Sayangnya, sempurna itu adalah kata wajib untuk para wanita.
.
.Shafa menghentikan langkahnya. Tangannya bertopang pada lutut dengan napas ngos-ngosan. Earphone yang menemaninya berlari sore ini ia lepaskan seraya mengusap peluh yang membasahi pelipisnya.
"Lo pikir lo cantik sampe ganjen banget ke Malvin?! Sadar diri! Lo dandan kayak gini, pun, yang ada jatuhnya lo jadi kayak badut, tau?!"
Tawa mereka hari itu kembali terputar dalam kepalanya, membuat Shafa mengepalkan tangannya dengan sesak yang memenuhi dada.
Terlahir tidak sesuai kriteria dan standar dunia bukanlah keinginannya. Shafa juga ingin berdandan seperti gadis kebanyakan, tapi mereka kira ia sedang mencari perhatian Malvin, teman satu klubnya. Menyebalkan.
Menegakkan badannya, manik cokelat Shafa mengarah pada langit yang terdapat bercak oren dari cahaya senja. Rahangnya mengeras. Shafa mungkin tak terlahir seperti mereka, tapi ia punya hak penuh untuk mengubah takdir miliknya.
Perlahan, tangan Shafa mengepal di udara. Sore ini, di bawah langit senja, Shafa berjanji akan membungkam mulut mereka semua. Badut yang mereka tertawakan akan menjadi seorang putri yang tak pernah mereka duga sebelumnya.
___
KAMU SEDANG MEMBACA
Pancarona
Teen Fiction[ Selesai ] "Lo itu cantik, dengan warna lo sendiri. Standar dunia itu tinggi, Shafa. Lo gak harus terlihat seperti mereka." Shafa, gadis yang terobsesi mengubah penampilannya agar mencapai standar gadis ideal, bertemu dengan teman satu klub olimpia...