N

2K 236 120
                                        

Prang!!

Televisi berukuran 163 inci yang memenuhi salah satu dinding kamar Nathan itu berakhir tragis beberapa detik setelah memberitakan beberapa pengusaha yang tertangkap pihak berwajib karena beberapa kasus. Tidak hanya di Indonesia, kasus yang sama menimpa beberapa pengusaha dunia, dan sialnya hampir semua adalah orang yang baru-baru ini bekerja sama dengan Nathan.

Emosi Nathan sudah di ubun-ubun sekarang. Tidak menyangka hampir seluruh rencananya berantakan. Bukan hanya berantakan, bahkan bisa dikatakan gagal sepenuhnya. Nathan menarik napas dalam-dalam beberapa kali, berusaha meredam emosinya, sayangnya itu tidak berguna. Emosinya justru semakin tinggi.

Dengan langkah tergesa, Nathan menyambar kunci mobil yang ada di nakas dan menuruni tangga rumahnya. Tepat saat kakinya menyentuh tangga terakhir, sepasang lelaki muncul dari pintu utama, tersenyum lebar padanya sambil melambaikan tangan.

"Wow, easy, man!" Stevan menahan tangan Nathan yang berjalan melewatinya begitu saja. Dengan tenaganya yang selalu lebih besar dari Nathan, ia dengan mudah menarik lelaki itu duduk ke sofa. Seorang pelayan dengan sigap membawakan beberapa jenis minuman dan makanan ringan yang biasa Stevan dan Bryan sukai.

"Ada masalah?" tanya Bryan tanpa menunggu.

"Rencana gue berantakan. Mereka ketangkep. Gue harus pastiin mereka gak bawa nama gue atau keluarga gue bakal bunuh gue seketika," ucap Nathan menggebu. Stevan dan Bryan mengangguk, mengerti. Itu juga yang membuat Gabriel menghubungi mereka dan menyuruh datang ke rumah mewah ini.

"Need help?" tanya Stevan menawarkan diri. Senyum miringnya  sambil memainkan gelas wine jelas membuat Nathan menaikkan sebelah alisnya.

"Gue bisa bikin alibi kapan pun mereka sebut nama lo. Orang-orang Stevan yang bakal pastiin gak ada siapa pun yang bakal bantah alibi gue. Gimana?" tawar Bryan santai. Ia bahkan menikmati wine dari gelas yang sama yang tengah dipegang Stevan. Di hadapannya, Nathan masih memandang keduanya bingung.

"Kenapa? Bingung? Lo gak perlu cerita apa pun yang lo lakuin di sana. Kita udah tau. Lo gak mau nama lo diseret, kan? Kita bisa bantu lo keluar dari itu semua."

"Syaratnya?" Keduanya tertawa mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Nathan.

"Back to us. Jangan ngelakuin hal gila lagi. Cukup jadi Nathan yang dulu." Nathan mendengkus mendengar kalimat Bryan. Dia bahkan menatap kedua orang itu dengan lirikan tajam dan senyuman sinis.

"Jadi Nathan yang dulu? Maksud lo jadi bayangan L?" Bryan dan Stevan sedikit kaget mendengar kalimat Nathan.

"Lo gak pernah dan gak akan pernah jadi bayangan siapa pun, Na! Itu cuma pikiran lo aja."

"Bulshit! Kalo gue bukan jadi bayangan siapa pun, orang-orang itu bakal ngeliat gue, bukan cuma L. Klalo gue bukan bayangan, gue gak akan jadi second option. Kalian semua cuma butuh gue kalo L gak ada 'kan? Gue cuma cadangan!"

Bryan dan Stevan tidak sempat menjawab kalimat panjang Nathan. Lelaki itu sudah terlanjur beranjak pergi dan membanting pintu rumahnya. Kedua lelaki yang tertinggal di belakang hanya bisa menarik napas panjang dan menggeleng pelan.

"Persis prediksi L. Jadi, mau jalanin rencana selanjutnya?" tanya Stevan pelan, sesekali mengecup leher Bryan.

"Gak ada pilihan, Beib. He's too far for us." Stevan mengangguk pelan, kemudian mengecup kekasihnya itu beberapa kali di beberapa bagian tubuhnya, tidak peduli pada orang-orang yang beberapa kali berjalan melewati mereka.

^^^

Mission Failed

Sam menghela napas panjang setelah membaca pesan yang baru saja ia dapatkan dari Stevan. Pandangannya langsung tertuju pada layar monitor yang terhubung dengan ruang rawat Gabriel. Melihat lelaki yang masih terhubung dengan kabel-kabel itu fokus pada laptop dan kertas-kertas di hadapannya, tanpa sadar membuat Sam bergidik ngeri.

Nathaniel ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang