Dengan gelisah Fildan tak henti hentinya mondar mandir di depan ruang ICU. Setelah 20 menit yang lalu membawa Lesti ke rumah sakit tapi belum ada tanda-tanda dokter keluar dari ruang itu. Separah itu kah kondisi Lesti saat ini sampai begitu lama pemeriksaan di dalam sana?
Fildan mengacak rambutnya frustasi dan akhirnya ia memilih untuk duduk diruang tunggu. Pikirannya terus tertuju pada gadis yang terbaring lemas di sana, ruang ICU. Matanya tak pernah lepas memandangi pintu icu yang masih tertutup rapat.
"Kamu kenapa les? Kenapa bisa sampai gini kondisi kamu?" Gumam Fildan mulai menunduk.
Tanpa sengaja mata Fildan melihat sebercak darah di kaosnya. Dengan gerakan hati hati, Fildan mulai menyentuh darah itu. Fildan menatap lekat jari telunjuk nya yang terdapat darah, Fildan baru menyadari jika hidung Lesti tadi mengeluarkan banyak darah.
"Dia sakit apa?." Gumam Fildan merasa bingung dengan keadaan saat ini.
Ditengah kebingungannya, akhirnya pintu ICU terbuka dan Fildan langsung menyadari nya. Fildan segera berdiri menyambut dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersebut dengan berbagai macam pertanyaan.
"Dok? Gimana keadaannya saat ini? Apa dia baik baik saja? Kenapa dia mengeluarkan banyak darah dari hidung nya tadi?" Tanya Fildan tak sabar.
"Bapak tenang dulu, akan saya jelaskan tapi tidak disini, mari ikut keruangan saja." Pinta dokter tersebut.
Fildan mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum akhirnya mengangguk dan mulai mengikuti langkah sang dokter untuk pergi keruangannya.
.....
Perlahan Lesti mengerjapkan matanya, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Bau obat obatan langsung menyeruak menyapa indera penciumannya. Pandangannya mengedar meneliti ruang serba putih ini.
"Mbak Lesti sudah sadar? Apa ada keluhan?"
Lesti memiringkan kepalanya saat mendengar semua suara menyapa nya. Lesti sempat terheran saat melihat seorang wanita tengah memakai seragam suster berdiri disampingnya. seketika ingatan Lesti langsung terlempar pada kejadian tadi malam dimana ia hampir berada di ambang kematian.
Lesti teringat sebelum ia kehilangan kesadarannya, ia sempat melihatku Fildan. Apa Fildan yang membawa nya ke rumah sakit? Apa Fildan sudah tau tentang penyakit nya? Lesti terlihat cemas akan hal itu.
"Mm.. sus? Siapa yang membawa saya kemari?" Tanya Lesti sopan.
"Seorang lelaki yang membawa mbak Lesti kemari. Saya lupa namanya tapi dia juga semalam menemani mbak Lesti disini." Jelas suster tersebut dengan tersenyum ramah.
Lesti terdiam mendengar penjelasan suster tersebut. Apa mungkin itu Fildan? Lesti semakin merasa gelisah.
"Sekarang dimana dia sekarang sus?." Tanya Lesti.
"Tadi pagi pagi sekali saya melihatnya keluar, Apa mbak Lesti butuh sesuatu?"
"Tidak sus. Terimakasih." Jawab Lesti sopan.
"Baik kalo begitu saya keluar dulu."
Lesti hanya mengangguk dan tersenyum ramah sebagai Jawaban nya, kemudian suster itu segera berlalu.
......
Seorang lelaki masuk ke dalam ruang rawat Lesti. Dengan langkah pelannya ia melangkah menuju tempat Lesti berbaring.
Fildan mendudukkan dirinya di samping brankar Lesti. Dipandangnya dengan lekat wajah pucat gadis yang pernah menjadi miliknya itu, gadis yang sampai saat masih memiliki tempat paling istimewa di hatinya.Fildan tersenyum kecil saat memperhatikan Lesti, wajahnya terlihat damai saat ia tengah tertidur seperti ini.
Untuk persekian detik tatapan Fildan berubah sendu, senyumnya perlahan memudar.
Ucapan dokter tadi malam kembali berputar di otaknya."Bagaimana dok keadaan Lesti?." Tanya Fildan to the point saat sudah duduk berhadapan dengan dokter diruangannya.
"Apa saudara ini keluarga nya?."
"Saya Fildan. Saya-"
Fildan menggantung kan kalimat nya, ia bingung harus menjawab apa.
"Saya temannya." Ucap Fildan setelah beberapa detik lalu terdiam.
Dokter tersebut hanya mengangguk kemudian mulai membuka beberapa lembar berkas di mejanya. Fildan tak tau apa isi berkas tersebut, tapi jika dilihat dari raut wajah dokter, Fildan yakin akan ada hal penting yang akan disampaikannya. Fildan semakin was was dibuat nya.
"Saudara Lesti mengidap penyakit leukemia."
'deg
Bagai terhujam ribuan pisau, hati Fildan sangat sakit mendengarkan pertanyaan dari sang dokter. Kesadarannya masih berada diambang udara. Fildan masih tak percaya akan kenyataan ini.
"Ta.. tapi dia kelihatan baik baik saja dok selama ini. Dokter pasti salah membaca berkasnya." ucap Fildan masih menyangkal pernyataan dokter.
"Diagnosis ini tidak salah, nona Lesti memang mengidap penyakit leukemia, bahkan sudah memasuki stadium 4."
Fildan kembali menggelengkan kepalanya. Merasa syok dengan ini semua. Otak Fildan seakan tidak dapat berfungsi saat ini. Pikirannya hanya tertuju pada satu poros. Lesti!
.......
Lesti mengerjapkan matanya saat merasakan usapan di kepalanya. Lesti baru menyadari bahwa dirinya tertidur sesuai meminum obat.
Saat Lesti sudah mencapai kesadarannya. matanya langsung tertuju pada Fildan yang sudah menatapnya lebih dulu. Entah sejak kapan Fildan sudah berada di sampingnya. Lesti tak tau pasti.
"Gimana? Ada yang sakit?." Tanya Fildan lembut dengan masih setia mengusap kepala Lesti.
Lesti menatap Fildan was was sekaligus heran. Ada dua pertanyaan saat ini yang bersarang diotaknya. Apakah Fildan sudah tau tentang penyakitnya? Dan mengapa Fildan bersikap lembut seperti ini?.
Dua pertanyaan itu terus saja menghantui Lesti. Sampai pada akhirnya Lesti memutuskan untuk berucap."Fil?."
"Aku udah tau."
____________________________________
Halo hai manteman✨
Ehhh udah masuk part 20 nih😍
Tp kalian penasaran ngga sih sama tragedi di part 1? Gmn kalo aku buat flashback?
makasih dah mampir dan meninggalkan jejak di cerita gaje ku ini 😴
Gimana kesan pesan kalian baca part ini?
Spam komen yhak 😄
Salam sayang author 💦
AlfiyaturRohmania 🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
love scenario
FanfictionIni adalah kisah dimana begitu rumitnya scenario kehidupan dan cinta yang Tuhan berikan untuk kita jalani. •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• Hai ini cerita ku pertama di wattpad jadi maklumin kalo ngga jelas dan ngga bagus. wkwkwk. Se...