R

387 39 3
                                    

Baru tiga jam yang lalu Gabriel berhasil membuat Sam mengeluarkannya dari rumah sakit, kini ia sudah berada di pesawat jet pribadinya, membelah langit menuju belahan bumi yang lain. Pandangannya tajam mengarah pada layar laptop, sementara tangannya memutar-mutar pena di antara jemarinya. Ia sedang mempersiapkan materi presentasi yang akan ia sampaikan pada koleganya.

"Pak, ada telpon." Gabriel tidak perlu bertanya siapa yang menghubunginya karena ia hanya mengizinkan 4 orang, kecuali Nathan, Sam, Bryan, dan Stevan. Tangannya langsung meraih ponsel itu, sedang pandangannya masih tetap fokus pada layar.

Tak sampai sepuluh menit panggilan itu berakhir, lengkap dengan solusi yang ia berikan pada direktur perusahaan cabang yang menghubunginya. Lawan bicara Gabriel hanya bisa menggelengkan kepala, kagum. Mereka seharian kebingungan mencari solusi, dan Gabriel menyelesaikannya kurang dari sepuluh menit.

Gabriel tanpa sadar memijit dadanya pelan, sesak sekali, padahal baru beberapa jam lalu ia lepas dari perawatan. Ia memejamkan matanya pelan saat pening tiba-tiba menyerangnya tanpa ampun, membuatnya tanpa sadar mendesis pelan. Dia segera menggelengkan kepalanya kencang, berharap itu bisa mengurangi sakitnya.

Merasa tidak membaik, ia justru memilih untuk mengabaikan rasanya, kembali berfokus pada layar yang sesekali berubah menjadi buram di matanya. Ia tidak bisa terus bersantai, tidak saat banyak hidup orang bergantung padanya.

"Pak, waktunya minum obat." Max mendekatkan nampan kecil berisi beberapa butir obat dan air pada Gabriel, tapi sepertinya Gabriel tidak menyadari itu. Pena yang tadi ada di jemarinya kini sudah terlepas, tangannya mulai mengetikkan sesuatu di antara grafik yang tengah ia pelajari.

"Pak, minum obat." Max kembali mendapatkan acuhan dari Gabriel. Atasannya itu seolah meletakkan dinding di antara mereka. Max tidak punya pilihan lain. Ia menarik pelan tangan kiri Gabriel hingga membuat lelaki itu menoleh ke arahnya.

"Ada apa, Max? Ada kabar lain dari Nathan?" Max menggeleng. Memang sejak pagi atasannya itu selalu aktif menanyakan keberadaan saudara kembarnya, apa yang dia lakukan, dengan siapa dia dan siapa saja yang dia hubungi. Max menyodorkan nampan yang sedari tadi dipegangnya itu pada Gabriel.

"Minum obat dulu, Pak. Saya juga harus periksa suhu tubuh dan kadar oksigen Bapak. Pak Sam sudah beberapa kali bertanya, atau dia akan menjemput paksa Bapak." Gabriel mengangguk pelan. Itu memang syarat yang diberikan oleh Sam saat mengizinkannya keluar. Ia segera meraih obat yang Max berikan dan menelannya dengan bantuan air. Ia juga membiarkan Max memeriksa dirinya.

"Suhu tubuhnya naik lagi, Pak. Kadar oksigennya juga lumayan rendah. Istirahat dulu, ya?"

"Oksigen sama parasetamol aja, Max. Kerjaan gue masih banyak." Max menurut. Paling tidak, atasannya itu mau diberikan penanganan meski tidak ingin beristirahat. Max segera menyiapkan yang Gabriel butuhkan. Setelah memastikan Gabriel meminum parasetamolnya, Max memasangkan masker oksigen pada Gabriel yang terlihat kesulitan bernapas sampai harus bernapas lewat mulut.

"Agak bersandar sedikit, ya, Pak? Lihat laporannya dari layar saja." Gabriel lagi-lagi menurut. Kepalanya sebenarnya sudah berdenyut nyeri sejak tadi, pun dengan dadanya yang sesak bukan main. Gabriel tanpa sadar memejamkan matanya saat pandangannya berputar, padahal dia hanya merubah posisinya dari duduk ke bersandar.

"Ada yang Bapak butuhkan?" Gabriel meminta Max mendekat padanya, tenaganya seolah terkuras. Napasnya juga masih sangat sesak, dia tidak mungkin menurnkan masker yang tengah ia pakai hanya untuk berbicara pada Max.

"Max, pastikan kita tetap terhubung sama Nathan dan update berkala ke gue," ucap Nathan di balik masker oksigennya. Suaranya terdengar parau dan terpenggal-penggal. Meski langsung menuruti apa yang Gabriel perintahkan, Max masih tidak bisa melepaskan pandangannya dari Gabriel yang kini tengah mengurut dadanya sendiri sambil menatap ke arah layar.

