18. Bukan Soal Harga Diri

84 4 0
                                    

Darren memasuki bangunan berbentuk kubus, membuka pintu dengan kunci yang selalu ia bawa setiap hari. Bangunan ini sering kali disebut playroom karena isinya untuk bermain dan bersenang-senang. Tidak ada siapa-siapa saat ini. Iya, bagaimana mau ada Raka atau Gavin kalau ia datang di jam kantor seperti ini. Boleh dikatakan Darren sedang melarikan diri. Darren butuh tempat untuk berpikir, apartemennya sudah terkontaminasi oleh wangi Adine, Darren tidak bisa diam berlama lama di Apartemennya. Shit!

Ini pertama kalinya Darren merasa seperti ini, padahal ia sendiri yang mengatakan akan membuat Adine menyukainya. Pada kenyataannya ego Darren lebih tinggi dari apa yang ia ucapkan. Sudah dua hari berlalu sejak kejadian Adine marah di apartemennya. Kasus Adine masih diperiksa jaksa, ia jadi memiliki ruang untuk berpikir. Tidak, untuk menghindar lebih tepatnya. Seharusnya ia berusaha keras mencari bukti ketidakterlibatan Adine, tapi boleh kan untuk sekarang sedikit tidak profesional? Darren sudah meminta timnya untuk terus mencari bukti dan berkomunikasi dengan Adine.

Sebenarnya Darren bukan tidak mau bertindak, tapi, Darren butuh berpikir, butuh menenangkan diri dan menyusun rencana agar ia bisa lebih siap menghadapi Adine.

Darren duduk disofa sambil sesekali meneguk bir. Darren hanya menyatakan suka, bukan mengajak berpacaran apalagi menikah. Kenapa rasanya bisa sesesak ini?
Berlebihan kan? Seorang laki-laki biasa menyatakan perasaannya pada lawan jenis, tapi tidak bagi Darren, ini pertama kali, dan respon Adine begitu, berhari-hari Darren over thinking hanya karena memikirkan penolakan Adine.

Darren tersadar dari lamunannya karena merasakan getaran ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Darren tersadar dari lamunannya karena merasakan getaran ponselnya. Tapi telepon itu tidak sempat terjawab. Darren sedang malas mengangkat telepon. Tapi tumben sekali Raka mencarinya. Terakhir kali ia bertemu dengan Raka waktu dirumah sakit kalau tidak salah.

Darren segera menelepon balik Raka. Takutnya terjadi apa-apa juga. Nanti pasti Darren ikutan repot.

"Hallo... Gue di playroom" kata Darren sesaat setelah Raka mengangkat teleponnya. Ia langsung mematikan teleponnya dan melempar ponsel miliknya kesembarang arah. Meneguk kembali bir, kali ini ia habiskan dalam sekali minum. Lalu membuka lagi yang baru.

***

"Anjing! lo siang bolong gini mabok?"

Darren mendengar suara Raka, tapi ia setengah tertidur. Kenapa setiap kali ia tidur, orang menyangka ia mabuk. Ini kan yang bikin Adine marah. Darren mendengus. Kesal jelas saja.

"Gue gak mabok!" Teriak Darren.

"Lo abis 8 kaleng bir" cibir Raka

"Gue sadar" kata Darren dengan susah payah mengangkat badannya agar duduk karena posisinya berbaring di atas sofa.

"Lo kaya manusia patah hati" Kata Raka. Laki-laki itu melangkah lebih dekat ke arah Darren dan duduk tepat di samping Darren. Pasti Ada sesuatu, Raka yakin, malah sangat yakin.

The Truth in Life (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang