Mark menunduk sambil merasakan air hujan yang sedari tadi turun membasahi tubuhnya. Dia masih mencerna apa yang sudah terjadi, lalu sesaat tersenyum miris. Apakah Haechan ingin melihat perjuangan Mark?
Mark masih menunduk sambil memejamkan matanya. Bingung apa yang harus dilakukannya setelah mendapatkan penolakan dari Haechan. Berdiam di sini seperti orang gila? Ide yang sangat buruk. Tapi Haechan ingin melihat perjuangannya. Berdiam diri di sini juga termasuk perjuangan, bukan?
Terlalu larut dalam pikirannya, Mark baru sadar jika tubuhnya tidak merasakan air hujan tapi telinganya masih mendengar suaranya. Apa tubuhnya sudah mati rasa? Atau dia sedang berhalusinasi?
Mark mendongakkan kepalanya dan membuka matanya. Seketika Mark lupa caranya bernapas saat melihat sosok di depannya.
"Haechan?" Tanya Mark tak percaya.
Sosok itu mengangguk, menjawab bahwa dia memang benar Haechan.
Mark tidak bisa untuk tidak tersenyum. Jadi alasan Haechan masuk ke dalam kos-annya adalah untuk mengambil payung dan memayunginya? Bolehkah Mark berharap seperti itu?.
Ketika Mark ingin memeluknya, Haechan reflek memundurkan badannya membuat tubuh Mark kembali terkena air hujan dan Mark juga mengurungkan niatnya untuk memeluk Haechan.
"Masuk, Kamu bisa masuk angin" Ujar Haechan datar lalu pergi meninggalkan Mark.
Tidak ada pilihan lain untuk Mark selain mengikuti Haechan masuk ke dalam kos-annya. Tapi sebelum benar-benar masuk, Mark mencoba untuk menetralkan detak jantungnya tak karuan juga napasnya yang terasa sesak. Bukan, Mark tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Hanya saja dia terlalu gugup dan takut.
Dan rasa gugupnya semakin bertambah ketika melihat Renjun sedang duduk di kursi kos-an Haechan.
Mark tersenyum canggung saat netra mereka saling bertemu. "Lagi ngapain jun?" Tanya-nya basa basi.
"Numpang berak" Ketus Renjun.
Mark menghela napasnya kasar. Sepertinya Renjun masih marah padanya. Dia juga masih penasaran alasan kenapa Renjun marah hingga tidak membalas pesan dan sapaannya ketika di kampus. Yang Mark tau, kata Jeno, Renjun marah karena Mark sudah membuat Haechan menangis, tapi apakah harus sampai segitunya?
"Nih kak" Haechan memberikan handuk dan pakaiannya kepada Mark.
Mark menerimanya dengan senang hati lalu pergi ke kamar mandi.
Sekarang tersisa Renjun dan Haechan di ruangan itu.
"Sini" Kata Renjun menyuruh Haechan untuk duduk di sampingnya.
"Gue harus gimana? Tadi Kak Mark bilang katanya gue mau nggak nerima dia di hidup gue lagi? Itu tandanya dia ngajak balikan, kan?"
Renjun bingung harus menjawab apa. Dia terlalu ikut campur dengan hubungan mereka, jadi untuk kali ini dia akan membiarkan Haechan membuat keputusan sendiri. "Iya, ikutin kata hati lo, gue udah nggak mau ikut campur lagi" Ujarnya sambil mengelus bahu Haechan.
"Tapi gue takut Jun"
"Yakinin diri lo sendiri dulu"
"Kalau Kak Mark pergi pas gue lagi ngeyakinin perasaan gue, gimana?"
"Inget, kalau emang dia takdir lo, mau seberapa jauh lo pergi darinya, kalian pasti bakal ketemu lagi"
"Taㅡ"
Renjun segera menyelanya. "Gue balik dulu. Orang yang lo butuhin udah ada di sini, kan?" Tanpa menunggu jawaban dari si tuan rumah, Renjun pergi dengan keadaan di luar yang masih hujan deras.
Haechan tidak bisa menahan Renjun lagi. Jadi, dia hanya memperhatikan motor Renjun yang kian menjauh.
Kini tersisa Haechan sendirian, padahal dia masih ingin menangis dengan Renjun.
Tak lama setelahnya, Mark keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah.
"Renjun kemana?" Tanya Mark bingung.
"Pulang" Jawab Haechan seadanya.
Mereka berdua saling diam, hingga pada akhirnya Mark menghampiri Haechan dan duduk di sampingnya. "Sorry"
"For?" Tanya Haechan cuek.
"Semuanya, terutama untuk kejadian di resto beberapa hari yang lalu"
Haechan menghela napasnya kasar. Mengingat kejadian di resto tempo hari membuat dadanya kembali sesak.
Karena tidak ada tanda-tanda Haechan akan berbicara, Mark kembali bersuara. "Ecan, kakak serius. Kakak minta maaf buat kesalahan kakak selama ini, tapi tolong kasih kakak kesempatan buat nerima kakak di hidup kamu lagi"
"Aku butuh waktu" Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Haechan.
"Okay, Kamu memang butuh waktu. Kalau gitu, kakak bakal tanya kamu setiap hari sampai kamu nemuin waktu yang pas buat jawabnya" Ujar Mark dengan percaya diri.
"Thank's" Cicit Haechan yang masih bisa terdengar oleh Mark.
"Nggak, harusnya Kakak yang bilang itu karena kamu udah ngasih kakak kesempatan"
Haechan hanya diam. Dia sedang mencoba menahan diri agar tidak menangis di hadapan Mark. Dia juga tidak berani menatap mata sang mantan kekasih, karena tatapan matanya bisa membuat pertahanannya runtuh.
"Haechan" Panggil Mark membuat dada Haechan kembali bergemuruh.
Haechan sudah tidak kuat bersikap seolah-olah tidak perduli dengan Mark. Dia benar-benar rindu sosok di depannya, dia ingin sekali memeluknya.
"Kak," Haechan memberanikan diri menatap kedua bola mata milik Mark. "Aku boleh minta pelukㅡ" Sebelum Haechan melanjutkan ucapannya, Mark sudah lebih dulu mendekap tubuhnya.
Haechan sedikit terkejut tapi dengan perlahan dia membalas pelukan Mark. Kepalanya ia sandarkan pada dada bidang milik sang dominan. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang selama ini dirindukannya.
Rasanya sangat nyaman.
Hanya ini yang Haechan butuhkan. Pelukan hangat dari sang mantan kekasih.
-tbc
Beberapa chapt menuju ending. Udah ketebak ending-nya kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya Mantan ✔️ | Markhyuck
Fanfiction[Finished] Katanya sih mantan, tapi kok... 𝙒𝙖𝙧𝙣𝙞𝙣𝙜! •𝘽𝙤𝙮 𝙭 𝙗𝙤𝙮 ©PeachLiiv, 2021