Adine berjalan dengan cepat, tangannya segera menekan tombol turun pada lift sebelum Darren berhasil menyusulnya. Air mata menumpuk dimatanya, ia tidak ingin menangis, tapi air matanya keluar sendiri, Adine tidak suka pada dirinya yang mudah menangis seperti ini. cengeng. rutuknya dalam hati. Lift berdenting, dua detik kemudian pintunya terbuka dengan langkah cepat Adine segera menekan tombol B dan lift tertutup saat ia mendengar Darren memanggil namanya.
Adine tidak mau bertemu Darren lagi. Ia sudah bodoh karena terbawa suasana. Harusnya Adine sadar Darren itu siapa, laki-laki seperti apa Darren. Adine sudah memberikan first kiss-nya pada laki-laki playboy seperti Darren yang hanya manis dalam kata-kata. Bodoh. Sekali lagi Adine merutuki diri sendiri. Beberapa kali otaknya menghujat diri sendiri selama didalam lift. Airmata Adine turun membasahi pipi untuk kesekian kalinya. Adine menyeka air matanya dengan kasar, ia tidak boleh menangis karena ini.
"Adine tunggu!" Teriak Darren.
Kenapa coba laki-laki itu sampai di basement berbarengan dengannya yang naik lift. Adine tidak mau peduli, Ia tetap berjalan dengan cepat kearah mobilnya yang terparkir tidak jauh dari pintu basement.
Adine masuk kedalam mobil dengan Darren yang sampai setelah Adine menutup pintu.
"Adine! Please! Buka pintunya. Lo salah paham, gue gak ada pikiran kesana"
Darren menggedor-gedor kaca mobilnya. Saat tidak ada respon Darren terus melakukan itu. Mobil Adine mulai bergerak, terpaksa Darren harus berlari kedepan agar menghadap mobil Adine. Ia berdiri didepan dengan kedua tangan yang direntangkan. Sungguh ini seperti adegan ftv yang selalu dikomentari Azheema.
"Tunggu!"
"Please"
Adine membuka kaca mobilnya sedikit.
"Lo jangan kaya anak kecil Darren! Minggir"
"Gue gak akan minggir sebelum kita ngomong"
"Gak ada yang perlu kita omongin"
"Ada!!"
Adine mematikan mesin mobil, padahal ia sudah jalan sedikit, posisi mobilnya sangat tidak bagus karena menyerong tidak pada jalur yang tepat.
"Apa?" Tanya Adine saat menghampiri Darren yang masih berdiri di depan mobilnya. Nada bicaranya jutek. Darren sampai mengatupkan kedua bibirnya dan sedikit menghela nafas.
"Gue gak mikirin soal taruhan itu Adine"
Darren berjalan dua langkah. Tapi Adine mundur dua langkah.
"Lo yang buat lo yang ga mikirin" celetuk Adine, bola matanya memutar meskipun masih terlihat bekas air mata, terlihat kekesalan yang kentara sekali. Darren menelan ludah, mau dilihat dari sisi manapun, Adine galak banget, judes sih lebih tepatnya.
"Gue suka sama lo!!" Kata Darren cepat. Bahkan suaranya terdengar tidak jelas di telinga Adine.
Kaki Darren bergerak perlahan untuk mendekati Adine lagi. Tapi perempuan itu terus mundur agar mereka tetap dalam jarak.
"Gue gak suka elo!"
"Gue bakal bikin lo suka sama gue" kata Darren.
Adine tersenyum miring. "Coba aja"
Tidak tahukah Adine bahwa kalimat dengan empat kata itu tidak pernah Darren ungkapkan secara sungguh-sungguh pada siapapun. Adine berhasil membuat mulut Darren mengucapkan empat kata dengan setulus hati. Tapi perempuan itu tidak mempercayainya. Terlihat dari sorotan mata yang memicing dan merasa itu sebuah lelucon besar.
Senyuman miring Adine yang ditunjukkan pada Darren bukan sebuah ejekan untuk laki-laki itu, hanya semacam reaksi ketidakpercayaan. Laki-laki seperti Darren bicara suka padanya kenapa bisa? Apa yang Darren sukai dari dirinya? Adine hanya seorang gadis biasa yang kata orang galak dan lebih sering marah ketimbang senyum? Adine tipikal yang jarang bercanda alias serius terus. Bukannya tipikal Darren perempuan feminim yang anggun dan banyak tertawa?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth in Life (ON GOING)
RomanceDarren Jeff Alaric, seorang pengacara muda berbakat yang tampan dan playboy. Orang bilang, Darren punya pesona tersendiri dimata para perempuan cantik. Elmeira Zalika Adine, seorang akuntan berbakat yang galak tapi gampang nangis. Orang bilang, si...