38

59 11 0
                                    

Hujan tidak juga berhenti saat Nathan kembali ke kamarnya.

Nathan menutup pintu kamar, tidak lupa mengunci pintu kayu mewah di belakangnya itu rapat. Melarang siapapun untuk mengganggunya. Bahkan Julian pun tidak ia biarkan masuk.

Dengan tergesa, Nathan melepas sepatunya, menemukan lipatan kertas yang diselipkan Asta padanya tadi saat di ruang makan di sela sepatu yang ia kenakan. Ukuran lipatan kertas itu kecil, mungkin sekitar ukuran pas foto 4x6 dan Asta berhasil menyelipkan pesan itu saat ia dengan sengaja menjatuhkan sendok makan.

Saat membuka lipatan kertas itu, lipatan kertas yang lebih kecil jatuh ke lantai. Nathan menunduk, mengambil kertas putih itu. Kini, ada dua surat di tangannya.

Nathan memilih membacasurat dengan tulisan yang sudah sangat ia hafal di luar kepala terlebih dahulu. Tulisan kakaknya.

Semenit yang dibutuhkan Nathan untuk membaca isi kertas itu.

Secara garis besar, pesan itu berisi tentang rencana yang dilakukan sang kakak, dan secara singkat menjelaskan situasi terkini di pihak mereka. Surat itu juga berisi kondisi Yoziel dan teman-temannya saat ini. Nathan seketika menghelas nafasnya lega setelah membaca pesan yang ditulis Michael padanya itu. Rasanya kini beban di dadanya benar-benar hilang entah kemana.

Tangannya lalu membuka lipatan kertas yang tadi sempat terjatuh. Dahinya mengernyit melihat isi pesan yang lebih pendek. Dan sepertinya ditulis oleh orang yang berbeda dan di tulis dengan tergesa. Terlihat dari bagaimana tidak rapinya tulisan di kertas itu. Sedikit membuat Nathan kesulitan membaca isinya.

Hanya tiga detik yang dibutuhkan Nathan untuk mencerna tulisan itu. Satu kalimat yang berhasil membuat dunianya kembali terbalik. Beban yang tadinya hilang, kini muncul kembali dengan berat dua kali lipat. Tangannya meremas surat dengan pesan yang lebih panjang, mencoba menahan emosi yang memuncak. Namun gagal.

Putra Mahkota itu menangis dengan isi pikiran yang menyalahkan diri sendiri.

'whatever he told you, Yoziel is in bad shape.'


***

Helaan nafas berat terdengar dari arah Yoziel saat Michael menodongnya dengan pil. Mata pemuda itu tersenyum, namun Yoziel yakin arti sesungguhnya adalah sebuah ancaman. Michael mengancam Yziel agar ia mau meminum obatnya hari ini.

"Just one pill," ujar Michael masih dengan tangan yang terarah kepada Yoziel. "Enough being a stubborn kid and eat your pills," lanjut Michael.

"Alright. I'll eat it."

Michael tersenyum bangga melihat Yoziel yang meminum pilnya dalam sekali tegukan air. Tangannya mengelus pelan surai hitam Yoziel, lalu mengacaknya cepat saat Yoziel menatapnya tidak suka.

"I never thought that Yoziel hate pills," Relian yang sedari tadi mendengarkan interaksi kakak adik itu bersuara. Matanya fokus menatap layar laptopnya dengan sesekali melirik Yoziel dan Michael yang duduk bersebelahan di atas sofa.

"I mean, you have those kinds of medicinal herbs in your garden back at home. But you hate medicine? Hard to believe."

Yoziel mencebik, "pills and medicinal herbs are different. Pills are pills, medicinal herbs are medicinal herbs. Don't you know?" jawab Yoziel dengan tegas.

Relian terdiam, matanya melirik ke arah Michael yang hanya bisa menahan tawa.

"And I don't really use any of those medicinal herbs. I just planted it there to remind me that mom used to like it," lanjut Yoziel membuat dua orang yang lebih tua salah tingkah.

Prince on HidingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang