Prolog

486 16 0
                                    

Hallo, aku balik lagi dengan cerita baru😆😆 Kali ini aku bawa kisah Darren si pengacara. Semoga kalian suka sama kisah Darren, cerita kedua series Life.

Ini prolognya

Enjoy.....
.

.
.
.
.
.

Angin berhembus kencang, udara dingin menusuk sampai ketulang. Bogor si kota hujan sedang memerankan julukaannya sejak pukul 8 pagi tadi, Darren sampai bertanya-tanya kapan kiranya hujan akan berhenti. Darren turun dari mobil dengan sedikit berlari karena ia tidak memiliki payung. Kemudian ia masuk kedalam supermarket, menyeduh kopi dan mengambil roti. Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 pantas saja perutnya keroncongan. Setelah selesai ia membayar belanjaannya dan duduk dikursi depan supermarket.

"Mas ngantri dong, gak liat ada orang disini, seenaknya nerobos-nerobos" Suara perempuan yang sedikit berteriak mencuri perhatian Darren dari luar. Perempuan itu berada didalam supermarket dan suaranya sampai terdengar ke luar. Darren sampai menoleh kearah dalam untuk melihat. Ia melihat orang yang diteriaki menoleh kearah perempuan itu.

"Saya buru-buru" kata laki-laki itu.

"Dikira situ doang yang punya urusan? Ngantri dong" kata Perempuan itu tidak mau mengalah.

Laki-laki itu dengan wajah kesal berjalan ke arah belakang perempuan itu dan mengantri sesuai dengan antrian. Darren tersenyum, baru kali ini ia melihat perempuan pemberani sampai tidak peduli kalau ia sedang diperhatikan.

"Jangan galak-galak mba, nanti gak dapat jodoh" celetuk Darren saat perempuan itu keluar dari supermarket. Darren melihat dengan jelas ekspresi perempuan itu yang menatapnya seolah berkata 'apa sih lo' dan mendelik tidak suka kearahnya. Darren tidak bisa menyembunyikan senyuman dibibirnya. Ia justru malah tersenyum kearah perempuan itu yang makin dibalas dengan kerutan dahi oleh perempuan itu.

"Duduk mba, kursi yang lain penuh" kata Darren lagi.

Sepertinya perempuan itu tidak ada pilihan lain selain duduk satu meja dengan Darren. Ia juga tidak mungkin menembus hujan yang semakin deras dengan pakaian blouse tipis tanpa blazer. Perempuan itu duduk di kursi samping Darren dengan enggan.

***

Adine tidak mengeluarkan suara sama sekali, ia hanya fokus pada kopinya. Menyeruput sedikit demi sedikit. Hujan turun begitu derasnya. Seharusnya ia ada dikantin kantor sambil makan ayam geprek pedas dan lemon tea. Bukan terjebak hujan di Bogor bertemu laki-laki yang menyerobot antrian lalu bertemu dengan laki-laki yang suka ikut campur urusan orang.

Adine sebisa mungkin melihat kearah lain, padahal tepat didepannya ada laki-laki yang.....ya..menurut Adine ganteng. Engga, itu sih ganteng banget. Pasti Fara akan histeris kalau bertemu orang yang gantengnya seperti laki-laki itu. Ngomong-ngomong soal Fara, dia adalah alasan Adine berada di Bogor, ia jadi harus bertemu klien di Bogor karena sahabatnya itu kena Vertigo parah. Adine bisa saja memuji laki-laki didepannya ini dengan kata sempurna jika laki-laki ini tidak memberikan komentar seperti tadi.

Minus

Batin Adine.

Tetapi, laki-laki itu tidak memberikan komentar apapun lagi. Mereka sama-sama hening. Ponselnya berdering ditengah keheningan. Ayah Calling.

"Halo yah"

"Aku di Bogor, lagi neduh hujannya deras banget. Aku masih harus kekantor"

"Iya kalo keburu, okay yah, iya aku hati-hati"

Adine baru sadar kalau laki-laki didepannya tidak ada setelah menutup telepon dari Ayahnya.

Laki-laki itu kembali duduk ditempatnya. Menyimpan sebungkus rokok di atas meja. Mengeluarkan satu batang dan dimenyulutkan api. Asap rokok keluar dari mulut dan hidungnya. Tapi tangan laki-laki itu segera mengibas-ngibas supaya asapnya tidak terkena Adine.

"Bolehkan saya ngerokok?" Tanya laki-laki itu. Buat apa dia nanya kalau rokok itu udah di bakar? Harusnya dia nanya waktu ngeluarin rokok. Pikir Adine.

"Silakan" Jawab Adine.

"Ini payung, siapa tahu mba nya lagi buru-buru" kata laki-laki itu.

Adine terdiam, menatap sebentar laki-laki itu.

"Pake aja, saya masih lama disini"

"Gak perlu mas" jawab Adine

"Dari perkiraan cuaca hujannya gak akan reda sampai jam 7 malam" kata laki-laki itu.

Adine langsung mengecek perkiraan cuaca di ponselnya. Ucapan laki-laki itu benar. Tapi, masa Adine ambil payung orang asing itu? Tapi ia juga harus segera kembali ke Kantor karena ia izin sampai jam makan siang saja. Adine sangat benci ketika dihadapkan hal-hal dilematis seperti ini.

"Pake aja mba" kata laki-laki itu lagi.

"Gak apa-apa?" Tanya Adine. Laki-laki itu mengangguk.

"Nanti balikin kalau kita ketemu lagi" kata laki-laki itu.

Dalam hati Adine ia berkata Pede banget ini orang satu.

"Makasih mas, saya balikin kalau ketemu lagi, saya ingat wajah masnya" kata Adine. Ia mengambil payung itu dan dibuka.

"Saya duluan" kata Adine, ia berjalan menuju mobilnya yang terparkir cukup jauh.

Salam

helmira jefri

The Truth in Life (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang