14. Daddy late, dear

14.4K 1.3K 100
                                    

Mereka bersatu di aula yang besarnya melebihi lapangan Indoor basket. Syasha, Manda, El, Dafi, Dafa dan teman-teman basket El lainnya tengah duduk beralasan matrass yang dibawa salah satu teman El saat latihan di lapangan indoor.

Ada beberapa yang santai dan bercanda, seperti Dafa dan teman-teman basketnya, namun ada juga yang diam atau sibuk berfikir seperti yang di lakukan El dan Dafi. Mereka sudah sangat tenggelam dalam fikirannya masing-masing, tidak menghiraukan suara gaduh di sekitarnya.

Bahkan Syasha dan Manda pun yang biasanya mengobrol jika bertemu, kini hanya diam memerhatikan Dafa dan anak basket lainnya yang tengah mencoba mencairkan suasana.

Jika saja suasana sekarang tidak buruk seperti ini, pasti Manda akan sangat bahagia sekaligus bangga telah berkumpul sama para prince sekolah.

Namun semua hanya sia-sia, selucu apapun candaannya. Syasha dan Manda hanya ketakutan dengan suara tangisan orang-orang, atau tembakan yang beberapa kali masih terdengar samar-samar, di sertai sirine polisi dan pemadam kebakaran.

Suara itu bercampur menjadi suara yang ingin dihilangkan dari benak mereka. Syasha yang lelah memilih bersandar sambil menyerukan wajahnya di dada bidang El.

Setelah tadi dia berhasil keluar dari UKS. Namun merasa, waktu singkat itu menjadi sangat lama. Dia ingin menangis, ingin rasanya cepat-cepat bertemu daddy lalu mengadu apa yang terjadi.

Tak sadar, Syasha tertidur beberapa menit sampai lima satpam yang sejak awal menjaga keamanan pintu berteriak karena bantuan telah datang.

Senyuman lega langsung terpatri di wajah orang-orang disana. Ada beberapa juga yang tidak menampilkan ekspresi apapun, seperti El dan Dafi. Syasha menguap ngantuk.

"Pasti itu daddy ya bang?"

El mengangguk membuat senyuman Syasha mulai terlihat. Akhirnya mereka berdiri menunggu giliran. Satu persatu temannya keluar, termasuk Manda yang ingin cepat-cepat pergi dan Syasha yang tertawa kecil saat berpisah sebab helikopter pertama sudah penuh. Tangannya di tarik dan melewati teman-temannya, Syasha melotot, menoleh ke abangnya yang tiba-tiba membawa dia jauh dari kerumunan.

"Abang?"

El tak menjawab, sejenak Syasha juga diam dan mengikuti langkah abangnya yang terbilang buru-buru melewati beberapa koridor.

Namun setelah sampai di belakang sekolah. Tepatnya taman kecil yang jarang di lewati orang-orang, Syasha menarik tangannya hingga lepas dari cengkraman membuat El berhenti dan menoleh.

"Abang ngapain kesini?" katanya dengan takut.

El mengangkat alis. "Kenapa?"

Syasha memilih memeluk lengan abangnya cepat lalu melihat sekelilingnya dengan pandangan takut-takut. "Kata Manda, taman ini angker. Terus, kata Manda, dulu di gudang sebelah sana," Syasha mengarahkan telunjuknya ke arah gudang, dan El menoleh. "Itu bekas kuburan," lanjutnya seperti berbisik.

El memandangi gudang yang di maksud adiknya. Memang belakang aula besar yang terbilang cukup tertutupi tembok ada gudang bekas yang dulunya di jadikan kamar mandi. Dan rumornya, banyak yang di ganggu saat masuk kamar mandi tersebut, untuk itu pihak sekolah mengubahnya menjadi gudang agar para murid menjadi nyaman. Namun karena—"AAAAAAA!" teriak Syasha langsung meloncat ketubuh El.

Bugh!

"Awss."

Mungkin kesialan sedang di alami Dafa. Setelah di amuk guru di kelas karena terlalu santai dengan keadaan, dan sekarang terkena pukulan El yang sakitnya tidak bisa didefinisikan.

Mata kirinya tidak bisa dibuka, perlahan ruam kebiruan muncul membentuk lingkaran di mata sebelah kiri milik Dafa.

"Tolol! Sakit bangettt, mata gueee, buta, gua gorok mata lu El!" umpat Dafa dan meringis kesakitan. Syasha mengigil ketakutan, lalu mendongak saat suara yang tak asing di dengar.

Syasha (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang