B

3.7K 314 43
                                        

Melody menendang ban mobilnya yang dengan kurang ajar harus bocor di saat-saat seperti ini. Ribuan kutukan meluncur dari bibir ranumnya, mengutuk orang-orang egois yang menebar paku di jalan raya hanya untuk membuat korban mengganti ban mereka di bengkelnya. Dengan ketus Melody menyuruh orang-orang bengkel yang sok peduli itu untuk mendorong dan mengganti kedua ban mobil bagian depannya yang sialnya tidak akan mungkin selesai dalam waktu 5 menit.

Sial, tanduk setan mama pasti udah bercabang-cabang kayak rusa nih! maki Melody pelan, tangannya sibuk menelpon orang-orang di rumahnya untuk menjemputnya, tapi hingga sekarang belum ada yang menjawab panggilannya. Hingga akhirnya terbersit pikiran untuk menelpon orang itu. Melody langsung menekan panggilan cepat nomor 9 di ponselnya dan dalam hitungan detik, nada tunggu berdering nyaring di telinganya. Melody menggigiti ujung kukunya sambil menghentak-hentakkan kaki, khasnya saat gugup. Tak beberapa lama kemudian panggilannya sudah terhubung dengan lawan bicaranya.

"Apa?"

"Lo di mana sekarang? Boleh minta tolong gak?" Lama Melody menunggu jawaban dari lawan bicaranya, namun sepertinya lawan bicara itu ingin ia melanjutkan kata-katanya.

"Jemput gue dong, ban mobil gue bocor. Gue buru-buru banget dan gak ada taksi di sini, ojek juga gak ada. Gue di deket perumahan lo kok. 2 km ke selatan kalo dari perumahan lo." Melody mengerutkan keningnya ketika panggilannya diputuskan secara sepihak, bahkan Melody belum mendapatkan jawabannya.

"Apa pesen go-jek aja kali, ya?"

Melody mengotak-atik smartphonenya. Sesekali menggerutu karena baru sadar tidak punya aplikasi go-jek. Mau tak mau ia harus mendownload dulu dan jelas itu memakan waktu, belum lagi daftarnya. Berkali-kali Melody melirik jam tangannya, sudah hampir jam 3 sore, mamanya pasti sudah berdiri di depan rumahnya sambil memegang golok, siap memenggal kepalanya saat itu juga.

Tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan Melody. Melody mengerutkan keningnya dalam-dalam, pikirannya menerka-nerka siapa yang ada di dalam mobil itu. Seingatnya tidak ada satupun temannya yang memiliki mobil keluaran Porsche. Bagaimana mungkin teman-temannya mempunyai mobil berdesain glamour seharga 3 milyar!

"Naik Melody, katanya buru-buru!"

Melody tidak bisa menahan rahangnya untuk tidak terjatuh. Begitu kaca mobil itu diturunkan, dua orang lelaki berwajah sama persis tengah menatapnya dengan tatapan berbeda. Satu dengan senyum lebar di wajahnya, satu lagi dengan wajah masamnya yang khas. Keduanya memakai kaca mata hitam, menutupi mata hazel, bulu mata lentik dan alis tebal mereka. Melody juga bisa melihat pakaian mahal yang mereka pakai, meskipun hanya kaos berlapis jaket dan celana jeans selutut yang menutupi kulit putih bersih mereka. Tatanan rambut mereka tidak terlalu rapi, tapi bukan berarti berantakan, seolah ditata oleh penata rias dunia.

"Gak naik?" Kali ini lelaki berwajah masam itu yang membuka suara. Melody seolah tersadar dari kekagumannya dan segera membuka pintu belakang sebelum pintu di depannya terbuka dan tangannya ditarik keluar. Melody reflex keluar dari mobil itu, padahal pantatnya sudah hampir menempel di jok mahal itu.

"Kenapa, L?" tanya Melody bingung. Yang ditanya hanya tersenyum, menunjukkan deretan gigi putihnya yang berjajar rapi.

"Melody duduk di depan aja ya? Mau tidur, ngantuk banget, tadi cuman sempet tidur 2 jam." Melody mengangguk patuh. Tanpa banyak bertanya, Melody duduk di kursi depan dan membiarkan Gabriel menutup pintu di sampingnya sambil tersenyum jail.

"Ati-ati, galak, tapi goda aja terus, siapa tau luluh!" ledek Gabriel yang dihadiahi tatapan tajam Nathan. Gabriel tertawa puas. Setelah lelaki itu duduk di jok belakang, mobil hitam itu melaju membelah jalanan yang hampir sepi tanpa kesulitan sama sekali.

Nathaniel ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang