Asta menatap langit-langit ruang makan yang mewah itu dalam diam. Seketika dirinya merasa tegang berada di dekat Raja Negion, padahal tadi saat ada di drawing room, Asta tidak merasakan apapun.
Ah, Asta berharap Nathan bisa muncul saat ini juga. Lama-lama, Asta bisa sakit jantung saking menegangkannya hawa di sekelilingnya.
Nathan yang saat ini sedang menuju ruang makan seketika berhenti melangkah, lalu bersin mengagetkan Julian yang berdiri tidak jauh darinya.
"Bless you," ujar Julian yang hanya dibahas dengusan kecil. "Makanya jangan main hujan-hujanan."
"Shut up."
Julian mengangkat kedua tangannya ke atas, menyerah dengan mood swing si Putra Mahkota.
Tak lama, Nathan dan Julian sampai di depan pintu ruang makan yang tertutup rapat. Nathan terdiam sejenak, menenangkan dirinya agar tidak melakukan hal bodoh yang bisa menghancurkan rencana kawannya itu.
"Aku ingatkan sekali lagi, jangan memberi respon apapun. Jangan terbawa emosi."
Nathan melirik Julian yang berdiri di belakangnya sebentar, sebelum melambaikan tangan kearah pengawal yang berdiri di depan pintu kayu besar itu. Memberi tanda agar mereka membuka pintu yang menghalangi pandangannya.
"Whatever, North," ucap Nathan pada Julian sebelum melangkah memasuki ruang makan, tempat dimana Ibunya dan Asta menunggu kehadirannya. Julian yang mendengar ucapan Nathan memilih mengikuti pemuda itu dalam diam. Tidak memberi komentar apapun.
Netra Nathan menyapu ruangan, mencari sosok teman yang dirindukannya. Disana, tepat di hadapan sang Ibu, Asta duduk dengan santai sambil memberikan senyuman khasnya. Seketika beban di dada Nathan terangkat separuh. Kawannya terlihat baik-baik saja.
Namun ada satu sosok yang tidak disebutkan oleh Julian sebelumnya, duduk tepat di tengah ruangan, di kursi khusus untuknya.
The king himself.
"Hormat hamba pada Yang Mulia Raja."
Nathan membungkuk, menyapa pria yang ia panggil Ayah itu dengan formal. Sapaan yang sudah dalam mode auto di otaknya jika bertemu sang Ayah. Bisa dikatakan dirinya dan sang Ayah tidak memiliki hubungan seperti Ayah dan anak pada umumnya. Canggung. Kaku. Mungkin dua kata itu cukup untuk menjelaskan hubungan mereka berdua.
"Cukup, Nathan. Kemari dan duduklah. Ayo kita menikmati makan siang yang sudah disiapkan oleh kepala chef kita hari ini. Sudah cukup lama sejak terakhir kali kita makan bersama, bukan?"
Nathan tersenyum. Dalam hati ia menjawab pertanyaan sang Ayah. Tentu saja sudah lama sekali sejak terakhir kali mereka bertiga berkumpul seperti ini.
Sebelum selir Rosie pergi meninggalkan dunia ini, kan?
"Duduk di samping temanmu. Sepertinya pemuda Farell ini sangat mengkhawatirkanmu sampai jauh-jauh mengunjungi istana sendiri," Axel, the king of Negion, berucap kemudian. Matanya menatap Asta yang sedari tadi tersenyum, lalu beralih pada Nathan yang masih terdiam di posisinya. "Duduklah, Nathan."
Tanpa membalas perintah sang Ayah, Nathan menghampiri Asta yang memberikan senyuman menenangkan. Seperti berusaha menenangkan kekalutan di pikiran Nathan saat ini.
Asta tahu bola besar kekalutan Nathan itu adalah sang kakak.
Yoziel Arthur.
"Hey," sapa Asta saat Nathan berhasil duduk di sampingnya. Nathan menatapnya diam beberapa saat sebelum membalas sapaannya dengan pelan. Ketahuilah, Nathan sangat ingin menyerbu Asta dengan ribuan pertanyaan saat ini juga. Namun, ia tahan karena bagaimanapun, Asta disini sedang melakukan sesuatu. Dan dirinya tidak ingin menghancurkan rencana temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince on Hiding
General FictionSaat Putra Mahkota memilih kabur dari kastilnya. Dan ada Yoziel yang harus tersiksa karena melindungi Putra Mahkota yang terlalu polos untuk dunia yang kejam. 'Siapa yang bersembunyi' adalah pertanyaan yang harus terjawab. . . . . . chenle and jisu...