🦋 Halohai! 🦋
Rajin banget update, ya, ampun... Aku bangga dengan diriku sendiri. 😂
Part ini lumayan panjang dibandingkan biasanya karena tadinya mau aku bikin dua part, tapi nanti kepanjangan lagi.
🏹 Jangan lupa, ya, "cerita ini akan terus berjalan sejalan dengan apa yang ingin aku ceritakan kepada banyak orang." Jadi, kalau ada yang tanya kapan ending? Kenapa ngga dibikin cerita kedua, dan lain sebagainya, ya, jawabannya itu.
Terima kasih buat yang udah selalu support aku, ya. Asli, sayang banget sama kalian, loh, beneran. Semoga kalian bahagia selalu, ya! 😻💓
Selamat membaca, semoga suka sama part ini.
Kama; cinta, kasih sayang.
—
01.00 – Jumat dini hari
Nara yang tengah tertidur pulas pun tiba-tiba membuka kedua matanya. Seketika benar-benar terbuka. Dalam tidur panjangnya, dia merasa gelisah yang bahkan rasa gelisah tersebut bisa membangunkannya. Perasaannya tiba-tiba berkecamuk dan otaknya seketika tertuju pada cinta pertamanya. Ayah Nugroho.
Nara pun menarik napas, menghembuskannya secara perlahan. Mencoba menetralisir gelenyar aneh tersebut, Nara berbalik badan sejenak untuk mencari ponselnya yang tergeletak di nakas. Setelah mendapatkan benda pipih berbentuk persegi panjang itu, Nara mencoba memencet tombol power. Nihil. Ponselnya tidak menyala. Nara agaknya lupa tidak mengecas ponsel sekembalinya dinner malam tadi.
Perempuan yang perasaannya tengah tidak karuan itu pun membangunkan tubuhnya untuk mengambil kabel di kopernya. Di bawah lampu remang-remang Nara mencoba untuk tidak menciptakan suara apapun karena takut-takut membangunkan tidur suaminya itu.
Setelah mendapatkan apa yang dia mau, Nara pun mengecas ponselnya. Mencoba duduk di tepi ranjang dan menghembuskan napasnya kembali.
Benar saja, ponselnya nol persen. Berniat untuk menghubungi Ayahnya dini hari ini juga, namun diurungkan kembali niatnya. Nara berharap ini hanya rasa rindu karena beberapa waktu ini Nara tak betemu sang Ayah.
Setelah menyalakan ponselnya, Nara pun membaringkan tubuhnya dan berniat untuk memejamkan matanya kembali. Berbalik sehingga menghadap dada bidang suaminya, namun yang Nara dapat justru pergerakan dari Bian.
"Kamu bangun? Kenapa?" tanya Bian dengan suara paraunya.
Nara menggeleng. "Ngga papa."
"Mimpi buruk?"
Nara menggeleng, lagi. "Tiba-tiba kepikiran Ayah. Nanti kalau kamu ke kantor, aku ke rumah, ya, Mas? Boleh?" tanya Nara meminta izin.
Bian lekas mengangguk di kesadarannya yang belum sepenuhnya sadar itu. "Iya. Sekarang tidur lagi, masih tengah malam," ujar Bian seraya mengeratkan pelukannya.
Semakin dieratkan, perasaan cemas Nara semakin memudar. Pikiran yang berkecamuk sedikit demi sedikit luruh bersamaan dengan kedua netranya yang mencoba untuk terpejam. Nara pun memutuskan untuk merangkai mimpi kembali dan membuang jauh-jauh segala pikiran negatif yang baru saja muncul di benaknya.
—
04.30
Pukul setengah lima Nara mengerjapkan kedua matanya karena alarm dari ponselnya yang berada di nakas berbunyi. Dengan cepat, Nara mematikan ponselnya yang berbunyi itu menggunakan tangan kirinya. Posisi tubuhnya masih sama, masih dalam rengkuhan suaminya seperti semalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amerta - [SELESAI]
ChickLit"Amerta. Amerta itu tidak dapat mati, abadi. Aku berharap cintaku dan cinta Mas Bian juga demikian. Walau umur kami sudah habis, namun perasaan kita berdua bisa selayaknya amerta, yang tidak dapat mati." -Nara Menikah dengan sedikit rasa cinta. Buka...