I

2.3K 260 19
                                    


"Gabriel, ada masalah di cabang rumah sakit yang kita danai."

Gabriel mengernyit bingung, sore tadi dia baru saja mengadakan rapat dengan direktur utama rumah sakit dan tidak ada informasi seperti itu sama sekali. Kenapa sekarang tiba-tiba ada masalah? Malam-malam begini?

"Akurat?"

"Iya. Direktur utama rumah sakit yang menghubungi langsung."

"Kapan mereka minta ketemu?"

"Hari ini juga."

Kerutan di dahi Gabriel semakin dalam saja, ada yang tidak beres. Jelas ada yang tidak beres tapi entah kenapa dia tidak mencium sesuatu berbau negatif sekarang ini. Dia selalu peka tentang apa pun yang akan terjadi padanya dan untuk kali ini dia tidak merasakan adanya bahaya.

"Bagaimana?"

"Oke, kita ke sana sekarang. Tunggu di depan." Max mengangguk patuh dan segera berjalan keluar meninggalkan kerumunan itu, menyiapkan mobil untuk tuannya.

lelaki muda itu kini berdiri, menyambut kolega bisnisnya yang sedang berpesta di rumah Oma nya dengan senyuman ramah seperti biasa. Sesekali dia berhenti untuk bertegur sapa dan bertukar sedikit informasi tentang perusahaan, terutama bagi orang-orang yang baru bertemu dengannya sekali ini.

"Opa," panggil Gabriel pelan. Alexander yang mendengar panggilan cucunya itu langsung menoleh sambil tersenyum dengan tatapan bangga luarbiasa. Dia menarik Gabriel dan membawanya ke tengah-tengah keramaian, bertemu dengan orang-orang penting yang belum sempat melihat Gabriel secara langsung.

"Seperti yang orang-orang katakan. Dia sangat mirip dengan Reza William, bahkan lebih baik." Alexander mengangguk dengan bangga. Mungkin dia tidak pernah bisa menyaingi keponakannya itu, tapi dia punya cucu yang sangat cerdas, dengan sikap yang jauh lebih baik dari Reza.

"Maaf tuan-tuan. Kalau bisa, saya minta untuk tidak dibanding-bandingkan dengan orang lain. Itu sedikit menyakiti hati saya," kata Gabriel dengan senyum ramahnya, tapi sayangnya senyuman itu tidak sampai ke matanya karena entah bagaimana mereka merasakan aura dingin seperti saat melihat Reza dulu. Jauh dalam hatinya, mereka senang, kerajaan bisnis mereka akan berkembang pesat di bawah kepemimpinan lelaki ini. Persis bahkan mungkin lebih baik dari kepemimpinan Reza.

"Tentu, kamu adalah kamu, bukan Reza dan kamu sudah membuktikan itu, Prince." Gabriel tersenyum tipis mendengar kata-kata Alexander. Tidak, dia tidak pernah berusaha membuktikan apa pun pada mereka, mereka sendiri yang tiba-tiba menilainya, membandingkannya dengan orang lain dan akhirnya memberikan posisi ini padanya, tanpa dia pernah meminta.

"Aku dengar kamu melebarkan sayap ke dunia kesehatan. Kamu membangun rumah sakit di bawah naungan Dimitry Kingdom?" tanya salah satu kolega bisnis Gabriel. Gabriel hanya bisa menghela napas pelan, tapi bibirnya tetap saja tersenyum. Niatnya untuk kabur sepertinya harus ditunda sedikit lebih lama karena sekarang puluhan pasang mata tengah menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya.

"Ya, rumah sakit adalah bisnis yang sangat menjanjikan sekarang. Semakin banyak pekerjaan yang diciptakan, semakin banyak inovasi makanan dan kendaraan yang ada dan gaya hidup masyarakat membuat mereka sangat rentan sakit. Dengan dokter terbaik dan harga yang nantinya kita buat menyesuaikan pendapatan serta menawarkan banyak bantuan pada pasiennya tentu akan membuat rumah sakit kita bisa bertahan bahkan bersaing dengan rumah sakit dunia."

"Dan dari mana kamu mendapatkan dokter-dokternya?"

"John Hopkins university juga para lulusan kedokteran terbaik dari universitas terbaik Indonesia."

"Sudah ada kandidatnya?"

"Sudah, untuk sekarang mereka sedang bekerja di National Hospital. Rumah sakit kanker terbaik dan juga salah satu rumah sakit yang didanai Dimitry Kingdom."

Nathaniel ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang