Ruangan bernuansa kayu itu bergema saat seorang yang sangat diagungkan di Negion memasuki ruangan itu dengan langkah sedikit tergesa. Seseorang yang sedari tadi duduk di kursi putarnya menatap pria itu dengan dahi mengernyit. Ia meletakkan kembali dokumen yang ia pegang, memusatkan atensinya pada pria yang saat ini sedang terengah di hadapannya.
"What is the occasion for this sudden visit, Your Majesty?"
Raja Negion itu mengeraskan wajahnya saat mendengar nada suara pria yang menatapnya dengan angkuh itu. "Sir Antaraksa, you clearly know why I come to your office because there's only one reason. Or do I have other reason beside 'this' one?"
Januar Antaraksa tersenyum kecil. Tubuh 185 centimeternya lalu berdiri, berjalan melewati sosok terhormat itu begitu saja. Januar berhenti di depan minibar yang terletak di ruangannya itu. Menuangkan segelas wine lalu meminumnya dalam sekali teguk. Ia mendesah saat merasakan sensasi pahit wine itu di rongga mulutnya.
"I told you to not play with fire, didn't I?" Januar menyisir rambutnya yang sudah berantakan ke belakang menggunakan jemarinya. Ia lalu menatap jendela, melihat keadaan halaman belakangnya yang dipenuhi bunga berwarna ungu tua. "You are playing with fire and you got the effect. This situation is your cause."
"I'm not you, Antaraksa. Aku memikirkan apa yang akan terjadi di masa depan jika aku menceraikan Eveline-"
"Bla bla bla. The exact same reason! This whole thing happens because of you, Axel!" Nafas Januar cepat, amarahnya sudah di ujung kepala. "You hurt the kid."
"The kids. Nathan was there too, Antaraksa. My son! The crown prince of Negion!"
"I don't give a damn fuck about your son, Axel. I only care about Rosie's son."
Axel dengan cepat meraih kerah baju Januar. Tangannya mencengkram erat kerah baju sahabatnya itu. "He IS my son, Antaraksa. Not yours. You are not allowed to care about my son," ucap Axel dengan nada penuh penekanan. Netranya yang serupa dengan Nathan, menatap nyalang Januar.
"Are you really his father? Don't make me laugh." Dengan kasar Januar melepas cengkraman Axel di kerah bajunya. Matanya balas menatap Axel dengan pandangan mengejek. "Lo dimana selama 17 tahun dia tumbuh, Axel? Gue orang yang selama ini menanggung hidup Yoziel. If you really are his father, he won't live in that cranky house."
"Hanya karena kamu yang menanggung hidup anak itu selama 5 tahun bukan berarti kamu ayahnya," balas Axel yang mampu membuat Januar terdiam. "Can't say a word, don't we?" Januar mendengus keras, lalu berjalan mendekati salah satu sofa berbahan kulit di ruangannya. Tak lupa menabrak bahu Axel saat ia melewati Raja Negion itu.
Axel menarik nafasnya panjang, mencoba mengatur emosinya agar tidak meluap-luap. "Dia anakku, Januar. Gimana pun kamu mencoba memutar fakta, dia tetap anakku."
Ruangan luas itu sunyi untuk beberapa saat. Dua pria dewasa itu sibuk dengan isi pikiran masing-masing. Axel yang masih berdiri di dekat minibar meraih dua gelas dan menuangkan wine semerah darah itu ke dalamnya. Ayah kandung Yoziel itu lantas menyerahkan segelas kepada sahabatnya yang berwajah keras, nampak masih kesal dengan perkataannya tadi.
"I'm mad at you, Jan. I'm so mad at you," ucap Axel sesaat setelah ia duduk di hadapan salah satu petinggi militer itu. "Masalah kita tidak ada sangkut pautnya dengan anak-anak. Tolong jangan libatkan mereka lagi. Serang aku jika itu bakal buat kamu puas."
Januar terkekeh, "Alright, Your Majesty." Januar terdiam sebentar dengan tangan yang memutar pelan gelas winenya. Membuat cairan merah itu bergerak pelan pada dinding gelas. "I'll do my best, then," ucap Januar sebelum meneguk habis wine-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince on Hiding
General FictionSaat Putra Mahkota memilih kabur dari kastilnya. Dan ada Yoziel yang harus tersiksa karena melindungi Putra Mahkota yang terlalu polos untuk dunia yang kejam. 'Siapa yang bersembunyi' adalah pertanyaan yang harus terjawab. . . . . . chenle and jisu...