Shafa memandang layar ponselnya tanpa minat. Ratusan notifikasi yang sebelumnya terdengar, membuat gadis itu memasang nada silent karena kesal.
Pintu kamarnya yang di buka secara tiba-tiba membuat Shafa menolehkan kepalanya dengan cepat. "Allahuakbar!" teriak Maudy dengan tangan yang memegang dada karena terkejut.
Wajah Shafa yang di penuhi masker berwarna putih, membuat Shafa jadi terlihat menyeramkan dengan daster besar milik Ibu yang ia gunakan. "Makin mirip sama gunduruwo," ucap Maudy seraya geleng-geleng kepala tak habis pikir.
Shafa melirik sinis dan kembali menatap pantulan dirinya di depan cermin. "Apa, sih? Ganggu aja, deh."
"Keluar, Ibu udah selesai masak." Maudy melipat tangannya, bersandar pada daun pintu dan menunggu Shafa beranjak dari tempatnya saat ini.
"Iya, nanti gue keluar. Sana duluan aja."
Maudy berdecak sinis. Kalau kakaknya sudah berkata demikian, itu berarti Shafa baru akan keluar satu jam berikutnya atau gak sama sekali.
Mata Maudy memicing dengan galak. "Cepet keluar atau perlu gue seret, hah?"
Bunyi gesekkan terdengar ketika Shafa bangkit dari duduknya. Kursinya bahkan hampir terjengkang karena gerakan tiba-tiba gadis itu. "Bawel!" ucapnya ketika berada tepat di hadapan Maudy.
Di meja makan, sudah ada Ibu yang sedang memainkan ponselnya dengan mata menyipit. " Bu, itu kecerahan layarnya di kecilin, terang banget," protes Maudy.
Melihatnya, Shafa geleng-geleng kepala. Tampaknya dari hari-hari yang telah lalu, Maudy paling cerewet hari ini. Sikapnya yang mengabaikan pola makan membuat gadis itu jadi khawatir berlebihan pada segala hal.
"Cepetan, telat makan tau rasa lo!"
Tuh, kan, rasanya Shafa ingin tertawa melihat tingkah posesif adiknya hari ini. Membasuh wajahnya dari masker yang menempel, Shafa benar-benar merasa segar.
"Eh, gue ambil hp bentar," katanya yang langsung mendapat lirikan sinis dari Maudy. Ibu yang melihat tingkah anak bungsunya lantas tertawa.
Shafa menghela napasnya ketika melihat ratusan notifikasi dari grup kelas. Ketika melihat nama Nada tertera di layar, sebelah alisnya terangkat bingung.
| Lusa praktek tata rias
| Katanya tanggalnya di majuin karena Minggu depan tanggal merah
Melihat itu, Shafa meneguk salivanya susah payah. Hal yang ingin dia hindari justru sangat sulit terhindar. Apa ia tak usah masuk saja hari itu dengan alasan sakit? Ah, tapi sebagai gantinya ia pasti tak akan mendapatkan nilai praktek.
"Kak! Cepetan!" teriakan Maudy terdengar, membuat Shafa terperanjat terkejut.
"Iya!" balasnya tak kalah berteriak. Ponselnya ia matikan, tanpa membalas pesan yang Nada kirimkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pancarona
Teen Fiction[ Selesai ] "Lo itu cantik, dengan warna lo sendiri. Standar dunia itu tinggi, Shafa. Lo gak harus terlihat seperti mereka." Shafa, gadis yang terobsesi mengubah penampilannya agar mencapai standar gadis ideal, bertemu dengan teman satu klub olimpia...