• 17 •

10 4 0
                                    

Awan kelabu terlihat menghiasi langit siang ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Awan kelabu terlihat menghiasi langit siang ini. Beberapa siswa tampak berdecak kesal karena tampaknya mereka harus pulang dengan keadaan basah nanti, sementara sisanya terlihat masa bodoh dengan cuaca yang tak menentu akhir-akhir ini.

Shafa mengangkat kepalanya yang terasa pening. Jejak khas bangun tidur terlihat jelas di wajahnya. Gadis itu menguap sejenak, kemudian netranya melirik ke sekitar. Guru-guru sedang mengadakan rapat siang ini. Karena itu pula, hampir semua kelas sedang jam kosong-kecuali mereka yang berada di kelas sepuluh.

Suara langkah yang mendekat membuat Shafa menoleh cepat. Nada berjalan santai ke arahnya. Dagunya sedikit terangkat, benar-benar menjengkelkan karena gadis itu jadi terlihat begitu angkuh.

Amplop coklat yang sangat tebal itu Nada lempar asal ke atas mejanya. Kening Shafa mengernyit tak mengerti. "Apa, nih?" tanya Shafa sembari mengutak-atik benda itu.

Nada melipat tangannya di depan dada setelah mengembuskan napas panjang. "Uang Gerry yang gue pinjem, tolong balikin ke dia."

Mulut Shafa menganga tak percaya. Gadis itu tertawa sarkas dan menatap Nada dengan lirikan sinis. "Gini cara lo minta tolong?" tanyanya yang langsung membuat Nada sedikit terperangah.

Shafa yang polos dan lugu benar-benar sudah hilang sekarang. Tentu saja Nada terkejut. Ia adalah teman satu-satunya yang Shafa punya dan hampir selalu menghabiskan waktunya bersama gadis itu sejak kelas sepuluh.

Berdehem sejenak, Nada mendengkus pelan. "Eum, gue minta tolong. Soalnya gak mungkin gue kasih amplopnya sendiri."

"Kenapa gak mungkin?" Shafa menutup mulutnya dengan wajah paling menyebalkan yang pernah Nada lihat. "Ah, lo pasti takut semenjak kejadian di perpustakaan itu, kan?" lanjutnya, kemudian mengangguk dan memasukkan amplop itu kedalam tasnya.

"Oke, deh, bakalan gue tolongin, kok."

"Lo!" Telunjuk Nada menunjuk sang gadis dengan kelopak melebar dan emosi yang sudah payah ia tahan. Shafa terkekeh sinis, meski terlihat sangat berani, siapa sangka justru ia tengah menyembunyikan tangannya yang bergetar ketakutan. Bagaimana kalau Nada sungguh melayangkan pukulan untuknya?

Shafa menundukkan pandangannya, ketika hendak membuka mulut untuk membalas tatapan tajam gadis itu, suara seseorang menghentikannya lebih dulu. Sebuah suara familiar yang sangat Shafa kenali.

"Ngapain lo?" Malvin melirik sinis pada Nada yang kini terlihat salah tingkah karena kehadirannya.

"Shafa, ayo ke kantor. Bu Rara manggil," lanjut Malvin, mengabaikan Nada yang tengah menatap kedua netra Shafa dengan tatapan penuh ancaman. Shafa sama sekali tak menggubrisnya. Toh, mau ia menolak kehadiran Malvin ataupun sebaliknya, sikap Nada akan tetap sama.

"Iya," balas Shafa. Barang-barangnya yang berserakan di atas meja ia bereskan terlebih dahulu, lalu mengangguk pada Malvin yang tengah menunggunya dan pergi bersama-sama ke tempat Bu Rara.

PancaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang