• 16 •

13 4 0
                                    

Sebenarnya, cuaca hari ini tak sepanas hari-hari yang telah lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya, cuaca hari ini tak sepanas hari-hari yang telah lalu. Tetapi, Malvin tak bisa mengelak bahwa atmosfer di sekitarnya terasa amat panas. "Fa, bentar lagi di kepala lo kayaknya bakalan keluar asap, deh," ucapnya seraya bergidik ngeri melihat Shafa yang kelewat fokus mengerjakan soal.

Malvin tak masalah kalau Shafa bisa bersikap seperti kemarin, belajar serius tapi santai. Entah apa yang merasuki gadis itu hingga gaya belajarnya berubah menjadi mengerikan dalam semalam.

"Jangan ganggu!" sentak Shafa, kemudian menggeser bangkunya sedikit menjauh dari Malvin agar remaja itu tak mengganggu konsentrasinya dalam menjawab soal.

Malvin mendengkus seraya menggelengkan kepala. Netranya melirik pada jam yang tergantung di atas papan tulis. Sudah hampir tiga jam keduanya sibuk berkutat bersama soal-soal latihan olimpiade yang baru saja Bu Rara bagikan. Malvin merenggangkan ototnya, pinggangnya terasa amat sakit sekarang.

Kalau gak demi Papa dan demi bertemu dengan Mama kandungnya, Malvin pasti tak akan sudi menginjakkan kakinya di klub membosankan ini. Klub yang hanya berisi manusia kutu buku dengan kacamata kotak mereka.

"Fa, gue keluar bentar, ya?"

Shafa tak menoleh sama sekali, hanya menjawab dengan deheman singkat yang membuat Malvin kembali geleng-geleng kepala.

Remaja itu melirik ke sekitarnya sejenak, para anggota klub yang lain tampak sangat teliti mengerjakan soal. Terutama mereka yang berada di cabang sains. Melihatnya, Malvin bergidik ngeri untuk yang kedua kalinya.

Keluar dari ruangan, remaja itu menutup mulutnya yeng menguap. Para anggota klub basket tampak mengisi lapangan siang ini. Sama seperti anggota olimpiade yang akan melaksanakan lomba, mereka pun sama.

Tak heran kalau sejak kemarin pun mereka melakukan latihan rutin.

"Eh?" Seorang gadis tampak terperanjat ketika menemukan Malvin berdiri di depan ruang klub dengan pandangan lurus menatap ke arah lapangan.

Menyadari ada seseorang di dekatnya, Malvin menoleh. "Ayana?" Senyumnya terbit begitu saja, membuat Ayana-gadis dengan rambut sepinggang yang memiliki lesung di pipi kirinya-membalas senyumnya dengan kikuk.

"H-hai?" sapa Ayana canggung.

Malvin tertawa renyah, membuat hati Ayana langsung bergetar. Gadis itu baru sadar satu hal, Malvin sangat tampan kalau tengah tersenyum. Gigi gingsul remaja itulah yang menjadi poin plusnya.

"Mau kemana, Na?" tanya Malvin seraya berjalan mendekat.

Ayana menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. "Eum, mau manggil temen gue, sih. Lo sendiri mau kemana?"

"Gak ada, nyari udara seger, doang. Takut kepala gue berasap karena ngerjain soal."

Kepala Ayana mengangguk lucu. Keduanya sudah bertemu di tribun semalam, karena itu Ayana tak lagi bertanya soal apa yang Malvin kerjakan. Remaja itu sudah bercerita bahwa ia terpilih mengikuti olimpiade geografi untuk mewakili sekolah.

PancaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang