• 06 •

13 5 0
                                        

Demi apapun, Shafa benar-benar menyesal karena tak mendengarkan nasehat Maudy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Demi apapun, Shafa benar-benar menyesal karena tak mendengarkan nasehat Maudy. Padahal jelas-jelas hal buruk yang terjadi kali ini sudah sering ia alami. Mau sekeras apapun ia berusaha, mereka tetap memandangnya sebelah mata.

Teriakan Nada di belakang tak lagi Shafa hiraukan. Dalam pikirannya saat ini, ia hanya ingin berlari sejauh mungkin atau menghilang saat ini juga sehingga tak perlu berurusan lagi dengan mereka. Wajahnya seolah tercoreng dan ia merasa sangat malu.

Karena pandangannya terus menunduk untuk menghindari tatapan heran dari orang-orang, Shafa tak memperhatikan jalan. Kepalanya menyundul dada seseorang dan ia hampir terjatuh kalau saja orang itu tidak menarik tangannya dengan cepat.

Jantung Shafa berdebar dengan perasaan takut. Kali ini bencana apa lagi yang akan menghampiri? batinnya merasa was-was.

"Shafa?" Suara familiar itu membuat sang gadis mengangkat pandangannya. Ekspresi terkejut tak bisa Shafa sembunyikan ketika maniknya bertatapan langsung dengan manik cokelat milik Malvin. Dengan cepat, ia kembali menyembunyikan wajahnya dan menepis tangan Malvin yang masih menggenggamnya.

"Lo, kok, bisa ada di sini?" tanya Malvin kebingungan. Sedetik kemudian, ia baru menyadari bahwa Virda adalah teman sekelas Shafa, mungkin saja Shafa juga di undang, pikirnya.

"Shafa!" teriakan Nada yang terdengar nyaring itu mengalihkan perhatian Malvin. Remaja itu menatap ke depan, di mana Nada tengah berlari menghampiri keduanya.

Namun entah ada masalah apa di antara keduanya, Shafa hampir saja mengambil langkah besar untuk berlari, tapi tangannya kembali di tarik oleh Malvin. "Kalian berantem?" tanya Malvin dengan tatapan penuh tanya.

"Apaan, sih?! Lepasin, Vin!" Ucapan Shafa sama sekali tak di dengar sang remaja. Manik yang bergetar itu Malvin tatap lumayan lama, seolah ia tengah membaca situasi yang ada.

Hingga secara tiba-tiba, Malvin melepaskan jas hitam yang ia kenakan sebagai pelengkap tuxedo mewahnya. Wajah Shafa ia tutup dan tangan gadis itu ia tuntun menuju mobil merah miliknya.

Melihat itu, Nada menghentikan langkahnya dan menumpukan tangannya pada kedua lutut. Napasnya tak beraturan. Namun, sedetik kemudian, ia kembali menegakkan tubuhnya dengan mata yang menyipit. "Itu Malvin, kan?" gumamnya sendiri pada angin lalu.

Begitu pintu mobil sudah tertutup, Malvin mengarahkan badannya agar menghadap Shafa sepenuhnya. Lain hal dengan sang gadis yang justru mati-matian menghindari tatapan Malvin. Rasanya Shafa ingin lenyap sekarang juga. Ia merasa malu.

"Fa, kenapa ngehindarin gue terus, sih?" tanya Malvin sembari mencoba membalikkan bahu Shafa agar mau menghadap dirinya.

Shafa tak bergerak. Gadis itu tetap pada pendirian hingga Malvin menyerah sendiri. Suara isakan yang muncul membuat remaja itu melirik seraya menghela napas pelan. "Nih," ujarnya sembari memberikan selembar tisu.

PancaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang