"Jadi, lo mau gimana sekarang?" Nathan mematikan tv yang menanyangkan kabar serah terima jabatan Gabriel. Tarikan napasnya berat, seberat kenyataan bahwa lagi-lagi, dirinya tidak dianggap ada. Ia membiarkan pertanyaan Stevan menggantung di udara, sedang pandangannya menatap lurus ke luar jendela appartement Stevan.
Satu minggu, genap satu minggu Nathan menyembunyikan diri di sini. Sengaja, ia tidak menggunakan appartement nya sendiri. Yakin pasti Gabriel bisa langsung menemukannya di sana. Pikirannya kalut. Mustahil ia baik-baik saja dengan semua ini. Terutama jika seluruh perhatian tertuju pada orang yang sepanjang hidup bersamanya, berbagi rahim dengannya.
"Lo mau sampe kapan kayak gini? Tentuin hati lo, mau dukung dari belakang atau maju ke depan. Gue yakin L bakal kasih perusahaan itu tanpa lo minta, tapi keluarga besar lo pasti gak akan setuju dan mereka bakal liat lo lebih rendah lagi."
Lagi, Nathan membiarkan kalimat panjang itu tak terjawab. Semua di luar rencananya selama ini. Dia pikir, dia masih punya waktu untuk membuktikan diri sebelum mereka memutuskan mengangkat Gabriel. Dia pikir, dengan pencapaiannya selama ini, orang-orang mulai melihat potensinya. Nyatanya, tetap Gabriel yang mereka lihat.
"Apa pun langkah yang gue ambil nantinya, L yang bakal jadi korbannya. Iya, kan?"
"Bukan pertarungan namanya kalo tanpa korban. Ntah lo atau kembaran lo, atau justru dua-duanya. Tapi daripada diem, mending usaha dulu, kan? Gue sama Bryan juga bakal bergerak, dengan atau tanpa lo."
Nathan membiarkan Stevan mengambil kunci mobilnya dengan kasar dan berjalan meninggalkannya. Sementara dirinya masih tetap sama, menatap ke luar jendela tanpa minat. Setiap rencana yang akan dia ambil berbahaya. Setiap langkah itu jelas bukan cara yang tepat dan lucunya, Nathan sudah yakin akan gagal bahkan sebelum rencana itu berjalan.
"Sorry, L. Gue cuma mau dilihat, dihargai."
***
Gabriel menatap ruangan kosong tak berpenghuni itu nanar. Satu minggu. Genap satu minggu kamar mewah bernuansa putih itu tak pernah dijamah lagi oleh pemiliknya, entah ke mana. Sudah satu minggu juga Gabriel tidak pernah berhenti mencari, jangankan berhenti untuk tidur dan mengistirahatkan badannya yang terasa remuk, ingat untuk menelan sesuap nasi pun tidak. Hanya air mineral yang bisa masuk ke dalam perutnya, itu pun tak banyak. Tak khayal kalau sekarang wajahnya sudah pucat pasi, lengkap dengan cekungan di matanya dan tubuhnya yang mengurus.
Lo di mana, sih Naa...
Gabriel menutup pintu kamar itu pelan, mencuci mukanya yang sudah seperti mayat hidup dan meraih tas punggungnya. Jam yang melingkar di tangannya sudah menunjukkan pukul 7, kuliah paginya seharusnya sudah hampir dimulai sekarang dan dia masih berada di kediaman megahnya. Berharap Nathan tiba-tiba akan muncul dari balik pintu dengan senyuman di wajahnya, atau mungkin menyapanya di meja makan seperti biasa. Tapi selama satu minggu ini, semua itu hanya mimpi indah Gabriel.
Gabriel berjalan gontai menuju mobilnya yang sudah terparkir di luar garasi. Lelaki berjas hitam menyapanya dengan senyuman sambil menyodorkan kunci mobil Gabriel yang dibalas gelengan pelan. Dengan kepalanya, Gabriel mengisyaratkan lelaki itu untuk masuk ke dalam mobil dan menjadi supir pribadinya sedangkan Gabriel sudah mendudukkan dirinya di kursi belakang dengan kepala disandarkan dan mata lelahnya yang terpejam. Penat bukan main dengan semua yang harus dia hadapi.
"Langsung ke kampus aja," perintah Gabriel bahkan sebelum lelaki itu menanyakan tujuannya. Lelaki berjas itu menuruti permintaan atasannya dan segera melajukan mobil dengan kecepatan standar menembus kemacetan lalu lintas yang sepertinya tidak pernah lengang.
Sampai di kampus, Gabriel buru-buru berjalan memasuki kelasnya. Entah kenapa dia lagi-lagi berharap Nathan ada di dalam kelas itu, mencatat materi dengan wajah dinginnya dan tersenyum ketika mata mereka bertemu. Namun lagi-lagi harapan hanya tinggal harapan. Sama seperti hari-hari sebelumnya, Gabriel juga tidak menemukan Nathan di tempat itu. Hanya orang-orang yang menatapnya kaget karena sudah membuka pintu kelas dengan keras.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nathaniel ✔
JugendliteraturDia Nathaniel, laki-laki yang akan melakuan apapun untuk Gabriel Dia Nathaniel, laki-laki yang akan berkorban apapun untuk Gabriel Dia Nathaniel, satu-satunya alasan Gabriel ada di dunia ini Apa yang membuat Nathaniel bertahan di dunia ini? Gabriel ...