Panggilan Max akhirnya terhubung pada Lulu. Tak ingin mengganggu konsentrasi atasannya, Max perlahan menyingkir dari sisi Gabriel, mencari tempat yang sekiranya suaranya tidak bisa didengar oleh Gabriel yang memiliki pendengaran sangat peka.

"Lu, atasan lo di mana? Lagi apa?" Lulu menjelaskan apa yang tengah dilakukan atasannya, tapi kerutan di kening Max justru semakin dalam. Ada yang aneh dari cara Lulu menjelaskan padanya, nada suaranya terlihat sangat datar, seolah tengah menyembunyikan sesuatu.

"Oke, gue bakal hubungi satu jam lagi. pastikan atasan lo makan dengan baik, juga istirahat."

Max mengakhiri panggilannya, kemudian masuk ke dalam ruangannya sendiri. tangannya langsung meraih laptop miliknya dan membuka aplikasi pelacak yang khusus dibuat oleh tim IT perusahaan Gabriel. Dia memasukkan nomor ponsel Lulu yang baru saja ia hubungi, berniat melacak keberadaan wanita itu sekarang.

"Udah gue duga," gumam Max saat melihat lokasi Lulu sekarang. Jauh sekali dari lokasi yang ia katakan tadi. Dugaannya tepat, Lulu tengah berbohong padanya dan itu pasti permintaan Nathan. Ada yang aneh dari Nathan dan dia harus cari tahu sebelum itu mengacaukan Gabriel. Max kembali meraih ponselnya, menekan beberapa angka di ponselnya kemudian menempelkan ponsel itu di telinganya, menunggu terhubung dengan orang yang ia tuju.

"Hack komputer milik sekretaris pribadi Nathan, cari tahu siapa saja yang ia hubungi akhir-akhir ini. hack juga ponselnya. kirimkan laporannya dalam tiga jam."

Nathan mungkin tidak menggunakan ponselnya sendiri untuk menghubungi orang-orang, jadi dia tidak melihat kejanggalan saat melihat data ponsel Nathan. Dugaannya tidak mungkin meleset. Begitu pesan dari tim IT diterima, Max segera membuka laptopnya.

Max mengerutkan keningnya melihat laporan yang baru saja ia dapatkan. Bukan data komputer milik Lulu yang tertampil, justru indikasi kebocoran data miliknya. Ternyata, ada orang yang sengaja memasang chip di komputer miliknya agar bisa meretas dokumen dan informasi perusahaan. 

"Apa ini? Kalian gak bisa beresin sendiri?" tanya Max kesal. Jawaban yang diberikan tim IT justru semakin membuatnya kesal. Dia bahkan langsung menutup panggilan tanpa mengatakan apa pun lagi. Kini pandangan Max tertuju pada Gabriel yang masih tetap fokus pada laporannya, bahkan dengan kondisi yang sangat tidak baik itu. Lelaki itu terlihat kelelahan, tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia harus melaporkan semua hal yang terjadi.

"Pak, maaf." Gabriel berdeham pelan, menjawab panggilan Max sambil memijit pangkal hidungnya, mencoba mengenyahkan pening yang masih setia mendekam di kepalanya.

"Ada apa?" tanya Gabriel sambil memejamkan matanya. Suaranya terdengar serak. Mendengar suara itu saja berhasil membuat Max bergidik ngeri sambil menatapnya nanar.

"Ada yang meretas komputer perusahaan. Barusan, ada laporan juga kalau beberapa orang tengah memata-matai kita."

Gabriel yang semula memejamkan mata langsung membuka matanya. Tidak ada sorot hangat yang biasa terlihat di mata itu. tatapannya berubah sangat tajam dan dingin, ekspresinya mengeras. Tanpa kata, Gabriel mengulurkan tangannya, meminta laporan yang tadi Max baca. Tangannya sibuk di atas keyboard, sedang matanya masih tetap fokus.

Tak sampai lima menit, ia sudah mendapatkan akun orang yang meretas komputer perusahaan. Senyum miringnya terbit saat mendapati nama orang yang bermain dengannya barusan. Tak perlu disebut, dia bahkan tahu siapa orang yang membayar orang ini.

"Jadi, dia mulai main-main sekarang? Dasar bodoh!" komentar Gabriel dengan suara dingin. Dengan santai, Gabriel mengambil ponselnya yang sejak tadi tergeletak begitu saja di sisi kanannya. Dia menekan tombol 9 dengan cukup lama, kemudian ponselnya langsung memanggil seseorang di urutan nomor 9 panggilan cepatnya.

"Ada masalah?"

"Ya. Selesaikan dengan rapi. Jangan tinggalkan jejak. Sisakan beberapa orang untuk diinterogasi. Pastikan dapatkan nama orang di belakang mereka. Kalo perlu hancurkan orang di belakang mereka."

"Siap. Lo oke, 'kan?"

"Tenang aja. Dan pastikan Nathan aman."

"Baik. Ketemu 24 jam lagi?"

"Undur 30 jam lagi."

"Oke."

Nathaniel ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang