Q

1.8K 216 60
                                        


"Mikirin gimana caranya ngalahin L?" Nathan terkesiap saat mendengar suara orang yang hampir tidak pernah ia duga akan berada di sini. di belakang lelaki itu, sekertarisnya menunduk dengan raut ketakutan. Dia seperti hendak menjelaskan sesuatu, tapi urung karena rasa takut yang lebih mendominasi.

"Lulu, kamu boleh pergi." Nathan akhirnya mempersilakan sekretarisnya pergi, kemudian beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke pantry yang ada di sudut ruangannya. Sementara itu, lelaki yang tadi berbicara padanya sudah menjatuhkan diri di sofa sambil mengangkat kakinya ke meja.

"Kamu tidak akan bisa mengalahkan L dengan kekuatanmu sendiri. Dia jauh di atasmu. Kalau ingin mengalahkan L dan membuatmu dilihat Opa, paling tidak kamu harus bekerja sama dengan orang lain, orang yang benar-benar diakui oleh Gabriel, atau paling tidak Opa. Bukannya malah bekerja sama dengan dunia bawah."

Nathan menghentikan aksinya mengaduk kopi yang baru saja ia buat. Pandangannya menatap air yang masih berputar itu, tapi pikirannya terus memproses kalimat yang baru saja dilancarkan Joffey. Andai bekerja sama dengan orang-orang itu mudah, Nathan pasti sudah melakukannya dari dulu alih-alih memilih orang-orang di dunia bawah.

Nathan kembali mengaduk kopinya dan menyerahkannya pada Joffey tanpa kata. Ia kemudian duduk tepat di hadapan Joffey tanpa minat. Namun, Joffey justru tertawa melihat tingkah Nathan. Dia mengambil cangkir kopi di hadapannya, mencium aromanya sebelum meminumnya.

"Enak. Ini kopi pilihan L, 'kan? Stop biarin hidup kamu berada di bawah sayap L. Saatnya membuktikan ke semua orang, kamu juga bisa. Hubungi mereka. Saya yakin mereka paling tidak akan mendengarkanmu," kata Joffey sambil menyodorkan beberapa lembar kartu nama yang tak kunjung diterima oleh Nathan. Akhirnya, Joffey meletakkan kartu-kartu nama itu di atas meja.

"Atau kamu lebih suka menjadi bayangan adikmu sendiri? Terserah. Tapi perjanjian saya masih sama. Seluruh sahammu."

Setelah mengatakan hal itu, Joffey beranjak dari tempatnya dan pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi. Namun, senyum di wajahnya tak juga memudar. Dia tahu bahwa dia sudah menang sejak Nathan menyuruh sekretarisnya pergi alih-alih mengusirnya dari ruangan. Dia tahu, taktiknya selama ini berhasil. Tidak lama lagi, ia pasti akan mendapatkan apa yang ia inginkan, Gabriel!

Masih di sofa yang sama, Nathan tidak bergerak sama sekali. Otaknya terus memikirkan apa yang Joffey katakan, meski hatinya berkata tidak. Dia tahu ini salah, tapi entah bagaimana otaknya terus memikirkannya. Bahkan tubuhnya secara refleks bergerak mengambil tumpukan kartu nama itu.

Tangan Nathan secara lincah menyortir nama-nama pengusaha di tangannya. Ternyata, mereka adalah pengusaha yang dulu tidak pernah Gabriel inginkan untuk bekerjasama, kemudian ia mengirimkannya pada sekretarisnya dan menghubungi wanita yang duduk di luar ruang kerjanya itu.

"Lulu, hubungi nomor-nomor yang saya kirimkan di email. Ajak mereka bertemu, bilang jika kita ingin mengadakan kerjasama."

"Baik, Pak. Kapan ingin bertemu dengan mereka?"

"Secepatnya. Kalau bisa dalam minggu ini saya sudah dapat kabar dari mereka. Satu hal lagi, jangan sampai ada yang tahu soal ini."

"Baik, Pak!"

^^^

Nathan tidak pernah suka menunggu. Baginya, menunggu adalah hal yang paling membosankan. Dia akan membenci setiap orang yang membuatnya menunggu. Menurutnya, orang-orang seperti itu jelas tidak bisa menghargai waktu orang lain. Namun, kali ini berbeda. Nathan membiarkan dirinya duduk di restoran Jepang terkemuka hampir selama satu jam untuk menunggu para calon partner bisnisnya.

Di luar pintu ruangan restoran yang sudah Nathan sewa, Lulu, sekretaris Nathan berdiri dengan gelisah dengan ponsel yang terus tertempel di telinganya. Sesekali ia menurunkannya, menekan nomor kontak yang lain, kemudian menempelkannya lagi di telinga. Tangan dan kakinya sudah sedingin es, takut tidak ada yang akan datang ke pertemuan ini. Nathan pasti marah. Pekerjaannya pasti melayang jika itu benar-benar terjadi.

