of a certain dude," potong Yoziel seraya mendekati meja mereka. "Hi."

"Don't 'Hi' me, young man. You got a lot of things to explain," Eden berucap dengan sedikit menyindir Yoziel yang nampak kaku di tempatnya. Wajar Eden merasa kesal saat Yoziel menyembunyikan hal yang begitu penting dari dirinya yang merupakan teman sedari kecil Yoziel. Ia merasa dikhianati dan di bodohi.

"Okay, kak, aku bakal jelasin semuanya karena sesungguhnya masalahnya ada pada aku. Tapi, sebelum itu, aku mau beli makan dulu. Laper," Nathan dengan mudahnya langsung melangkah pergi menuju meja pemesanan, mengabaikan mereka yang bahkan belum membalas perkataannya.

Prince on HidingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang