Sudah hampir tiga jam Adine mengecek emailnya. Sudah 2 email yang ia cek tapi tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Matanya sampai lelah. Ponselnya hampir mati. Ia berhenti sejenak, memejamkan mata, Adine sebenernya masih mencoba untuk tidur tapi berakhir dengan kegagalan.
Hari sudah mulai gelap, Adine sampai lupa untuk menyalakan lampu. Perutnya sudah keroncongan.
Drrtt.....
Drrtt.....Tertera nama 'Pengacara' dilayar ponsel Adine. Adine baru sadar bahwa kontak Darren ia namai Pengacara saja tanpa ada embel-embel nama. Segera Adine menggeser icon hijau untuk menjawab panggilan Darren.
"Hallo"
"Hah? Lo didepan mana?"
"Kamar gue? Ngapain?"
Adine segera beranjak dari kasur menuju pintu kamar hotel. Darren dengan tiba-tiba memberitahu bahwa laki-laki itu ada didepan kamarnya.
Adine membuka pintu kamar hotel dan dilihatnya Darren yang berdiri sambil memegang ponsel ditelinga.
"Gue nunggu telepon dari lo dan gak ada sama sekali lo hubungin gue" sambar Darren masih dengan posisi ponsel ditelinga dan telepon yang belum dimatikan. Padahal mereka sudah berhadapan.
Adine menaikan alis kirinya heran. Adine saja baru tahu hari sudah malam karena notifikasi ponselnya yang mengatakan baterai hampir habis jadi ia melihat jam diponsel. Adine sama sekali tidak terpikirkan buat menghubungi Darren. Lampu hotel saja baru ia nyalakan saat berjalan membuka pintu.
"Lo gak usah ngomel, ngomel-ngomel itu tugas gue" kata Adine sedikit mundur untuk memberikan jalan pada Darren agar laki-laki itu bisa masuk. Tangannya bergerak mematikan telepon karena Darren tidak melakukan itu dari tadi. Setelah Darren masuk ia baru menutup pintu.
Darren berjalan kearah meja lalu menyimpan sebuah paperbag. Adine melihat isinya ternyata makanan. Bagaimana bisa Darren setepat waktu ini. Sebuah kebetulan yang sangat menguntungkan bagi Adine. Seutas senyumanpun tidak sadar Adine tunjukkan pada Darren yang masih berdiri.
"Lo udah kaya dukun tau gak. Tau aja gue laper" komentar Adine.
"Gue bukan dukun, tapi gue peka. Hari gini lo masih aja bawa-bawa dukun"
"Yang gue tau lo playboy cap kadal. Untung aja muka lo diatas rata-rata. Orang kaya Fara bakal maklumin itu semua"
"Bukannya orang kaya lo sama aja? Buktinya lo bilang muka gue diatas rata-rata"
Adine langsung mengeluarkan makanan dan disusun diatas meja. Darren membawa banyak makanan juga ternyata, dari mulai nasi sampai cemilan, tidak lupa juga minumannya. Ada tambahan 3 kaleng bir. Darren mengambil 3 bir itu dan dimasukkannya ke lemari es kecil.
"Lo ganteng, kalo gue bilang kebalikannya itu tidak sesuai fakta. Cuma lo bukan tipe gue" kata Adine sambil duduk
Darren juga mengikuti Adine duduk disebrang perempuan itu. Adine mulai makan nasi dengan ayam barbeque. Darren juga ikut makan dengan makanan yang sama.
"Lo kalo lihat gue dipersidangan juga bakal berubah pikiran, gue bisa jadi tipe lo nomor 1" kata Darren percaya diri.
Ah.. Adine benar-benar malas mendengar perkataan laki-laki yang suka membanggakan diri. Apalagi keluar dari mulut Darren yang dari awal ia kenal, Darren sudah sangat manis mulutnya. Tipikal cowok-cowok playboy. Meskipun kemarin Adine sempat terenyuh karena sikap Darren pada keluarganya sendiri. Tetap saja saat ini pembawaan Darren kembali tebar pesona.
"Ck..yang kaya lo gini nih bukan yang gue suka. Terlalu pede dan banggain diri" kata Adine sambil mengunyah makanannya.
"Gue cuma ngomongin fakta" sahut Darren.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth in Life (ON GOING)
RomanceDarren Jeff Alaric, seorang pengacara muda berbakat yang tampan dan playboy. Orang bilang, Darren punya pesona tersendiri dimata para perempuan cantik. Elmeira Zalika Adine, seorang akuntan berbakat yang galak tapi gampang nangis. Orang bilang, si...