Dari arah berlawanan, tepat di seberang Lulu, beberapa pria paruh baya dengan setelan rapi terlihat berjalan beriringan tanpa saling bercakap. Melihat mereka, tanpa sadar Lulu menghembuskan napas lega. Akhirnya tamu yang ia undang datang juga. Untuk sementara, pekerjaannya aman!

"Pak, tamunya sudah datang," ucap Lulu sambil membuka pintu geser yang memisahkannya dengan Nathan. Duduk di atas tatami, alas duduk khas Jepang, Nathan menatap semua tamu yang hadir dengan tatapan dinginnya tanpa seulas senyum.

"Terima kasih sudah bersedia memenuhi undangan saya." Sekitar lima belas orang di hadapannya hanya diam meski tengah menatapnya penuh minat. Sepertinya mereka menunggu apa yang ingin Nathan sampaikan.

"Langsung saja, saya ingin menawarkan kerja sama bisnis kepada kalian semua."

"Saya? Maksudnya hanya kamu sendiri? Tanpa Gabriel?" Nathan sudah menduga nama Gabriel akan disebut di pertemuan ini. Nathan langsung menggeleng mantap.

"Tidak, hanya saya, tanpa ada campur tangan Gabriel baik sekarang maupun ke depannya. Tidak ada juga bantuan dari Dimitry Kingdom. Saya bukan menawarkan kerja sama di bawah naungan Dimitry Kingdom. Saya ingin menawarkan bisnis di bawah naungan perusahaan yang saya dirikan sendiri, Beverly Corp."

"Perusahaanmu sendiri? Sepertinya Nama Gabriel masih menjadi pemilik saham terbesar sekaligus pemilik perusahaan muda itu. Karena itu investor masih meliriknya, karena ada nama Gabriel di dalamnya. Atau saya salah?"

"Benar, perusahaan yang kami rintis bersama itu masih milik kami berdua. Tapi saya lah direktur utamanya sekarang. Selain itu, Gabriel sudah membebaskan saya untuk melakukan apa pun pada Beverly Corp. Karena itu, di sini saya menawarkan atas nama saya sendiri, tanpa campur tangan siapa pun."

Selesai mengatakan apa yang ada di kepalanya, Nathan sengaja diam, menunggu reaksi dari pada calon partner bisnisnya. Lebih dari setengahnya tiba-tiba berdiri, menatap Nathan dengan pandangan meremehkan, kemudian melangkah meninggalkan restoran tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Jadi, kalian yang bertahan di sini bersedia bekerja sama dengan saya?"

"Wow! Tidak secepat itu anak muda. Kita semua masih ingin tahu kerja sama seperti apa yang kamu tawarkan dan bagaimana rencanamu ke depannya." Nathan mengangguk, ia mulai menjelaskan kerja sama yang sudah ia rencanakan, langkah yang akan dia ambil dan besar kemungkinan profit yang akan mereka dapatkan bersama. Semua ditulis secara rinci dan ditampilkan di layar, memudahkan mereka untuk memahami apa yang Nathan maksud.

Tidak banyak yang menatap Nathan dengan tatapan tertarik. Bahkan, banyak yang secara terang-terangan menunjukkan respon berlawanan, mereka menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela napas panjang. Seperti dugaan Nathan, ini tidak mudah. Dia bukan Gabriel yang bisa menarik perhatian semua orang dan membuat mereka tunduk hanya dengan kalimatnya.

"Kamu sepertinya harus belajar banyak dari saudara kembarmu, Nak. Rencanamu bagus, tapi itu seolah hanya khayalan. Sulit untuk direalisasikan. Kami akan percaya rencana itu berhasil, andai Gabriel yang mengatakannya, tapi kamu, ini kasus yang berbeda. Maaf, saya pribadi tidak bisa."

Lelaki yang duduk tepat di hadapan Nathan itu perlahan berdiri, diikuti beberapa orang di sekelilingnya. Nathan hanya bisa terdiam, ada panas yang menjalar di hati saat lagi-lagi dia harus dibandingkan dengan Gabriel. Apalagi saat mereka terang-terangan menolak kerja sama yang ia tawarkan karena tidak melibatkan Gabriel di dalamnya.

"Sulit, bukan?" Nathan mendongak, menatap satu-satunya lelaki yang tersisa dari pertemuan ini. Dia kenal lelaki ini. Dom, salah satu orang yang selalu ditolak oleh Gabriel saat mengajaknya bekerja sama.

"Aku bersedia bekerja sama denganmu, tapi ada syaratnya." Nathan menatap lelaki itu lekat. Otaknya tanpa sadar mengulang kalimat Joffey, paling tidak kamu harus bekerja sama dengan orang lain, orang yang benar-benar diakui oleh Gabriel, atau paling tidak Opa. Nathan segera menghapus itu dari pikirannya. Dengan mantap ia mengangguk.

"Sebutkan!"

Nathaniel ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang