Langit yang terlihat begitu indah dengan awan putih yang bergelantungan menghiasinya sangat berbanding terbalik dengan keadaan seorang pemuda yang tengah duduk di samping gundukan tanah yang masih basah dan bertabur bunga.
Fildan menatap nanar pada batu nisan yang bertuliskan nama orang yang sangat ia cintai, Lesti Andryani nama yang sangat ia dambakan untuk tersemat pada lebaran kertas undangan pernikahan bersama namanya, namun takdir dan scenario tuhan menggambarkan berbeda.
"Lesti, kenapa tinggalin Fildan? Aku jahat ya? Maaf ya, tapi kenapa kamu hukum aku dengan pergi jauh selamanya? Maaf sayang."
Fildan kembali tertunduk setelah mengucapkan maaf berulang kali, dia merasa sangat kosong saat ini, seperti tak ada jiwa yang mengisi tubuhnya. Tangan nya terulur mengusap lembut batu nisan seolah ia tengah mengusap kepala sang kekasih. Air matanya tak bisa berhenti menetes dan penyesalan karena selama ini ia mengabaikan gadis nya kembali menyergap hatinya.
"Fildan."
Panggilan serta tepukan di bahu Fildan menyadarkannya dari lamunan. Ia menoleh mendapati kak Weni yang tengah berdiri di sampingnya.
Weni ikut berjongkok di samping Fildan, memandangi makam adiknya yang ia sayangi. Tangan nya pun ikut mengusap batu nisan sang adik.
"Udah nggapapa, ini semua sudah takdir tuhan, sedih boleh tapi jangan berlarut ya, kamu tau Lesti ngga suka melihat orang yang disayanginya sedih." Ucap Weni dengan seulas senyum.
Ia juga sama sedihnya seperti Fildan, ia sedih juga merasa sangat kehilangan, tapi hidup harus tetap berjalan kan?
"Kakak nemuin ini di kamar Lesti, ini untuk kamu." Lanjut Weni dengan memberikan sebuah amplop berwarna biru, warna kesukaan Lesti.
Fildan menatap amplop itu kemudian beralih menatap Weni, seulas senyum kembali Weni terbitkan, Weni mengangguk seolah menjadi isyarat untuk Fildan segera mengambil amplop tersebut.
"Kakak juga sedih kehilangan adik terbaik seperti Lesti, tapi kakak juga sadar kalau kita menangisi nya terus, dia pasti tidak akan senang, kakak pulang dulu Fil." Nasehat Weni setelah Fildan menerima amplop tersebut kemudian pergi kembali meninggalkan Fildan sendiri.
.......
Fildan terduduk sendiri di kursi putih panjang belakang rumahnya, setelah beberapa saat setelah kepergian kak Weni, Fildan memutuskan untuk pulang.
Fildan kembali menatap amplop yang masih setia di genggamannya, perlahan ia memberanikan dirinya untuk membuka amplop tersebut, selembar kertas putih yang terlipat adalah benda pertama yang ia lihat kala membuka amplop tersebut, Fildan menghembuskan nafas nya perlahan, menyiapkan diri dan hatinya untuk membaca surat pemberian terakhir Lesti.
Hai sayang ..
Kalimat pembuka yang membuat Fildan kembali meneteskan air matanya, rindu panggilan nyata itu diucapkan oleh kekasihnya.
Lagi sedih ya? Maaf ya buat kamu nangis :(
Disaat aku nulis ini, aku ngerasa semesta seakan sudah tak lagi memberikan aku waktu yang lama, tapi aku senang dapat bertemu kamu kembali meskipun melalui scenario tuhan yang sedikit menyakitkan.
Jangan menyalakan apapun atau siapapun mengenai takdir kita, ini semua sudah direncanakan dengan baik oleh tuhan. Dimana pun aku sekarang, aku selalu sayang kamu, dulu kamu yang selalu jaga aku, sekarang aku yang jaga kamu meskipun dari jauh.Disaat aku tiada nanti, jangan lupa terus kunjungi aku ya, bawakan aku mawar putih kesukaan ku, maaf merepotkan mu hehe
Jangan sedih terus, aku sayang kamu. Love you.
Kalimat penutup dari surat Lesti telah ia baca, meskipun dalam surat tersebut Lesti mengatakan untuk tidak menangisinya namun nyatanya Fildan tak mampu.
"Aku juga sayang kamu Lesti, love you too" ucap Fildan terdengar sendu.
Fildan mengadahkan kepalanya menatap langit yang begitu cerah hari ini kemudian terpejam, ia kembali mengingat bagaimana pertemuan pertama nya dengan Lesti yang penuh bahagia dan pertemuan kembali keduanya setelah putus yang sangat menyakiti keduanya. Bayang bayang Fildan memutuskan Lesti dan membuat gadis itu sedih kembali berputar di kepalanya bak kaset yang telah rusak.
"Kenapa aku begitu bodoh dengan pilihan ku saat itu les." Tanya Fildan yang ntah ditujukan untuk siapa.
"Hai kenapa sedih?."
Fildan perlahan membuka matanya ketika sebuah suara tertangkap oleh pendengarannya, ia terkejut dengan seorang yang kini duduk disampingnya.
"Kenapa nangis hm? Udah ya."
Tanpa mengatakan apapun Fildan menarik tubuh seorang dihadapannya kini untuk masuk kedalam pelukannya.
"Kenapa tinggalin aku, jangan pergi lagi." Fildan kembali terisak.
Seseorang itu tersenyum, membalas pelukan Fildan dan mengusap lembut kepala Fildan, dapat dirasakan pelukan yang sangat erat dari Fildan seakan tak mau melepaskan kembali.
Beberapa saat berlalu akhirnya orang itu melepaskan pelukan Fildan dan memegang tangan Fildan. Mereka saling menatap satu sama lain.
"Aku selalu disini, lestinya Fildan selalu ada disini." Ucap Lesti dengan menunjuk pada dada Fildan.
"Aku selalu ada di hati kamu bukan?" Fildan mengangguk.
"Kalau kamu merindukan aku, datang kerumah ku dan ya, jangan sedih terus." Ucap Lesti dengan menghapus bercak air mata di pipi Fildan.
"Aku mencintaimu, selalu." Akhir Lesti dan mulai berdiri, berjalan menjauh dan terus menjauh.
Lambaian tangan dan senyum manis adalah yang terakhir Fildan liat sebelum bayangan Lesti semakin jauh dan akhirnya hilang.
"Aku juga mencintaimu Lesti."
......
Hahaha gabut aja makanya nulis ini wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
love scenario
FanfictionIni adalah kisah dimana begitu rumitnya scenario kehidupan dan cinta yang Tuhan berikan untuk kita jalani. •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• Hai ini cerita ku pertama di wattpad jadi maklumin kalo ngga jelas dan ngga bagus. wkwkwk. Se...