Fahri kembali ke ruang konseling menemui Pak Dimas, yang menyambutnya dengan senyum ramah.
"Jadi, selama dua bulan ini kamu ke mana, Fahri?" tanya Pak Dimas dengan nada tenang.
"Abang kan sudah kasih tahu," jawab Fahri singkat, menunduk sejenak.
"Jawab pertanyaan gurumu dengan benar, Hendra!" sergah Rahmat, ayah Fahri, dengan nada penuh kesal.
"Abang bilang kalau Fahri dua bulan kemarin sakit. Makanya nggak boleh sekolah dulu," ucap Fahri polos.
"Jangan mengarang cerita, Hendra! Kakakmu, Aldo, nggak bilang apa-apa ke Mama!" bentak Linda, ibunya, sambil menatap tajam.
"Aku kan nggak punya kakak bernama Aldo," jawab Fahri datar, tanpa ekspresi.
"Apa maksudmu, Hendra?!" teriak Rahmat, emosinya meledak.
Rahmat mengangkat tangannya hendak memukul Fahri, tapi Pak Dimas sigap menahan. Fahri hanya berdiri diam, memandang ayahnya dengan tatapan polos.
"Saya di skorsing lagi, Pak Dimas?" tanya Fahri tiba-tiba, memecah keheningan.
"Nggak kok," jawab Pak Dimas mencoba menenangkan.
"Berarti urusanku di sini selesai, ya, Pak?" lanjut Fahri, sambil bersiap meninggalkan ruangan.
"Hendra, urusanmu dengan Papa belum selesai!" teriak Rahmat, menarik lengan Fahri dengan paksa.
"Ya sudah, selesaikan di sini saja, nggak usah di rumah segala," jawab Fahri santai, meski nadanya menyiratkan sindiran.
Rahmat menarik Fahri keluar dari ruangan konseling, sementara Pak Dimas mencoba menelepon seseorang untuk mencegah situasi semakin kacau.
Rahmat membawa Fahri ke gudang belakang sekolah yang sunyi, diikuti Linda. Suasana di sana terasa semakin tegang.
"Kamu ke mana sih sebenarnya selama ini?!" bentak Linda, emosinya mulai memuncak.
"Seperti yang aku bilang di kantor tadi," jawab Fahri santai, tanpa melihat ke arah ibunya.
Linda menghela napas panjang, menatap Rahmat sejenak sebelum berkata, "Aku sudah lama curiga... Kamu sebenarnya bukan anak kandung kami."
Fahri mendengar ucapan itu, lalu tersenyum kecil dengan ekspresi smirk. Ia mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya, menyalakannya, dan menghembuskan asap perlahan.
"Lalu, aku harus bilang 'wow' gitu?" tanya Fahri tenang, matanya menatap lurus ke arah Linda.
"Hendra! Jaga ucapanmu!" teriak Rahmat dengan nada tajam.
"Selama ini, aku sudah jaga, kok," balas Fahri santai, tapi ucapannya terasa menusuk.
Rahmat yang terbakar emosi langsung merampas rokok dari tangan Fahri dan menginjaknya. Namun, Fahri hanya tertawa kecil.
"Aku mau tanya satu hal saja," ucap Fahri tiba-tiba, suaranya serius.
"Apa?" tanya Rahmat sambil menahan amarah.
"Bagi kalian, Fahri itu siapa?" tanya Fahri, kali ini nadanya lebih pelan, namun tajam.
Linda dan Rahmat terdiam. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut mereka. Hanya kesunyian yang menemani.
Fahri mengangguk kecil, seperti sudah memahami segalanya. Ia berbalik tanpa berkata apa-apa lagi, meninggalkan kedua orang tuanya yang masih terpaku.
Fahri melemparkan botol Aqua kosong ke wajah Ujang, yang terlihat sok ganteng.
"Maneh teh goreng, Ujang nu kasep mah abdi!" pekik Fahri dengan penuh semangat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fahri (END)
Teen FictionMahendra Sabil Al Fahri, seorang cowok yang selalu terlihat ceria dan penuh canda tawa di depan semua orang. Namun, di balik senyumnya yang menawan, ia menyimpan luka mendalam akibat perlakuan tak adil dari kedua orangtuanya. Topeng keceriaan yang i...